1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Korut Kembali Ditanggapi Dunia Internasional.

5 Agustus 2009

Korea Utara bebaskan dua wartawati AS yang ditangkap Maret lalu. Ini jelas merupakan keberhasilan bagi mantan Presiden AS Bill Clinton, namun juga bagi Korea Utara yang komunis. Berikut komentar Peter Kujath.

https://p.dw.com/p/J43t

Apa manfaatnya? Bagi siapa dan bagaimana, baru dapat dilihat dengan pasti di waktu-waktu mendatang. Tetapi kunjungan Bill Clinton di Korea Utara bukan hanya kejutan, melainkan juga sebuah kesuksesan. Mantan presiden itu berhasil mengusahakan pembebasan kedua wartawati.

Namun, negara otoriter Korea Utara memang tidak pernah benar-benar berniat menjebloskan mereka ke kamp kerja paksa. Sebagai tahanan yang digunakan seperti sandera, keduanya dapat lebih bermanfaat. Karena dengan adanya kunjungan suami Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, Pyongyang bisa mendobrak isolasi.

Jika orang melihat kembali sejarah hubungan antara Korea Utara dan masyarakat internasional, ketegangan sering memuncak hingga titik kulminasi. Kejadian terakhir adalah uji coba bom atom Korea Utara akhir Mei lalu. Setelah peristiwa itu, lebih karena situasi yang istimewa, tiba-tiba perundingan dapat diadakan lagi. Begitu juga kejadiannya tahun 1994 lalu, ketika mantan Presiden Jimmy Carter berkunjung ke Korea Utara. Atau juga tahun 2003, saat bentuk dialog baru ditemukan melalui pembicaraan enam negara.

Kali ini kunjungan Bill Clinton ke Korea Utara dapat menjadi katalisatornya. Dan tidak menjadi masalah, apakah Clinton memang membawa pesan yang disampaikan secara lisan oleh Presiden Barack Obama, atau tidak. Bagi rejim di Pyongyang, dengan kunjungan orang penting di AS itu, sebuah tujuan penting tercapai. Yaitu negara komunis itu sekarang ditanggapi dengan serius.

AS tidak punya alternatif selain memulai pembicaraan langsung dengan Korea Utara, jika negara adi daya itu tidak ingin menjerumuskan negara komunis tersebut ke dalam keadaan kacau balau, yang dampaknya tidak dapat diperkirakan bagi rakyat Korea Utara yang sudah menderita dan seluruh wilayah Asia Timur.

Tekanan dari luar selama ini hanya dijawab Korea Utara dengan tekanan balasan. Itu misalnya berupa perluasan program nuklirnya atau pengembangan roket jarak jauhnya. Pembicaraan, dalam kerangka apapun, setidaknya menawarkan kesempatan untuk lebih mengetahui niat pemerintah Korea Utara, dan situasi sebenarnya di negara itu. Tetapi pembicaraan seperti ini sudah ada sejak tahun 1994 dalam berbagai bentuk, dan tidak benar-benar berhasil mengubah sesuatu yang mendasar. Korea Utara tetap menjadi negara yang terisolasi, yang kemungkinan besar memiliki senjata nuklir, dan yang rakyatnya tidak mempunyai cukup makanan.

Dengan kunjungan terakhirnya, Bill Clinton juga memperkuat posisi Presiden Kim Jong Il yang otoriter. Kesehatan Presiden Korea Utara itu terganggu, dan itu tampak jelas. Hal ini memperlemah posisi kekuasaannya. Jika ia ingin mempertahankan kekuasaan di dalam keluarganya, dan menyerahkan pimpinan kepada putra termudanya, maka ia butuh kesuksesan yang bisa dipertunjukkan. Misalnya hasil uji coba roket jarak jauh, atau juga keberhasilan pembuatan bom. Kunjungan separuh resmi Bill Clinton juga menambah kepopuleran Kom Jong Il di seluruh negara.

Risiko itu harus diambil, karena oposisi atau bahkan kelompok yang menginginkan demokrasi, pasti tidak dapat ditemukan di negara itu. Yang ada hanya keluarga Kim, partai komunis dan milter, sebagai pusat kekuatan di negara itu. Tetapi para jenderal dianggap sebagai kelompok garis keras, yang hanya punya sedikit keinginan untuk mengadakan perubahan. Kemanapun neraca akan bergerak di Korea Utara, jika perubahan kekuasaan terjadi di negara itu, tentu lebih baik jika tidak sedang berada dalam fase eskalasi, melainkan dalam fase dialog dengan negara itu.

Peter Kujath