1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Kunjungan Perdana Menteri Cina ke Jerman

Matthias von Hein15 September 2006

Pertama urusan ekonomi, baru urusan politik. Begitu agenda kunjungan Perdana Menteri Cina, Wen Jiabao di Jerman. Persis seperti agendanya yang dulu-dulu, yang mencerminkan prioritas hubungan Jerman-Cina selama satu setengah dasawarsa.

https://p.dw.com/p/CJax
Kanselir Jerman Merkel menerima PM Cina Wen Jiabao di Berlin
Kanselir Jerman Merkel menerima PM Cina Wen Jiabao di BerlinFoto: AP

Memang, Jerman merupakan mitra dagang terpenting Cina di Eropa. Begitu pula Cina merupakan mitra dagang terpenting Jerman di Asia. Kanselir-kanselir Jerman sebelumnya seringkali berusaha mendukung hubungan ekonomi dengan Cina ini dengan sejenis kekerabatan terhadap pemerintahan di Beijing. Seperti juga dalam hubungannya terhadap Rusia, tampaknya dulu hubungan persahabatan antar pria diharapkan bisa menggantikan hubungan politik.

Sekarang gaya politik Jerman lebih obyektif. Jerman menghadapi Cina dengan rasa percaya diri baru bagi kepentingannya serta nilai-nilai dasar yang diyakini. Di Jerman, Wen Jiabao tidak dilindungi dari protes masyarakat sipil. Bukan saja organisasi seperti Amnesty Internasional dan Jurnalis tanpa batas negara, atau kelompok eksil Uigur dan Tibet yang menuntut penegakan Hak Azasi Manusia di Cina, juga pejabat Hak Azasi Manusia Jerman, Günter Nooke, secara terbuka mengkritik pembatasan kebebasan pers dan pelanggaran Hak Azasi Manusia yang acapkali berlangsung.

Bahkan Kanselir Jerman Angela Merkel mengangkat tema ini dalam pembicaraan dengan perdana menteri Cina. Dengan sikap ini, Angela Merkel melanjutkan haluan politik yang efektif, yang sudah dijalankan sejak kunjungan kilatnya ke Beijing bulan Mei lalu. Waktu itu, dalam kunjungan selama 38 jam tersebut, Merkel menyempatkan diri untuk bertemu dengan tokoh-tokoh vokal dan wakil-wakil gerja di Cina. Ketika itu Merkel juga berupaya mendesak agar Cina berperan dan mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam kancah politik internasional, terutama dalam isyu konflik Iran dan krisis di Darfur.

Perubahan hubungan juga terlihat di bidang ekonomi. Dua tahun lalu, Cina masih hanya dianggap sebagai pasar besar yang bernilai milyaran Euro. Sekarang Cina semakin dipandang sebagai saingan. Bukan saja dalam penjualan produk, melainkan juga sebagai konsumen bahan mentah. Lebih tepatnya, Cina dilihat sebagai pesaing yang menggunakan strategi licik. Misalnya, dengan memasang berbagai hambatan ekspor ke negara itu, atau penjiplakan ide yang semena-mena.

Terasa agak lancang, saat Perdana Menteri Cina meminta pengertian, bahwa perlindungan hak paten masih butuh waktu untuk diterapkan. Terutama karena Cina secara terbuka menyatakan akan berusaha secepat mungkin mengambil alih sebanyak mungkin teknologi asing. Kesepakatan untuk mendidik pegawai hak paten Cina, dengan bantuan Jerman, merupakan langkah yang tepat. Sementara pihak Cina pun tampil lebih obyektif. Cina sebelumnya sangat dikecewakan oleh mantan kanselir Jerman, Gerhard Schröder, yang tak mampu memenuhi sejumlah janjinya. Obyektifitas baru ini sangat baik bagi hubungan Jerman dengan Cina.