1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Irak Parlamentswahlen

8 Maret 2010

Walapun diwarnai serangkaian serangan bom yang menewaskan puluhan orang, partisipasi warga dalam Pemilu kali ini cukup tinggi. Satu pertanda harapan untuk masa depan, yang penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.

https://p.dw.com/p/MNE8
Poster-poster kampanye yang menghiasi jalanan Irak menjelang PemiluFoto: picture alliance/dpa

Pesan penting yang hendak disampaikan dalam pemilihan umum kali ini adalah, warga Irak tidak membiarkan dirinya untuk ditakuti-takuti. Meskipun diwarnai serangan mortir dan bom yang menelan korban tewas, sejumlah besar warga memberikan hak pilihnya di tempat pemungutan suara. Mereka menunjukkan keberanian dan menyampaikan isyarat yang jelas untuk menentang teroris dan kelompok yang menjegal perujukan nasional.

Ini dengan jelas menunjukkan kerinduan sebagian besar warga Irak bagi dapat terciptanya keamanan dan stabilitas. Dan menunjukkan dukungan mereka bagi prinsip pemilihan yang berlandaskan demokratis. Tapi terlalu dini untuk mengatakan bahwa tujuan itu dapat dicapai. Tantangan yang sesungguhnya menunggu di depan mata. Hasil resmi pemilihan sekurangnya baru dapat diumumkan dalam waktu sepekan. Tidak jelas, apakah hasilnya dapat diterima semua politisi dan kelompok.

Perundingan koalisi antara partai aliansi dari kelompok Syiah, Sunni, Kurdi dan partai sekuler, yang kemudian dilakukan, sarat dengan bibit konflik, karena terdapatnya perbedaan kepentingan. Dampak terburuk yang ditimbulkannya adalah pecahnya kembali tindak kekerasan yang baru.

Tujuh tahun setelah tumbangnya kekuasan Saddam Husein, dan disusul oleh dampak tindak kekerasan selama bertahun-tahun, sejumlah besar masalah yang mendasar tetap tidak terpecahkan. Misalnya menyangkut pembagian sumber minyak antara kelompok warga, atau masalah status kota Kirkuk yang kaya minyak. Eksistensi dari partai sekuler dan retorika perujukan sejumlah kandidat dalam pemilihan kali ini, tidak dapat menutupi betapa masih dalamnya jurang perbedaan antara kelompok warga. Irak tidak memiliki peluang bagi tumbuhnya budaya demokrasi, melainkan sejak tahun 2003 dari hari kehari terjadi konstelasi kekuatan yang baru sama sekali.

Siapa yang akan menjalankan pemerintahan mendatang, akan menghadapi tugas dan tantangan yang sangat besar. Salah satu tantangan terberat adalah mengkaitkan kelompok Sunni, yang merupakan kelompok warga kedua terbesar untuk ikut memikul tanggung jawab politik. Di jaman pemerintahan Saddam Hussein. kelompok Sunni mendapat hak istimewa. Setelah pemerintahannya tumbang, kelompok Sunni menjadi pihak yang kalah, dan kemudian berperan sebagai kelompok teroris. Selain itu yang juga sangat mendesak adalah meningkatkan perlindungan bagi kelompok minoritas Kristen dan Yasidi yang terancam tindak kekerasan dan pengusiran.

Sejumlah kepentingan kekuasan dan pengaruh yang saling bertentangan harus dipecahkan secara bersama. Warga Irak menantikan untuk dapat merasakan adanya perbaikan dalam kehidupan sehari-hari. Dimulai dari peningkatan standar hidup, diatasinya kekurangan pelayanan air dan listrik, sampai kepada masalah penting menyangkut keamanan.

Irak berpacu dengan waktu. Dalam waktu lima setengah bulan, setengah dari 100 ribu tentara Amerika Serikat yang masih berada di Irak, akan ditarik pulang. Sisanya menyusul akhir tahun 2011. Pemerintahan mendatang kelak akan menangani sepenuhnya masalah keamanan. Tekanan untuk sesegera mungkin terciptanya dengan jelas konstelasi kekuatan, juga mengandung resiko yang besar. Sebuah kelompok besar yang merasa tidak cukup diperhatikan dalam pembagian kekuasan yang baru, akan menimbulkan resiko keamanan dan beban serta rintangan bagi masa depan Irak.

Rainer Sollich

Editor: Asril Ridwan