1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Perjalanan Menlu Steinmeier ke Timur Tengah

Nina Werkshäuser8 Mei 2007

Selama kunjungan ke Timur tengah, Steinmeier terutama hendak melakukan upaya diplomatik di Israel dan wilayah-wilayah Palestina.

https://p.dw.com/p/CP6T
Foto: AP

Banyak pembicaraan, sedikit hasilnya – boleh dikatakan itulah kesimpulan dari perjalanan Menlu Jerman Frank Walter Steinmeier ke Timur Tengah. Walaupun itu merupakan kunjungan yang ketujuh kalinya, dan dimana-mana diterima sebagai kenalan lama atau teman baik, tetapi satu hal tidak dapat dibawanya pulang ke Berlin.Steinmeier tidak dapat mengatakan bahwa ada kemajuan dalam konflik Timur Tengah. Karena kenyataannya beranjak sedikitpun tidak.

Untuk ke sekian kalinya Steinmeier berbicara dengan presiden Palestina Mahmud Abbas. Tetapi Abbas hanya mewakili sebagian warga Palestina dan pengaruhnya sangat terbatas. Pemerintahan kesatuan nasional Palestina, yang menjadi tumpuan harapan Steinmeier pada kunjungan sebelumnya, kini sudah bertugas sejak beberapa minggu. Tetapi boleh dikatakan tidak terlihat adanya perubahan. Selama politisi Hamas tidak mengakui pemerintahan Israel, mereka tidak dapat menjadi mitra perundingan bagi pemerintah Jerman maupun bagi anggota Kuartet Timur Tengah lainnya.

Dengan demikian kondisi sosial warga Palestina terus memburuk. Para pejuang militan masih tetap meluncurkan rudal Kassam ke arah Israel dan tentara Israel Gilad Shalit masih tetap berada di tangan penyanderanya di Jalur Gaza. Steinmeier sekarang berharap, negara-negara Arab yang akan membereskan keadaan. Sedangkan AS melakukan tekanan dengan mengajukan sejumlah tuntutan untuk meningkatkan keamanan bagi Israel, dan meluaskan ruang gerak bagi warga Palestina. Tetapi secara keseluruhan upaya-upaya diplomatik itu nampak tidak terkoordinir dan juga tidak menimbulkan harapan.

Di Israel Menlu Steinmeier juga tidak dapat meraih apa pun, karena kunjungannya itu berbarengan dengan terjadinya krisis pemerintahan. PM Israel mendapat tekanan, karena Komisi Penyidik mencorengnya dengan kesimpulan melakukan kesalahan besar dalam perang Libanon. Sebelum Steinmeier tiba, menlu Israel Tzipi Livni menuntut PM Olmert agar mengundurkan diri. Jadi dapat dipahami kalau ketika itu Olmert lebih memikirkan masalahnya sendiri daripada pertemuan Kuartet Timur Tengah berikutnya. Steinmeier harus puas dengan keterangan, bahwa walaupun terdapat krisis politik dalam negeri, pembicaraan dengan Abbas akan dilanjutkan. Keikut-sertaan negara-negara Arab pun diterima dengan senang hati sejauh mereka tidak mengajukan prasyarat yang radikal. Steinmeier sendiri mengundang menlu Israel Tzipi Livni untuk menghadiri pertemuan para menlu UE, yaitu menjelang berakhirnya masa kepemimpinan Jerman dalam UE. Itu hanyalah satu jadwal pertemuan dan pembicaraan berikutnya. Lebih dari itu sekarang nampaknya mustahil.

Tentunya tidak ada yang menuntut menlu Steinmeier, bahwa ia dapat menyulap sesuatu yang ampuh dari satu perjalanannya ke Timur Tengah. Tetapi pemerintah Jerman sendirilah yang mengemukakan akan membawa kemajuan di Timur Tengah selama memimpin UE. Maksudnya memang baik, tetapi tidak cukup berhasil. Harapan yang tinggi saja tidaklah membantu. Dalam upaya menyelesaikan konflik Timur Tengah UE hanyalah dapat memainkan peranan sampingan.