1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Pidato Obama - Hanya Berbicara Tidaklah Cukup

28 Januari 2010

Dalam pidato pertama kenegaraannya tahun 2010, Rabu (27/01), Presiden AS Barack Obama terutama berbicara tentang situasi ekonomi AS yang sedang dalam keadaan sulit.

https://p.dw.com/p/Lix4
Foto: AP

Pidato kenegaraan Presiden AS Barack Obama Rabu malam (27/01) memang sangat baik. Ini tak dapat diragukan. Di depan Kongres dan rakyat Amerika Serikat, Presiden Obama tampil penuh percaya diri dan bersemangat. Ia mengakui telah melakukan kesalahan dan menuding bank-bank di Wall Street. Ini populisme yang disukai oleh warga.

Dalam pidato kenegaraannya itu, Obama tidak hanya menempatkan pengentasan pengangguran sebagai fokus tetapi juga menjanjikan untuk menentukan kebijakan politik pemerintahannya ke arah penciptaan lapangan kerja. Karena hal ini yang terutama mencemaskan warga AS saat ini.

Karena itu, kebijakan politik luar negeri dalam pidatonya itu hanya memainkan peranan kecil. Obama menyinggung penarikan pasukan AS dari Irak dan menunjukkan sikap optimis berkaitan dengan masa depan Afghanistan. Dan ia juga mengulangi keinginannya untuk memicu gagasan pengurangan senjata nuklir di seluruh dunia. Pada butir ini AS sebenarnya sudah sejak lama dapat menegaskan hal itu. Namun perundingan dengan Rusia mengenai kesepakatan pengurangan persenjataan START-2 masih juga tertunda.

Sedangkan semua tema penting menyangkut kebijakan politik dalam negeri dibicarakan Obama secara meluas. Untuk setiap pihak ada sesuatu yang ditawarkan dan segudang janji-janji. Misalnya, kaum homoseksual harus mempunyai hak yang sama di militer, pengusaha kecil harus mendapatkan kredit dan keringanan pajak. Dan Obama ingin meningkatkan dana bagi pendidikan serta energi terbarukan, walaupun kondisi keuangan AS mengenaskan. Mengingat defisit anggaran yang luar biasa, Obama ingin membekukan sebagian dari pengeluaran negara. Selain itu Presiden Obama masih belum menyerah dalam upaya reformasi sistem kesehatan.

Namun, justru di sinilah terletak permasalahannya. Pasalnya, dalam rencana kebijakannya, ia tergantung pada keputusan Kongres. Apalagi mengingat kegagalannya baru-baru ini di Massachusetts dan juga setelah mayoritas 60 suara kubu Demokrat yang menentukan di Senat telah direbut oleh kubu Republik. Saat ini kubu Republik terutama menjalankan taktik pemboikotan rencana-rencana presiden. Hingga kini mereka cukup berhasil, meski Presiden Obama mencela secara terbuka aksi pemboikotan yang memang tidak pada tempatnya itu dan walau Obama menuntut agar bekerja secara konstruktif.

Bila Obama ingin mencapai sesuatu, imbauan semacam itu tidak cukup. Ia harus menerobos lebih ke tengah. Karena agenda kiri liberal tidak cocok dengan ide lintas partai. Ia juga menyinggung bahwa ia bersedia berkompromi, misalnya dalam kebijakan politik energi. Eksplorasi minyak lepas pantai dan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir baru disambut baik oleh kubu Republik. Hanya dengan jalan begitu Obama akan berhasil.

Salah satu agenda utamanya adalah penciptaan lapangan kerja dan reformasi sistem kesehatan. Masalah itu sudah terlalu lama diperdebatkan. Bila melupakannya, hal itu bisa dianggap sebagai pernyataan menyerah. Namun, di sini tidaklah cukup kalau Obama hanya tampil berpidato dengan semangat pantang menyerah. Ia harus melakukan sesuatu yang hingga kini dihindarinya, yaitu turun ke medan keseharian politik dengan memerangi permasalahan. Ia harus berhenti bertindak sebagai orang luar. Karena, meskipun ia kemungkinan tidak suka mendengarkannya: Ia sekarang sudah termasuk "orang luar".

Christina Bergmann

Editor: Christa Saloh