1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Tragedi Darfur

Sabine Adler18 April 2007

Masyarakat Internasional terlalu lama berdiam diri menghadapi krisis kemanusiaan di Darfur.

https://p.dw.com/p/CP74
Pengungsi Darfur di Sudan
Pengungsi Darfur di SudanFoto: AP

Setelah jutaan warga Yahudi Eropa menjadi korban pembantaian massal, masyarakat Internasional pada akhir Perang Dunia ke-2 bertekad untuk tidak mengijinkan lagi terjadinya genosida atau pembersihan etnis. Namun ternyata, manusia tetap tidak berdaya dan tidak panjang akal. Masyarakat dunia hanya bisa melihat saja aksi pembantaian massal yang terjadi di Ruanda antara etnis Tutsi dan Hutu. Baru belakangan disadari, bahwa yang sedang terjadi di sana adalah genosida. Di Darfur, masyarakat internasional melakukan kesalahan yang sama.

Gelombang kekerasan di Darfur sudah berlangsung selama empat tahun. Sepertiga penduduk Darfur sekarang jadi pengungsi, lebih dari 2 juta orang. Sedikitnya 200.000 penduduk terbunuh selama empat tahun itu. Dan dunia hanya melihat saja. Juga ditemukan istilah baru untuk kejadian itu: pembunuhan etnis yang lambat laun. Tapi masyarakat internasional tetap masih segan dengan presiden yang naik ke tampuk kekuasaan melalui kudeta, yang selama ini menolak penempatan pasukan perdamaian gabungan Uni Afrika dan PBB. Sekarang ia mungkin bermaksud mengijinkan PBB juga masuk.

Di Darfur memang tidak ada minyak, tapi di Sudan Selatan ada. Senjata yang digunakan di Darfur dibeli dengan hasil ekspor minyak. Lebih dari setengah ekspor minyak Sudan dibeli oleh Cina, yang tidak hanya membayar dengan uang, melainkan juga dengan senjata. Cina tidak mengajukan pertanyaan, apalagi tuntutan politis.

Negara-negara Barat khawatir, misi perdamaian ke Sudan bisa dijadikan bahan propaganda oleh kelompok milisi Islam sebagai Perang Salib melawan warga muslim. Jadi, mereka tidak ingin terlalu banyak terlibat dalam perang ini. Situasi di irak sudah cukup sulit.

Tapi masyarakat internasional tidak boleh berdiam diri saja. Mereka harus mengirim pasukan Uni Afrika dan PBB ke Sudan, juga dengan bantuan Uni Eropa. Kalau pemerintah Sudan tetap menolak, mereka harus membekukan rekening bank para elit penguasa dan melarang mereka berkunjung ke Eropa. Masyarakat internasional juga harus meyakinkan Cina, jangan hanya mencoba memenuhi kehausan energinya, tapi juga membujuk rejim yang jadi mitra bisnis baiknya untuk mengakhiri aksi pembunuhan.

Ketua Komisi Eropa Jose Barroso memperingati terulangnya apa yang ia sebut sindroma Ruanda, ketika masyarakat internasional tidak mau mengambil alih tanggung jawab. Menteri Luar Negeri Jerman Frank Walter Steinmeier, sebagai Ketua Dewan Eropa, ikut dalam konsultasi Darfur di kantor pusat PBB di New York. Mungkin Eropa akhirnya mulai bertindak.