1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Semua Buoy Peringatan Dini Tsunami di Laut Tidak Berfungsi

4 Maret 2016

Semua buoy sistem peringatan dini Tsunami yang dipasang di tengah laut tidak berfungsi ketika terjadi Gempa Mentawai. Teknologi sumbangan dari Jerman itu kebanyakan rusak dan pemeliharaannya terlalu mahal.

https://p.dw.com/p/1I7Is
Tsunami Frühwarnsystem Pazifischer Ozean Boje
Foto: AP

Sistem peringatan dini (early warning system) tsunami dengan 22 buoy teknologi tinggi yang dipasang di tengah laut ternyata tidak ada yang berfungsi. Hal ini diketahui ketika terjadi gempa Rabu malam (02/03) yang sempat menyulut kepanikan penduduk di wilayah dekat lokasi gempa.

Saat pertama kali diinformasikan secara resmi kepada publik, BMKG menyebut guncangan gempa cukup kuat dan berpotensi menimbulkan tsunami. Akhirnya masyarakat di kota Padang berhamburan berebut mengamankan diri ke tempat tinggi.

Namun ternyata tsunami tidak muncul dan tidak dilaporkan ada banyak korban atau kerusakan besar. Sehari kemudian, kehidupan di sebagian besar kawasan yang terkena gempa mulai normal lagi.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sempat mengeluarkan peringatan tsunami, namun mencabutnya kembali beberapa jam kemudian. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menerangkan, perlu waktu beberapa jam untuk mengetahui tidak terjadi tsunami, karena sistem peringatan tsunami yang dipasang di tengah laut tidak ada yang berfungsi.

Deutsches Tsunami-Frühwarnsystem für Südostasien
Menteri Riset Jerman Edelgard Bulmahn (kanan) dan Menristek Kusmayanto Kadiman meninjau buoy bantuan Jerman untuk Indonesia di Hamburg (2005)Foto: dpa

Bagian awal proses peringatan bencana berjalan lancar, peringatan tsunami dengan cepat dikirim ke masyarakat di seluruh Sumatera, yang menyebabkan sirene terdengar dan orang-orang bergegas menuju ke tempat yang lebih tinggi.

Tapi kemudian dibutuhkan sekitar tiga jam, untuk mendapat konfirmasi bahwa tidak terjadi gelombang tsunami. Sebenarnya, jika 22 buoy yang dipasang di tengah laut berfungsi, hal itu bisa diketahui dalam selang waktu beberapa menit saja, sehingga peringatan tsunami tidak perlu dikeluarkan.

Saat ini, ada 22 buoy pendeteksi tsunami di tengah laut yang ditempatkan di berbagai lokasi. Tapi semuanya sudah rusak oleh vandalisme, dan memang ada kekurangan dana untuk pemeliharaan, kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, hari Kamis (03/03).

Tsunami Frühwarnsystem geht in Betrieb
Teknisi mempersiapkan perangkat sistem peringatan tsunami di Samudera Hindia, Nov. 2005.Foto: AP

"Kadang sensornya diambil, kadang dikiranya UFO jatuh ke laut, ditarik ke pelabuhan. Solar cell nya diambil. Lampunya diambil. Kadang dipakai tambatan kapal untuk jaring ikan,”kata Sutopo. "Situasi ini membuat sulit untuk mengkonfirmasi apakah tsunami telah terjadi atau tidak."

BNPB akhirnya hanya bisa menggunakan lima buoy internasional yang letaknya jauh. Kecilnya potensi tsunami di Mentawai diketahui setelah ada informasi dari buoy di Pulau Cocos, Australia.

"Tidak ada biaya pemeliharaan dan operasional. Ini kan ada software-nya, perlu di-upgrade, kadang ada kerusakan harus diperbaiki, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) tidak punya anggarannya, kata Humas BNPB itu.

Bilder aus Aceh Indonesien 5 Jahre nach Tsunami Flash-Galerie
Pakar Jerman Dr. Horst Letz membantu persiapan di pusat peringatan dini tsunami di Jakarta (2008)Foto: DW/Robina

Padahal biaya operasional dan pemeliharaan yang dibutuhkan buoy cukup mahal, mencapai 30 milyar rupiah sepanjang tahun, karena buoy harus selalu aktif, tambah Sutopo.

Ilmuwan Jerman dan Indonesia mulai memasang buoy sistem peringatan dini tsunami di perairan Indonesia setahun setelah gempa berkekuatan 9,1 melanda Aceh dan sekitarnya 2004. Gempa itu memicu gelombang tsunami yang kemduian menewaskan lebih 230.000 orang di berbagai negara.

Sistem buoy bantuan dari Jerman ini terdiri dari sensor di dasar laut dan buoy di permukaan laut yang mengirimkan informasi tentang aktivitas gempa dan ketinggian permukaan air melalui satelit ke stasiun-stasiun pengamatan di pantai. Jika semuanya berfuingsi, data-data itu akan terkirim hanya dalam waktu 10 menit.

BNPB meminta pihak-pihak terkait, kementerian, lembaga, pemerintah daerah, serta dunia usaha untuk melanjutkan program pengurangan risiko bencana tsunami. Program itu sudah tertuang dalam masterplan yang terdiri dari empat poin utama. Tapi penerapannya membutuhkbn dukungan dana.

hp/ap (dpa, cnnindonesia, rappler.com, gitews)