1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Taliban Laksanakan Hukuman Rajam

17 Agustus 2010

Hari Minggu (15/08), seorang pria dan perempuan dieksekusi mati melalui hukuman rajam. Menurut keterangan berwenang Afghanistan, keduanya dinyatakan bersalah telah melakukan perzinahan.

https://p.dw.com/p/OpGY
Demonstrasi di Berlin menentang hukuman rajamFoto: picture-alliance/dpa

Seorang pria berusia 28 tahun dan seorang perempuan yang berusia 20 tahun dari desa Mullakuli, Provinsi Kunduz, Afghanistan, dilaporkan tewas dieksekusi. Desa tempat keduanya berasal ini berada di bawah kendali Taliban. Kepada Deutsche Welle, kepala desa Mohammad Ayub membenarkan telah terjadinya eksekusi ini. Mohammad Ayub menambahkan, karena khawatir jatuhnya korban di pihak sipil, maka tidak dilakukan aksi penyerangan terhadap Taliban untuk membebaskan kedua orang tersebut.

Kecaman terhadap Hukuman Rajam

Hukum rajam masih diberlakukan dibeberapa negara Islam. Terhukum dikubur berdiri sampai dadanya lalu dilempari batu sampai meninggal. Pemerintah Jerman menilai bentuk hukuman ini sebagai metode yang sangat tidak manusiawi dan tidak sesuai dengan hak asasi manusia. Demikian pula, organisasi hak asasi manusia Amnesty Internasional mengecam bentuk hukuman rajam ini. “Hukuman rajam merupakan metode hukuman yang paling brutal, karena sebelum tewas, korban terlebih dahulu menderita kesakitan tak terkira. Oleh karena itu, hukuman ini benar-benar tidak bisa diterima,“ dikatakan Verena Harpe dari Amnesty International.

Menurut pihak Amnesty International, setelah jatuhnya pemerintahan Taliban pada tahun 2001, memang Afghanistan tidak lagi menjatuhkan hukuman mati. Hukum pidana yang dimiliki Afghanistan pun tidak mencantumkan hukum rajam ini. Akan tetapi, kini Taliban mempraktekan hukum milik mereka sendiri di wilayah yang mereka kendalikan.

Taliban Terapkan Hukum Mereka

Sebelumnya, seminggu lalu, para pejuang Taliban juga telah melaksanakan hukuman cambuk terhadap seorang janda yang tengah hamil, sebelum perempuan tersebut dieksekusi mati dengan tembakan di kepala. Menurut keterangan pihak kepolisian setempat, pengadilan Taliban menjatuhkan hukuman terhadap perempuan berusia 40 tahun tersebut, setelah ia dinyatakan bersalah telah melakukan perzinahan yang berujung pada kehamilan.

Sima Samer, kepala komisi independen hak asasi manusia Afghanistan mengutuk tindakan main hakim sendiri para pejuang Taliban. "Kita memiliki lembaga hukum. Kita tidak mengetahui, apakah kasus ini merupakan perzinahan atau bukan. Tidak seorangpun punya hak untuk menghukum mati seseorang tanpa proses pengadilan. Tidak seorangpun punya hak untuk bertindak sebagai hakim."

Kini Amnesty International menuntut pemerintah Afghanistan untuk menegakkan hukum yang ada serta menunjukkan kepada warga di wilayah yang dikendalaikan Taliban bahwa hukum harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tapi Verena Harpe juga mengakui, "Dalam prakteknya, sering terjadi bahwa keadilan tidak ditegakkan. Seringkali keadilan dimanipulasi. Terdapat satu kesenjangan besar, yang mampu diisi Taliban. Yang menjadi korban adalah warga setempat."

Hao Gui/Yuniman Farid

Editor: Hendra Pasuhuk