1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Ada Usulan PSBB Nasional, Pemerintah: Ini Masalah Dunia

Detik News
1 Mei 2020

Pemerintah tanggapi usulan pembatasan sosial bersakala besar (PSBB) secara nasional dengan menyebut COVID-19 bukan hanya masalah Indonesia namun dunia. Sesuai peraturan, PSBB hanya bisa diajukan oleh pemerintah daerah.

https://p.dw.com/p/3bdze
PSBB Jakarta
Foto: DW/A. Muhammad

Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono menyebut tak ada jalan untuk mencegah penularan virus Corona baru (COVID-19) selain melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara nasional. Pemerintah mempertanyakan bentuk penerapan dari PSBB nasional tersebut.

"Yang dimaksud PSBB nasional sama Pandu itu gimana?" kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, saat dihubungi, Jumat (01/05).

"Ya gimana caranya?" tambah Yuri, panggilan karibnya.

Yuri mengatakan mencegah penyebaran virus Corona bukan hanya masalah Indonesia. Dia mengatakan pandemi Corona merupakan masalah dunia.

"Kalau Indonesia selesai, apa masih selesai? Wong banyak orang luar negeri yang datang ke Indonesia. Ini pandemi, bukan masalah Indonesia, ini masalah dunia. Atau PSBB seluruh dunia? Terlalu kecil kalau menganggap COVID itu masalah Indonesia," ucap Yuri.

Penerapan PSBB di berbagai daerah, menurut Yuri, tak ada bedanya. Dia menerangkan permasalahan Corona bukan hanya dari segi kesehatan, tapi juga meliputi ekonomi hingga budaya.

"Nah sekarang apakah bedanya PSBB yang dilaksanakan di Jakarta sama di Bandung sama enggak? PSBB itu apa sih? COVID ini masalah apa sebenarnya? COVID itu bukan hanya masalah kesehatan loh. COVID itu bukan hanya masalah menghentikan penyakit. COVID ini masalah semuanya, masalah ekonomi, masalah sosial, masalah budaya, masalah semuanya, bukan hanya masalah kesehatan loh," ujarnya.

Lebih lanjut, Yuri bicara soal aturan PSBB yang diajukan oleh pemerintah daerah, bukan dari pemerintah pusat. Dia kembali tegas mempertanyakan penerapan PSBB nasional yang diusulkan oleh Pandu Riono.

"PSBB itu nggak pernah ditetapkan oleh presiden, coba dibuka Permenkesnya. Siapa sih yang boleh menetapkan? Pengajuan siapa? Kalau bicara nasional, terus yang ngajukan siapa? Presiden? Jadi ini kan lagi mempermasalahkan PSBB nasional itu kayak apa bentuknya. Yang dimaksud PSBB nasional itu kayak apa," imbuhnya.

Susah setengah mati

Yuri mencontohkan penerapan kebiasaan cuci tangan yang dinilainya tak mudah. Selain itu, dia menilai masih banyak orang yang berkumpul di saat penerapan PSBB.

"Kalau kita bicara masalah kesehatan, COVID nggak akan berhasil. Contohnya cuci tangan, apa iya masalah cuci tangan masalah kita? Masalah yang gampang? Membiasakan cuci tangan itu nggak gampang. Membiasakan untuk tidak kumpul-kumpul saja setengah mati loh, disuruh untuk tidak kumpul-kumpul, Tarawih masih ada di mana-mana, Jumatan ada di mana-mana, pasar masih ramai," sebut Yuri.

Penyebaran virus Corona, dijelaskan Yuri, dibawa oleh orang yang berbeda dengan penyakit malaria. Dia menegaskan agar masyarakat tak berkumpul untuk menghentikan penyebaran virus Corona.

"Penyakit ini yang bawa orang loh, beda sama malaria yang bawa nyamuk. Kalau di situ nggak ada orang, kira-kira ada penyakitnya nggak? Meskipun ada orang dan orangnya nggak ketemu siapa-siapa dan nggak ke mana-mana apa bisa sakit nggak? Nggak juga kan," ujar Yuri.

"Tidak ada pilihan lain"

Sebelumnya Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, menyebut tak ada jalan lain untuk mencegah penularan Corona kecuali melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara nasional.

"Indonesia belum melaksanakan PSBB, yang melaksanakan Jakarta, Depok, hanya kota-kota yang melakukan, bukan Indonesia," ujar epidemiolog dari FKM UI, Pandu Riono saat dihubungi, Kamis (30/04).

"Indonesia itu adalah dari Sabang sampai Merauke. Jadi, kalau mengimplementasi PSBB yang benar itu lingkupnya nasional. Nggak ada pilihan lain kok. Ngapain diketeng-keteng seperti itu," sambungnya.

Pandu menilai jika PSBB hanya dilakukan secara regional, potensi penularan akan terus terjadi. Menurutnya, satu wilayah bisa dikendalikan, namun akan timbul penularan baru karena wilayah lainnya tidak menerapkan PSBB.

Selain itu, Pandu mengatakan PSBB harus dilaksanakan secara ketat oleh lapisan masyarakat. Seperti pembatasan ketat yang dilakukan di lingkungan desa.

"PSBB itu harus berbasis komunitas. Karena masyarakat itu yang bisa melakukan. Misalnya dia membatasi wilayahnya, mengamati warganya. Kalau ada kerusuhan kan langsung masyarakat bikin pintu gerbang, dulu kan ada pintu gerbang. Itu semacam, jangan masuk wilayahnya tanpa diketahui. Nah itu salah satu sebenarnya. Kalau mau sukses jangka panjang itu melakukan pembatasan sosial berbasis masyarakat," tutur Pandu.

Presiden Joko Widodo sebelumnya mengingatkan belum ada kepastian kapan virus Corona (COVID-19) benar-benar berakhir. Jokowi menyinggung beberapa negara maju yang awalnya menyatakan pulih, tapi kini mengalami gelombang kedua wabah COVID-19.

"Kita butuh kecepatan untuk keselamatan seluruh rakyat Indonesia. Memang belum ada kepastian kapan ini akan berakhir. Setiap ahli memiliki hitungan-hitungan yang berbeda mengenai pandemi COVID-19. Beberapa negara maju yang awalnya menyatakan sudah recover, sudah pulih, justru mengalami gelombang yang kedua," ujar Jokowi saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional yang disiarkan di saluran YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (30/04). (Ed:rap)

 

Baca selengkapnya di: DetikNews

Pemerintah Tanggapi Usulan FKM UI soal PSBB Nasional: Ini Masalah Dunia

Akhir Corona Belum Pasti, Pakar UI: Tak Ada Pilihan, Harus PSBB Nasional