1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanJerman

Tarik Ulur Aturan Wajib Vaksin di Jerman

23 November 2021

Meski mayoritas publik mendukung mandat vaksinasi wajib, tetapi tidak sedikit juga yang menentang aturan ini baik dari para politisi hingga para ahli. Jerman pun tengah memasuki gelombang keempat COVID-19.

https://p.dw.com/p/43M5R
Wacana wajib vaksin di Jerman telah memicu perdebatan hangat
Wacana wajib vaksin di Jerman telah memicu perdebatan hangatFoto: Dipendra Rokka/SOPA/ZUMA/picture alliance

Memasuki musim dingin di Jerman, dilaporkan kasus COVID-19 di negara ini kian melonjak. Sebanyak 68% dari populasi di Jerman telah menerima vaksin dosis penuh. Namun nyatanya, tingkat vaksinasi tersebut tidak cukup tinggi untuk menangkis infeksi gelombang keempat dan menjinakkan pandemi.

Kebijakan Jerman perihal vaksinasi berbeda dari negara-negara seperti Prancis dan Italia, yang memiliki kebijakan wajib vaksin untuk sektor tenaga kerja tertentu dan secara keseluruhan memiliki tingkat vaksinasi yang lebih tinggi. Sementara Austria akan menjadi negara Eropa pertama yang memberlakukan wajib vaksin di seantero negeri. Bahkan di Amerika Serikat (AS), Presiden Joe Biden menegakkan aturan hukum untuk mendorong orang agar mendapatkan vaksin.

Meskipun kini peraturan diperketat untuk membuat mobilitas hidup orang yang tidak divaksinasi menjadi terbatas, jalan menuju diberlakukannya mandat wajib vaksin di Jerman tampaknya akan panjang dan berliku. Baik pemerintah saat ini di bawah Kanselir Angela Merkel maupun kemungkinan koalisi yang akan datang yang dipimpin oleh Olaf Scholz, dari kiri tengah Sosial Demokrat (SPD), menentang aturan vaksinasi wajib.

Mandat vaksin dari aspek hukum

Meskipun jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan bahwa ada dukungan publik yang luas untuk mandat vaksin, Jerman juga memiliki sejarah sentimen anti-vaksin dan anti-sains selama berabad-abad.

Bagaimanapun, ada preseden untuk mandat vaksin. Dahulu Kekaisaran Jerman pernah memberlakukannya untuk melawan cacar; bekas Jerman Timur memberlakukannya terhadap difteri dan TBC; dan republik Jerman kini menerapkan mandat vaksin campak untuk anak-anak dan kelompok lain yang terkena dampak awal tahun lalu, meskipun keputusan tentang tantangan hukum tetap ada.

Infektionsschutzgesetz (undang-undang perlindungan infeksi) Jerman memberi parlemen ruang gerak hukum untuk mengamanatkan vaksinasi untuk "bagian populasi yang berisiko" terhadap "penyakit menular yang menyebabkan hasil klinis yang parah dan ketika penyebaran epidemi diperkirakan terjadi."

Mandat semacam itu bisa terjadi di tingkat federal atau negara bagian.

Namun, masalah ini membawa aspek hukum yang kontradiktif ke dalam konflik. Hukum Dasar Jerman mewajibkan pemerintah untuk melindungi kesehatan dan keselamatan rakyat. Pada saat yang sama, pemerintah dilarang ikut campur dalam pilihan pribadi tentang tubuh seseorang.

Oleh karena itu, mandat apa pun harus diputuskan secara hati-hati dan mampu bertahan menghadapi gugatan di pengadilan. Negara kemungkinan juga harus menunjukkan bisa menerapkan cara lain yang tidak terlalu mengganggu untuk melindungi penduduknya.

Apa kata para politisi?

Belum lama ini, aturan tes COVID-19 untuk menaiki angkutan umum menjadi pembicaraan hangat di dunia politik Jerman. Setiap diskusi tentang perlunya vaksinasi disambut dengan lebih banyak penolakan. Perdebatan memanas di seluruh partai dan koalisi.

Tampaknya mandat wajib vaksin akan datang terlambat untuk menghentikan gelombang infeksi keempat saat ini. "Tetapi kita tentu tidak dapat mengesampingkan vaksinasi wajib semacam itu untuk masa depan, dan kita harus mendiskusikannya dengan sangat serius," kata Andreas Bovenschulte, Perdana Menteri SPD negara bagian-kota otnonm Bremen, yang memiliki tingkat vaksinasi tertinggi di Jerman yakni lebih dari 90%.

"Mengancam untuk memberlakukan mandat vaksin tidak membantu siapa pun," kata Christine Aschenberg-Dugnus, juru bicara kebijakan kesehatan untuk FDP, kepada surat kabar Bild. FDP pada dasarnya skeptis terhadap intervensi negara dan aturan yang membatasi kebebasan individu.

Kebijakan kesehatan adalah kewenangan 16 negara bagian Jerman. Banyak dari mereka dipimpin oleh Partai CDU/CSU. Perdana Menteri Bayern Markus Söder dari CSU telah melihat jumlah infeksi di negara bagiannya melonjak secara dramatis, mendorongnya untuk mendukung vaksinasi wajib.

Sementara Perdana Menteri Saarland Tobias Hans berada di posisi berseberangan dengan Söder. Dalam acara bincang-bincang politik "Anne Will" di media penyiaran publik ZDF pada akhir pekan, Hans mengatakan: "Mandat vaksin bukanlah perdebatan yang kita butuhkan saat ini." Ia khawatir aturan itu akan mendorong lebih banyak orang turun ke jalan melakukan aksi protes.

Pekan lalu, Merkel bertemu dengan 16 perdana menteri negara bagian yang memutuskan berbagai langkah untuk mengekang penyebaran virus corona. Sebuah proposal untuk vaksinasi wajib di sektor perawatan termasuk di antaranya.

Mereka menindaklanjuti proposal yang diajukan oleh pemimpin parlemen Hijau Katrin Göring-Eckardt awal pekan ini. "Kami akan membutuhkan vaksinasi wajib untuk institusi, panti jompo, pusat penitipan anak, dan tempat-tempat semacam itu," katanya.

Apa kata para ahli?

"Benar-benar tidak ada yang menginginkan mandat vaksin," kata Lothar Wieler, presiden Robert Koch Institut (RKI), kepada ZDF. "Tapi, ketika Anda sudah mencoba segala cara, WHO mengatakan: Anda juga harus mempertimbangkan mandat vaksin."

Awal bulan ini, Dewan Etik Jerman memilih bahwa "pilihan kebijakan vaksinasi wajib terkait pekerjaan di daerah-daerah di mana orang-orang yang sangat rentan dirawat harus dipertimbangkan secara serius dan cepat."

"Untuk tempat-tempat yang para pekerjanya melayani mereka yang membutuhkan perawatan, orang sakit, orang cacat atau anak kecil - saya mendukung vaksinasi wajib," kata anggota dewan Petra Bahr kepada media penyiaran publik NDR pada hari Jumat (19/11).

"Namun, kita harus berhati-hati untuk tidak menuntutnya untuk profesi individu, tetapi untuk tempat kerja. Lagi pula, mandat seperti itu juga harus diterapkan pada seseorang yang membantu di fasilitas perawatan yang besar."

Tidak ada angka komprehensif tentang tingkat vaksinasi di antara karyawan dalam sistem perawatan kesehatan Jerman. Karyawan mungkin tidak diminta untuk mengungkapkan status vaksinasi mereka, sehingga tidak ada dasar hukum untuk survei nasional.

Pada bulan Oktober, RKI menempatkan tingkat vaksinasi untuk staf medis di rumah sakit di atas 90%. Tetapi, tidak ada data yang tersedia tentang tingkat vaksinasi karyawan di panti jompo dan semacamnya.

Dewan keperawatan memperkirakan tingkat vaksinasi di antara perawat terdaftar lebih tinggi dari tingkat keseluruhan negara. Tetapi laporan media telah melaporkan sebaliknya. Pada awal November, sebuah panti jompo di negara bagian timur Brandenburg mengalami lonjakan kasus CIVID-19 yang mana menjadi berita utama di seluruh Jerman. Beberapa penghuni, dan tingkat vaksinasi di antara staf di sana ternyata hanya mencapai 50%.

"Kami menentang mandat vaksin untuk kelompok tertentu," kata Gernot Marx, presiden Asosiasi Interdisipliner Jerman untuk Perawatan Intensif dan Pengobatan Darurat (DIVI), kepada wartawan, Senin (22/11). Namun, Marx mengatakan dokter dan perawat terikat oleh "kewajiban moral-etika" untuk mendapatkan vaksinasi.

Banyak perawat disebut skeptis terhadap vaksinasi wajib. Presiden dewan keperawatan, Christine Vogler, menentang langkah wajib vaksin. "Vaksinasi paksa hanya akan memicu resistensi," katanya kepada surat kabar Ärzte Zeitung pada awal November.

Jika nantinya mandat disahkan menjadi undang-undang, pertanyaannya kemudian adalah bagaimana cara menegakkannya. Ada begitu banyak laporan tentang orang yang menggunakan sertifikat vaksinasi palsu, sehingga parlemen nasional menyetujui hukuman yang lebih berat untuk pemalsuan semacam itu.

Jika vaksinasi nantinya menjadi wajib, pekerja yang menolak vaksinasi dapat didenda hingga US$2.800 (Rp39,2 juta) atau berisiko penangguhan atau pemutusan hubungan kerja.

Visualisasi data kasus baru COVID-19 dalam 14 terakhir di seluruh dunia
Visualisasi data kasus baru COVID-19 dalam 14 terakhir di seluruh dunia

AS berlakukan pembatasan perjalanan ke Jerman

Departemen Luar Negeri AS pada Senin (22/11) memperingatkan warganya untuk tidak melakukan perjalanan ke Jerman karena "tingkat COVID-19 yang sangat tinggi di negara itu."

Imbauan itu muncul atas rekomendasi dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC).

"Hindari bepergian ke Jerman. Jika Anda harus bepergian ke Jerman, pastikan Anda telah divaksinasi lengkap sebelum bepergian," jelas CDC.

"Karena situasi saat ini di Jerman, bahkan pelancong yang divaksinasi penuh pun berisiko terkena dan menyebarkan varian COVID-19," tambahnya.

Pada Senin (22/11), Jerman mencatat sedikitnya 30.643 kasus baru COVID-19. Selain itu, dilaporkan unit perawatan intensif dipenuhi dengan pasien COVID-19 pada tingkat yang belum pernah dilihat rumah sakit Jerman sebelumnya, bahkan pada tahun 2020.

(Ed: rap/pkp)