1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tarik Ulur Politik di Italia Berlanjut

Rebecca Wetzel3 April 2013

Dalam situasi darurat guna mencari solusi krisis politik dan ekonomi Italia, Presiden Napolitano membentuk komisi pakar, yang terdiri dari anggota parlemen semua partai, guru besar serta wakil bank sentral.

https://p.dw.com/p/188Xi
epa03644273 Leader of center-right People of Freedom (PdL) party, Silvio Berlusconi (C), addresses the media after his meeting with Italian President Giorgio Napolitano at the Quirinal Palace, Rome, Italy, 29 march 2013. Napolitano is holding a day of consultations with party leaders in efforts to break the political statemate gripping the country since the recent elections. EPA/ALESSANDRO DI MEO
Foto: picture-alliance/dpa

Selasa (02/4) komisi pakar yang disebut Presiden Giorgio Napolitano sebagai "10 orang bijak" memulai tugasnya dan dibagi dalam dua kelompok kerja. Satu kelompok terfokus pada reformasi politis institusional, diantaranya hukum pemilu. Kelompok kedua mengolah upaya ekonomi dan sosial. Usulan pertama diperkirakan baru akan ada paling cepat satu minggu.

Namun orang tidak boleh berharap terlalu banyak dari para pakar, kata jurnalis Italia Giovanni Del Re. "Mereka akan menulis laporan yang bagus, dimana tertulis apa yang harus direformasi Italia. Tapi itu saja, karena partai-partai seperti sebelumnya tidak bersedia bekerjasama." Demikian kata koresponden harian Italia itu kepada DW. Selain itu 10 orang bijak tidak memutuskan, melainkan hanya boleh menyampaikan petunjuk dan analisa. Tapi selama politik terblokir, media Italia memperkirakan usulan reformasi itu tak ada gunanya.

Tentangan juga datang dari partai-partai. Setelah awalnya memuji, makin banyak kritik terutama koalisi tengah kanan dari Silvio Berlusconi yang menilai kerja para pakar sebagai membuang waktu dan menuntut pemilu baru. Namun itu keputusan yang salah, pendapat jurnalis Del Re. "Dengan UU pemilu saat ini kita akan mengalami kekacauan yang sama seperti sekarang." Kemungkinan besar tidak ada partai yang akan memperoleh suara mayoritas di Senat dan semuanya mulai lagi dari awal. "Kami setidaknya harus mengubah UU pemilu." Ujar Del Re lebih lanjut "jika tidak semua terus berlanjut dan itu dapat amat membahayakan Euro."

Leftist Pier Luigi Bersani gives a press conference to announce he lost bid to form new government, after his meeting with President Giorgio Napolitano on March 28, 2013 at the Quirinale, the Italian presidential palace in Rome. The former Communist, given a mandate last week to try to forge a bloc strong enough to govern the eurozone's third largest economy, met President Giorgio Napolitano at around today to say whether he has the parliamentary backing needed to rule. AFP PHOTO / ALBERTO PIZZOLI (Photo credit should read ALBERTO PIZZOLI/AFP/Getty Images)
Pier Luigi BersaniFoto: Alberto Pizzoli/AFP/Getty Images

Dalam kekacauan ini juga akan terjadi pergantian pimpinan politik. Justru Presiden Napolitano (87), salah satu dari sedikit politisi Italia yang dinilai konstan dan serius akan mengakhiri jabatannya 15 Mei mendatang. Oleh karena itu ruang geraknya dalam mengatasi krisis ini amat terbatas. "Ia memanfaatkan waktu yang tersisa, terutama untuk memperbaiki suasana. Bahwa ia dapat mencapai solusi besar, itu cenderung tidak mungkin," kata Del Re.

Sepertiga Remaja Tanpa Pekerjaan

Solusi itu diperlukan segera, karena ekonomi Italia perlu stabilitas politik dan reformasi sebagai syarat untuk kembali tumbuh. Dalam lima tahun terakhir produksi industrinya merosot 25 persen. Kuota pengangguran lebih dari 11 persen. Bahkan di antara warga berusia di bawah 25 tahun, sepertiganya tidak punya pekerjaan. Pakar memperhitungkan jumlah keseluruhan ekonomi Italia akan terus menurun. Suku bunga tinggi untuk utang saat ini dan untuk utang baru, terus mendesak negara itu.

Sudah terlihat, bahwa Italia segera membutuhkan bantuan Uni Eropa. Tapi negara ekonomi terkuat ketiga di Eropa itu terlalu besar untuk masuk dalam paket bantuan tersebut.

Tidak Siap untuk Reformasi?

Akibat ketidakpastian politis berkepanjangan dan naiknya popularitas tokoh populis Berlusconi, makin banyak pakar meragukan apakah Italia benar-benar ingin melakukan reformasi.

Menurut jurnalis Del Re, hasil pemilu 25 Februari lalu dalam hal ini tidak menjanjikan. Jika hasil suara perolehan Berlusconi dan mantan komedian Beppe Grillo digabung, jumlahnya mencapai 60 persen. "Dan kedua partai secara jelas menentang langkah-langkah reformasi penting yang dibutuhkan Italia." Orang bisa mendapat kesan, "bahwa Italia tidak sepenuhnya mengerti, banyak reformasi yang tidak diperlukan karena itu diinginkan Brussel, melainkan karena itu diperlukan segera oleh negara tersebut." Demikian Del Re.