1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tarik Ulur Sistem Pertahanan Indonesia

Rizki Nugraha22 September 2006

Angkatan Laut adalah bagian terpenting dalam konsep pertahanan laut Indonesia. Namun TNI AL sendiri ibarat kehabisan nafas dalam menjaga wilayah perairan. Anggaran yang Minim atau lemahnya industri pertahanan Indonesia?

https://p.dw.com/p/CPWM
Luasnya perairan Indonesia memerlukan sistem pertahanan yang canggih
Luasnya perairan Indonesia memerlukan sistem pertahanan yang canggih

Sistem pertahanan yang tangguh adalah salah satu bagian terpenting dari stabilitas demokrasi di Indonesia. Terutama jika melihat kondisi geografis Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia.

Minimnya Anggaran

Tak pelak angkatan laut menjadi salah satu bagian yang sangat penting dalam sistem pertahanan nasional. Pembelian empat kapal Korvett dari Belanda baru-baru ini, merupakan salah satu usaha pemerintah untuk menciptakan stabilitas keamanan di perairan Indonesia. Meskipun demikian, Tentara Nasional Indonesia (TNI) ibarat kehabisan nafas dalam menyokong konsep pertahanan Indonesia.

Anggaran yang minim, kurangnya profesionalitas di tubuh TNI, dan berbagai masalah lain membuat kata keamanan di wilayah perairan ibarat hantu yang merongrong keamanan di Indonesia.

Sulit untuk Menjaga Perairan Indonesia

Bicara masalah pertahanan di Indonesia tak dapat dilepaskan dari sistem keamanan kawasan perairan Indonesia. Dengan wilayah laut yang luasnya empat sampai lima kali dari luas wilayah daratan, sudah sepantasnya jika Indonesia memiliki angkatan laut yang handal. Namun kenyataan berbicara lain.

TNI Angkatan Laut cukup keteteran dalam mengamankan seluruh wilayah perairan Indonesia. Berita tentang pencurian sumber daya alam, penyeludupan, perompakan kapal, hingga hilangnya pulau-pulau terluar pun, kerap mengisi halaman-halaman surat kabar di Indonesia. Mulai dari pembajakan laut di Selat Malaka, pencurian ikan di Perairan Natuna dan Arafuru.

Persenjataan Tidak Memadai

Belum lagi pelanggaran perbatasan di wilayah pulau terluar Indonesia, seperti kawasan utara Papua, Pulau Miangas di Sangihe Talaud Sulawesi Utara, Pulau Nipah di perbatasan dengan Singapura, dan masih banyak lagi. Andi Wijayanto, pengamat militer dari Universitas Indonesia mengungkapkan kelemahan TNI AL:

"Peralatan persenjataannya masih di bawah yang diinginkan. Karena 60 persen dari kapal perang Indonesia masih tergolong kepada kapal pendarat tank dan pasukan. Jadi bukan kapal tempur atau kapal pratoli. Sementara kesiapan kapal tempur atau pratoli hanya 40 persen. Dan sebagian besar juga tidak dilengkapi dengan peralatan sonar dan amunisi yang memadai. Jadinya dari sisi kesiapannya memang masih berada jauh dari yang diharapkan.”

Menurut data yang dikeluarkan Kompas, dari sekitar 113 kapal yang dimiliki TNI saat ini, rata-rata sudah berusia uzur. Tercatat 39 kapal berusia di atas 30 tahun, 42 kapal berusia antara 21 sampai 30 tahun, dan sisanya 24 kapal berusia antara 11 sampai 20 tahun.

Rencatan Strategis TNI AL

Pemerintah Indonesia bukannya tinggal diam dalam menghadapi masalah keamanan di wilayah perairannya. Tahun depan, TNI AL akan kedatangan dua kapal Korvett baru jenis Sigma dari Belanda. Kedua kapal baru ini dinamakan Diponegoro dan Hassanudin.

Seluruhnya terdapat empat kapal Krovett yang dipesan Indonesia. Pembelian empat kapal patroli seharga sekitar 1,1 Miliar Dollar Amerika tersebut merupakan bagian dari rencana strategis TNI AL sampai tahun 2024. Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Slamet Soebijanto mengatakan di sela-sela acara pemberian nama untuk dua kapal korvett Indonesia:

“Karena kita sangat menyadari bahwa negara kita sangat besar. Jadi kita perlu kapal banyak. Kapal-kapal yang punya kemampuan yang meyakinkan itulah yang diharapkan mampu menjaga wilayah negara kita. Kekayaan laut kita sangat besar. Siapa lagi kalau bukan kita yang menjaganya. Dengan kedatangan kapal baru ini, saya kira sebagian bisa membantu memecahkan persoalan tersebut. Tapi belum cukup. Kita masih butuh banyak.”

Anggaran Persenjataan

Alokasi anggaran pertahanan memang menjadi momok tersendiri bagi angkatan laut. Tahun ini pemerintah telah menetapkan anggaran pertahanan sebesar 28,2 triliyun Rupiah. Dari jumlah tersebut, sekitar 10,9 triliyun mengalir ke kantong angkatan darat. Sementara angkatan udara dan laut masing-masing mendapat anggaran dalam jumlah sama, yaitu hanya 4,3 triliyun rupiah.

Sebagian besar dari anggaran pertahanan itu digunakan untuk menggaji prajurit. Hanya 3 triliyun rupiah saja yang dialokasikan untuk pembelian atau perawatan senjata. Pengamat militer dari Universitas Indonesia, Andy Wijayanto, menjelaskan prioritas alokasi anggaran senjata TNI:

"Kalau dilihat dari alokasi anggaran untuk pembelian persenjataan sampai tahun 2007 depan, itu masih didominasi oleh pembelian untuk angkatan udara. Baru tahun 2008 dan seterusnya prioritas diberikan kepada angkatan laut. Sebetulnya sejak reformasi, angkatan laut juga telah membeli beberapa peralatan, tapi dalam jumlah kecil.”

Menjaga Stabilitas Perairan

Dengan anggaran yang sedikit dan persenjataan yang mulai dimakan usia, angkatan laut tetap musti berlayar dan menciptakan stabilitas keamanan di lautan. Kasus-kasus yang ditangani angkatan laut memang umumnya berkisar antara penyelundupan dan pencurian kekayaan alam.

Saat ini angkatan laut dibagi menjadi dua wilayah satuan, yakni komando armada barat dan armada timur. Di bagian barat, angkatan laut lebih berkonsentrasi dalam menangani kasus perompakan. Sementara di wilayah timur perairan Indonesia, angkatan laut lebih banyak berurusan dengan kasus penucurian kekayaan alam, seperti penangkapan ikan ilegal atau penyeludupan kayu ilegal.

Prioritas

Kurangnya dana dan persenjataan untuk menumpas kejahatan di laut bukan tidak disadari oleh Kepala Staf Angkatan Laut, Slamet Soebijanto. Soebijanto menjelaskan kiat-kiatnya dalam menghadapi minimnya anggaran:

“Saya mencoba mencari prioritas yang tepat. Apa yang harus kita beli dulu. Karena mau tak mau kita harus membangun penangkalan. Jangan sampai kekayaan kita dicuri orang lagi.”

Sampai saat ini, kapal-kapal dan persenjataan untuk angkatan laut memang lebih banyak yang didatangkan atau dibeli dari luar negeri. Namun perdagangan senjata antar negara sangat bergantung kepada situasi politik internasional. Indonesia misalnya beberapa kali dikenakan embargo senjata oleh Amerika Serikat lantaran dituduh telah melakukan pelanggaran HAM.

Industri Pertahanan Dalam Negeri

Pemerintah berusaha menutup celah dalam program pengadaan senjata dengan mengandalkan industri pertahanan di dalam negeri. Yang termasuk ke dalam industri pertahanan adalah PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, Pindad, dan PT Dahana yang memproduksi bahan peledak. Namun menurut pengamat militer, Andy Wijayanto, komitmen pemerintah untuk kemajuan Industri Pertahanan belum dapat dirasakan.

Masih sangat kecil, karena anggaran yang dialokasikan, terutama untuk penelitian dan pengembangan itu kurang dari 1 persen dari anggaran pertahanan. Alokasi atau pembelian untuk industri pertahanan tidak sampai lima persen dari anggaran pertahanan. Sebagian besar memang masih mengandalkan pembelian ke luar. Tapi ini wajar, karena kapasitas industri pertahanan terutama untuk senjata yang dibutuhkan oleh angkatan udara atau angkatan laut masih sangat lemah.

Belum Mampu

Memang harus diakui, kemampuan industri pertahanan Indonesia, khususnya PT PAL belum sepenuhnya bisa diandalkan. Sejauh ini PT PAL hanya mampu menawarkan kapal patroli kecil kelas Pandrong dan Todak dengan bobot sekitar 500 ton dalam daftar produk unggulannya. Usaha untuk memperkuat kapasitas PT PAL sudah sering dilakukan. Misalnya saja program alih tekhnologi yang biasanya dimasukkan ke dalam paket pembelian kapal dari luar negeri.

Selain itu pemerintah juga mengajak PT PAL untuk mengadakan program pembangunan Korvett nasional. Menurut rencana, PT PAL akan bekerja sama dengan perusahaan Italia, Orizzonte Sistem navali SPA, dalam pembuatan kapal tersebut. Meskipun demikian, ada faktor lain yang juga menghambat program pengembangan teknologi pertahanan. Seperti yang dijelaskan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono.

Ada faktor-faktor persaingan. Seperti Singapura tidak akan tinggal diam jika kita mengembangkan kemampuan itu. Demikian juga Thailand dan Malaysia. Jadi sangat ketat dan buas persaingan industri pertahanan itu. Seperti anjing makan anjing begitulah. Dog eats dog.”

Masih jauh dari harapan, itulah kondisi industri pertahanan nasional saat ini. Masih jauh dari harapan pula untuk bisa menyangga sistem pertahanan dalam negeri. Untuk itu Indonesia masih harus "berlayar bernahkoda, berjalan bernan tua", Indonesia masih harus banyak menyerap ilmu dan teknologi negara-negara lain, untuk memajukan sistem pertahanan nasionalnya.