1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Taufiq Ismail : Penyair dan Penjaga Sastra Indonesia

9 Oktober 2015

Kanon Sastra Indonesia menggolongkan Taifiq Ismail ke dalam angkatan 66, yang lahir di saat turbulensi politik di tahun itu, yang berujung pada tumbangnya rezim Sukarno dan naiknya rezim Soeharto.

https://p.dw.com/p/1GkTd
Frankfurter Buchmesse 2015 Partnerland Indonesien - Taufiq Ismail EINSCHRÄNKUNG
Foto: National Committee Indonesia (Pulau Imaji)

Taufiq Ismail terkenal sebagai penyair sekaligus aktifis sastra terkemuka Indonesia. Suka atau tidak pada klasifikasi Kanon Sastra Indonesia itu, realita menunjukkan bahwa nama Taufiq Ismail mencuat dalam tatanan sastra Indonesia lewat kumpulan pusinya Tirani dan Benteng, yang sarat berisikan protes politik serta kritik sosial tajam pada situasi di masa transisi itu.

Taufiq Ismail

Selain dijuluki penjaga sastra Indonesia, Taufiq Ismail yang lahir 1935 di Bukit Tinggi, Sumatra Barat juga terkenal dengan pusinya yang atmosferis, seperti yang terlihat dalam kumpulan puisi Sajak Ladang Jagung. Karya Taufiq lainnya yang juga sarat kritik sosial antara lain kumpulan puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Buku Tamu Museum Perjuangan, and Ketika Kata Ketika Warna.

Taufiq juga terkenal getol membaca puisi, dengan alasan : puisi akan terlihat jatidiri dan eksistensinya sebagai medium sastra, jika tidak hanya sekedar ditulis tetapi juga dibacakan. Dengan konsisten ia mempromosikan kegiatan membaca karya sastra di Indonesia. Salah satunya dengan terlibat dalam penerbitan majalah sastra Horison, yang terbukti bisa membawa impak positif pada minat sastra di kalangan pelajar dan mahasiswa.