1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Telaga Minyak Menjadi Masalah di Kuwait

2 Agustus 2010

20 tahun yang lalu Iran melakukan invasi ke Kuwait. Kini perang telah berakhir. Tetapi bekasnya masih tampak jelas.

https://p.dw.com/p/OaNx
Sumur-sumur minyak Kuwait yang dibakar Irak tahun 1990Foto: AP

Redha al-Hasan menggambar dua lingkaran dengan spidol berwarna kuning pada peta negara Kuwait. "Di kedua wilayah ini ada ladang minyak Kuwait.“

Dan disanalah letak apa yang disebut sebagai ‚mimpi buruk‘ oleh Redha al-Hasan. Al-Hassan adalah seorang ilmuwan dan pimpinan ‘Kuwait National Focal Point', lembaga yang didirikan setahun yang lalu untuk membenahi kerusakan ekologi yang diakibatkan oleh invasi Irak 20 tahun yang lalu. "Rezim Saddam telah menegaskan, kalau mereka diusir dari Kuwait, maka mereka akan membakar semuanya. Kemudian mereka menyulut api di 798 sumber minyak. Setelah berapa lama beberapa sumber kehilangan tekanan dan api padam, tetapi minyak mentah terus keluar. Itu kemudian mengalir ke dalam pasir.“

Hanya beberapa bulan setelah tentara Irak keluar dari Kuwait, sumber minyak terakhir yang masih membara berhasil dipadamkan. Tapi hingga kini, minyak yang menggenangi padang pasir ada pada 2400 telaga. Sebagian dalamnya mencapai beberapa meter dan secara keseluruhan seluas 60 kilometer persegi. Masih ada juga tanggul sepanjang lebih dari 100 kilometer pada perbatasan ke Arab Saudi. Saddam Hussein mengisinya dengan minyak mentah dan membakarnya sebagai tembok pertahanan melawan musuh. "Materi fisik dan kimia telaga minyak telah berubah sama sekali sekarang. Bagian yang ringan menghilang, yang tersisa hanya yang berat. Kemudian ada tanah dan garam dari air laut yang digunakan untuk memadamkan api. Jadi ini lumpur yang sangat padat.“

PBB menjanjikan Kuwait 3 milyar Dolar sebagai kompensasi kerusakan lingkungan tersebut. Jumlah ini harus dibayar Irak. Perang memang telah berlalu selama 20 tahun, tetapi tidak ada langkah baru akan usaha pembersihan telaga minyak. Ini membuat kesal banyak warga Kuwait. Redha al-Hassan tetapi memperingatkan, metode yang biasa digunakan untuk mengatasi tumpahan minyak mentah tidak bisa diterapkan disini. "Dengan buldoser, memindahkannya dan menimpanya dengan pasir. Lupakan! Ini hanya bisa dilakukan dengan jumlah kecil. Tetapi kita berurusan dengan 50 hingga 60 juta meter kubik. Memindahkannya ke tempat lain berarti lahan ini tidak bisa lagi digunakan untuk sesuatu yang lain.“

Masalah lain yang mempersulit pembersihan telaga minyak, para pakar percaya bahwa di dasar banyak telaga ada ranjau yang belum meledak. Tetapi saat ini belum ada teknologi yang bisa mendeteksinya menembus lumpur minyak yang beracun untuk memastikan apa yang terdapat di dasar telaga. Redha al-Hasan khawatir bahwa peninggalan Saddam yang mengerikan akan menjadi beban bagi warga Kuwait selama beberapa puluh tahun lagi.

Carsten Kühntopp / Vidi Legowo-Zipperer

Editor : Hendra Pasuhuk