1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

240511 Fukushima Lage

24 Mei 2011

Operator PLTN Fukushima Daiichi, TEPCO mengakui, tiga blok reaktor mengalami peleburan inti atom. Pihak oposisi menuduh, Perdana Menteri Jepang Naoto Kan melakukan kelalaian.

https://p.dw.com/p/11MZZ
Gambaran blok reaktor di PLTN Fukushima yang mengalami kerusakan direkam dari udara menggunakan pesawat pengintai tidak berawak.Foto: AP

Semakin banyak informasi yang dipublikasikan, mengenai situasi yang terjadi pada 24 jam pertama di pembangkit listrik tenaga nuklir Fuskushima Daiichi ketika terjadi kecelakaan. Media-media Jepang mendiskusikan secara intensif, oleh siapa, kapan dan keputusan apa yang saat itu dibuat.

Masanori Naito pakar nuklir dari radio dan televisi publik Jepang-NHK mengungkapkan : “Letusan hidrogen merupakan landasan yang menentukan, mengapa situasinya menjadi amat parah. Karena itu upaya stabilisasi Fukushima satu berlangsung amat lama. Perusahaan terlalu lamban, mengurangi tekanan dengan melepaskan uap air lewat katup pengaman.“

Kapan dibuat keputusan untuk membuka katup pengaman untuk melepaskan uap air di blok reaktor nomor satu, dicatat dengan teliti dari menit ke menit. Akan tetapi catatan itu juga menunjukkan, para pekerja di lokasi mengalami kesulitan memasuki bangunan, karena ketika itu paparan radiasi terlalu tinggi. Itulah sebabnya hanya sebagian dari katup pengaman yang dapat dibuka. “Tingginya radioaktivitas menunjukkan, sebagian dari inti reaktor sudah tidak terendam pendingin, dan kemungkinan peleburan di dalam reaktor sudah berlangsung,“ ujar Naito menegaskan.

Operator PLTN Fukushima, TEPCO mengakui, peleburan inti di Blok Reaktor nomor satu, sudah terjadi sehari setelah bencana gempa bumi hebat dan tsunami dahsyat pada tanggal 11 Maret 2011. Selasa (24/05), TEPCO secara resmi juga mengakui, juga di Blok Reaktor 2 dan 3 terjadi peleburan sebagian inti reaktor. TEPCO mentargetkan, hingga bulan Januari tahun 2012, sudah dapat mengendalikan PLTN yang mengalami kerusakan.

Operator PLTN itu juga menegaskan, sistem pendinginan tidak mengalami kerusakan akibat gempa bumi. Disebutkan, sistem pendinginan masih berfungsi diantara saat terjadinya gempa bumi hingga tsunami melanda. Namun setelah terjadinya tsunami, sistem darurat mengalami kegagalan. Pakar nuklir dari NHK Masanori Naito mengungkapkan, semua telah memikirkan skenario terburuk, namun tidak benar-benar percaya bahwa hal itu akan terjadi. Saat itu semua amat naif.

Sementara ini pihak oposisi menuduh PM Naoto Kan melakukan kelalaian. Masalahnya menyangkut apakah diberikan perintah untuk menghentikan upaya pendinginan menggunakan air laut, untuk melakukan penaksiran risiko. Catatan menunjukkan, upaya ini dihentikan selama 55 menit, pada malam hari tanggal 12 Maret.

PM Naoto Kan dalam sidang parlemen Jepang menjelaskan, “Saya dan staf tidak memberikan perintah untuk menghentikan pendinginan reaktor dengan air laut. Di sisi lainnya, saya dan tiga petugas yang berwenang di kantor perdana menteri tidak mendapat informasi aksinya secara akurat.“

Tidak lancarnya arus informasi antara staf manajemen krisis pemerintah dengan TEPCO sudah diketahui beberapa jam setelah bencana PLTN Fukushima. Juga diketahui terdapat kerancuan mengenai haluan tanggap darurat dari operator PLTN, TEPCO. Disebutkan, jika beban meningkat dua kali lipat dari ambang batas aman, semua katup pengaman harus dibuka. Tapi dalam acuan itu tidak disebutkan, apa yang harus dilakukan dalam saat krisis, jika tingkat radioaktivitas amat tinggi.

Peter Kujath/Agus Setiawan

Editor: Dyan Kostermans