1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kebebasan Pers

Wartawan Iran di Eropa Hadapi Intimidasi Teheran

Monir Ghaedi
6 Desember 2019

Untuk membungkam suara kritis, pemerintah Teheran mengintimidasi keluarga wartawan Iran yang bekerja di luar negeri. Mereka dipaksa mendesak anggota keluarganya untuk berhenti bekerja bagi kantor berita asing.

https://p.dw.com/p/3UJiR
Symbolbild Pressefreiheit
Foto: picture-alliance/dpa/I. Langsdon

Hari-hari ini kabar muram acap menghampiri jurnalis Iran yang hidup dan bekerja di luar negeri, lantaran orangtua dan anggota keluarga mereka ditangkap dan diinterogasi oleh kepolisian.

Pemerintah di Teheran lazim mengintimidasi keluarga di tanah air untuk membungkam jurnalis Iran yang bekerja untuk media asing. Dan metode tersebut kembali marak digunakan ketika Iran dilanda kerusuhan paling mematikan sejak Revolusi Islam 1979.

Amuk massa tersulut oleh kenaikan pesat harga bahan bakar dan aksi brutal aparat keamanan. Ratusan demonstran dikabarkan tewas. Namun pembatasan akses media mempersulit verifikasi jumlah korban.

Baca juga:Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei Peringatkan Akan "Menekan Mundur Musuh" Iran 

Termasuk di antara wartawan yang dibidik pemerintah adalah awak media asing berbahasa Persia seperti Iran International TV, Radio Farda, Manoto dan BBC Persia. Oleh pemerintah media-media tersebut didakwa bersikap bias. Dalam sebuah pernyataan resmi di televisi 30 November lalu. Menteri Dinas Rahasia menyebut media internasional mengkampanyekan tindak kekerasan terhadap negara.

Terhadap stasiun televisi Iran International dinas rahasia menuduh media asal Inggris itu sebagai "bukti kolaborasi antara teroris dan musuh-musuh Iran." Pemerintah mengklaim telah menangkap sejumlah warga yang mengirimkan informasi kepada media internasional. Aset-aset mereka juga ikut dibekukan.

Staf BBC Persia misalnya mengeluhkan perlakuan semena-mena oleh pemerintah dan sebabnya tidak lagi bisa pulang ke kampung halaman. Kepada DW Amir Azimi, Kepala Redaksi BBC Persia mengaku pegawainya menghadapi gelombang baru intimidasi oleh pemerintah.

Sebab itu organisasi Reporters Without Borders (RSF) akhir November silam mengecam "penganiayaan oleh dinas rahasia dan ancaman terhadap jurnalis Iran di luar negeri, terutama di Inggris, dan tindakan terhadap keluarga mereka yang masih hidup di Iran."

Sadeq Saba, editor senior untuk Iran International yang dulu bekerja untuk BBC juga mengaku dalam dua pekan terakhir 11 kolega kerjanya terdampak kebijakan keras pemerintah.

"Apa yang biasanya dilakukan otoritas Iran adalah memanggil keluarga wartawan ke kantor pusat dinas rahasia" katanya. "Mereka lalu memaksa keluarga untuk menghubungi saudaranya di luar negeri dan mendesak untuk segera berhenti bekerja untuk organisasi luar negeri."

Baca juga: Protes Tak Kunjung Usai, Demonstran Bakar Konsulat Iran di Najaf, Irak

Hal serupa dikabarkan wartawan Radio Farda. Niusha Boghrati, Pemimpin Redaksi di layanan informasi milik Radio Free Europe itu mengklaim pemerintah Iran juga menyebar kabar bohong untuk mendeskreditkan wartawan independen, antara lain dengan "membuka beberapa laman blog palsu atas nama saya dan mengunggah ulang postingan saya di media sosial di sana."

"Setelah beberapa bulan mereka mengunggah beberapa bait kalimat yang menuliskan bahwa saya sebagai pemimpin redaksi Radio Farda telah menyesal berbicara dengan teroris. Kabar ini tentu palsu."

Hasil pencarian Google terhadap nama-nama jurnalis korban intimidasi pemerintah juga terlihat tidak lazim. Halaman yang terlihat identik dengan milik BBC atau Radio Farda bermunculan di urutan pertama, berisikan tuduhan aktivitas seksual, informasi pribadi dan gosip yang ditulis dengan bahasa vulgar.

"Upaya pemerintah membungkam kami justru menunjukkan pemberitaan kami ikut berdampak pada masyarakat Iran," kata Boghrati.

rzn/as