1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Teror Kembali Marak?

12 April 2007

Rabu kemarin (11/04) dua bom mobil mengguncang Algier, ibukota Aljazair. Sebuah bom meledak di depan kantor perdana menteri di pusat kota dan yang lainnya di depan sebuah kantor polisi. 24 orang tewas dan lebih dari 200 cedera.

https://p.dw.com/p/CP7G
Penyelamatan korban bom Algier
Penyelamatan korban bom AlgierFoto: picture alliance/dpa

Serangan bom itu hingga kini merupakan yang terhebat di Aljazair yang belakangan ini dilanda serangkaian serangan teror. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di Aljazair, teror kembali menghantui negara tersebut.

24 korban jiwa dan lebih dari 200 orang luka-luka. Anggota tubuh berserakan, bangunan rusak dan orang-orang panik. Demikian terlihat di Algier Rabu kemarin. Pemandangan mengerikan itu mengingatkan orang pada serangan organisasi teroris Al-Qaida yang jumlahnya terus meningkat, apakah itu di Madrid, London atau pun di New York.

Organisasi Al Qaida Maghreb Islam, sebuah gabungan berbagai kelompok teror yang tersebar di seluruh Aljazair, mengaku bertanggung jawab atas ledakan bom itu. Albeha Cherif, wartawan perempuan dari harian terkemuka Aljazair „Le Matin“ mengatakan, meskipun perang saudara berakhir lima tahun yang lalu, aksi teror masih berlanjut: „Yang berada dalam benak saya, kita tidak keluar dari sebuah lingkaran, Kita masih berputar saja. Saya mengkhawatirkan masa depan negeri saya ini. Tetapi bersamaan dengan itu saya juga optimis, karena sejak setahun ini, masyarakat luas menunjukkan keinginan untuk perubahan.“

Sejak berakhirnya perang saudara tahun 2002, Aljazair berupaya menemukan jalan menuju perdamaian dan stabilitas, namun tidak berhasil. Kesepakatan perdamaian „Concorde civil“ dari Presiden Abdelaziz Bouteflika dengan kelompok Islam radikal tampaknya telah diakhiri. Organisasi Teror islam radikal menyatakan perang untuk seluruh Maghreb yang meliputi, Aljazair, Tunisia, Maroko dan Lybia. Wartawati Aljazair Abela Cherif tetap tidak percaya rekonsiliasi akan berhasil: „Melalui Bouteflika muncul yang dinamakan „Concorde civil“. Kami bertanya, perdamaian dengan siapa” Dengan pembunuh? Dengan pemerkosa anak-anak? Dengan penggorok leher? Di seluruh dunia belum pernah terjadi, orang menyalami pembantai semacam itu, meskipun diketahui bahwa mereka bersalah. Setelah kesepakatan rekonsiliasi, amnesti diberikan dan daftar kesalahan mereka dihapus, Apakah itu yang dinamakan perang melawan terorisme? Apakah itu bukan berarti menanamkan kekerasan di masyarakat?“

Awal pekan ini terjadi serangan bom bunuh diri di Casablanca, Maroko. Juga di sini potongan tubuh akibat ledakan, berserakan, bangunan hancur dan orang-orang panik. Mula-mula Maroko kemudian Aljazair. Para pakar antiterror berpendapat, bahwa aksi itu bukan kebetulan. Teror kembali beraksi dan Al Qaida unjuk gigi di Maghreb. Aparat keamanan wilayah tersebut dalam keadaan siaga. Di Tunisia jumlah penangkapan tersangka islam radikal meningkat. Pakar sejarah Prancis Benjamin Stora mengatakan: „Ada bentuk baru perlawanan politik dan sosial yang muncul dalam lapisan baru masyarakat dan generasi di Maghreb, di kota-kota besar di Maroko dan Aljazair. Tapi kita tidak boleh melupakan Tunisia. Akhir 2006 terjadi gelombang serangan teroris di dekat Tunis di mana angkatan bersenjata Tunisia terlibat dalam baku tembak yangt sengit .“

Para pengamat teror menduga, gelombang kekerasan di Maghreb baru mulai. Tampaknya Al Qaida memilih hari serangan di Algier untuk mengingatkan serangan di Djerba lima tahun yang lalu. Pelaku bunuh diri di depan sinagog di Djerba menewaskan 20 orang. 14 di antaranya warga Jerman.