1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Teror Warnai Pemilu di Irak

7 Maret 2010

Meski tingkat partisipasi warga yang tinggi, pemilu legislatif di Irak masih diwarnai serangkaian serangan bom yang menewaskan sedikitnya 36 orang. Di Kurdistan kelompok oposisi mengeluhkan kecurangan dan manipulasi.

https://p.dw.com/p/MMWl
An Iraqi man casts his vote for the parliamentary election, at a polling center in Ramadi, Iraq, Sunday, March 7, 2010. Under a blanket of tight security designed to thwart insurgents attacks, Iraqis went to the polls on foot Sunday in an election testing the ability of the country's still-fragile democracy to move forward at a time of uncertainty over a looming U.S. troop drawdown and still jagged sectarian divisions. (AP Photo/Khalid Mohammed)
Seorang warga memilih di bilik suara, di kota Ramadi, IrakFoto: AP

Belum lagi tempat pemungutan suara dibuka, pagi hari jam tujuh serangkaian ledakan telah mengguncang Baghdad dan sejumlah kota besar lainnya di Irak. Sedikitnya 36 orang tewas dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.

Di Mossul Komisi Pemilu terpaksa menutup lima TPS karena serangan granat. Tercatat lebih dari 70 ledakan granat dan beberapa serangan bom bunuh diri mengguncang proses pemungutan suara di ibukota. Kekhawatiran bahwa pemilu kedua setelah jatuhnya rejim Saddam Hussein ini masih akan diwarnai dengan tindak kekerasan, pada akhirnya terbukti.

Perdana Menteri Nuri Al-Maliki berdalih, berbagai insiden tersebut tidak membahayakan penyelenggaraan pemilu secara keseluruhan. "Insiden-insiden tersebut tidak lain adalah gonggongan anjing yang mencoba menakut-nakuti masyarakat. Tapi warga Irak menerima tantangan ini. Anda lihat sendiri seberapa banyak orang yang pergi memilih," katanya.

Nyatanya pada pagi hari antrian panjang telah memenuhi hampir setiap TPS yang berjumlah 10.000 dan tersebar di seluruh Irak. Tingginya tingkat partisipasi warga tidak hanya tampak di Baghdad, melainkan juga di provinsi-provinsi berpenduduk mayoritas kaum Sunni yang memboikot pemilu lima tahun lalu.

Harapan tinggi warga

Di Erbil, ibukota provinsi Kurdi di utara yang sebenarnya relatif aman, aparat kepolisian berjaga-jaga di setiap perempatan jalan protokol. Mobil ambulans dan patroli laskar Peshmerga bersenjata lengkap yang hilir mudik semakin menambah ketegangan suasana di kota.

Pemerintah Irak memang terlihat serius mengamankan jalannya pemilu. Jalanan di sekitar tempat pemungutan suara diblokir dengan tembok beton yang juga berfungsi melindungi para pemilih dari ledakan bom.

An Iraqi soldier providing security sits at a school desk on the street near a polling station as Iraqis cast their votes in the parliamentary elections Sunday, March 7, 2010 in Nasiriyah, about 200 miles (320 kilometers) southeast of Baghdad, in Iraq. Truncated writing at left on wall in Arabic reads "Long live".(AP Photo/Matt Ford)
Seorang serdadu berjaga-jaga di belakang meja sekolah di dekat sbeuah TPS di kota Nasiriyah, 320 Km tenggara Baghdad. Para serdadu telah diinstruksikan untuk memilih tiga hari sebelum hari pemungutan suara.Foto: AP

Para serdadu diinstruksikan untuk memilih tiga hari sebelum pemungutan suara. Karena setiap serdadu dibutuhkan pada hari H untuk mengamankan situasi.

Warga yang hendak memilih terlebih dahulu diperiksa di depan pintu masuk. Sebuah piktogram yang melarang penggunaan foto, ponsel dan senjata terpasang di sebelah pos pemeriksaan. Proses identifikasi pemilih berjalan tenang dan disiplin.

Di Erbil warga berdatangan dengan mengenakan baju rapih khas pakaian hari raya. Para lelaki dengan celana komprang dan lilitan sorban, sementara kaum perempuan ditutupi abaya berwarna gelap yang menjulur hingga telapak kaki. Dengan bangga mereka menunjukkan jari tangan yang berlumur tinta hitam, tanda buat mereka yang telah menggunakan hak pilihnya.

„Pemilu ini sangat penting. Saya dapat memilih siapapun yang saya mau. Saya harap Irak tetap bersatu dan pemerintah yang baru akan berbuat sebaik mungkin," ujar seorang warga.

Laporan kecurangan dan manipulasi

Sebaliknya Wakil Perdana Menteri Kurdistan Azad Barawi melihat situasi di Irak dengan lebih skeptis. Menurutnya pemilu yang berjalan lancar belum serta merta membuktikan bahwa situasi keaman di Irak telah stabil.

„Situasinya bisa menjadi lebih buruk lagi. Pendukung dan simpatisan Partai baath dan Al-Qaida akan melakukan segalanya untuk menggoyang negara ini. Saya sangat prihatin atas perkembangan di Irak," ujarnya.

Pandangan senada juga diungkapkan oleh tokoh oposisi Irak. Evar Ibrahim, ketua umum Partai Goran atau "perubahan" yang ditemui di sebuah TPS di pusat kota Baghdad melaporkan maraknya ancaman yang diterima warga. Kaum buta huruf tidak mendapatkan pertolongan cukup di TPS.

Terutama di Kurdistan, menurut Ibrahim, mereka dipaksa untuk memilih parta pemerintah Kurdi. „Orang-orang bersenjata di tempat pemungutan suara di pingguran kota memaksa agar mereka hanya memilih parta Kurdi dan bukan partai yang lain."

Sementara itu Presiden Amerika Serikat Barack Obama memuji keberanian warga Irak dalam menggunakan hak pilihnya. Bagi pemerintah di Washington pemilu di Irak tahun ini sangat penting. Jika situasi berjalan di luar kendali, Obama kemungkinan terpaksa menangguhkan rencana penarikan mundur serdadunya yang dijadwalkan akan dimulai pada akhir tahun 2011.

Namun karena hasil pemilu baru akan diumumkan dalam beberapa hari, dan sebab itu proses pembentukan koalisi akan memakan waktu berbulan-bulan, hari pemungutan suara merupakan satu di antara banyak faktor penentu.

Stephan Biddel, pakar pertahanan di wadah pemikir Council on Foreign Relations yang berkedudukan di New York Stephan Biddel, meyakini, yang terpenting adalah bahwa warga Irak memandang pemilu kali ini berjalan bebas dan adil.

"Jika warga Sunni misalnya menganggap pemilu kali ini banyak diwarnai manipulasi dan korupsi dan bahwa kepentingan mereka terancam, maka situasinya akan cepat berubah," ujarnya.

Ulrich Leidholdt/Rizki Nugraha

Editor: Ging Ginanjar