1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Diskriminasi Pasien Di Jerman?

22 Desember 2013

Seorang pasien menggugat rumah sakit karena merasa didiskriminasi. Nama pasien itu tidak dimasukkan dalam daftar penerima donor jantung, karena dianggap tidak bisa berbahasa Jerman.

https://p.dw.com/p/1Ae9c
Foto: picture-alliance/dpa

Hassan Rashow-Hussein sakit parah karena jantungnya sudah tidak kuat lagi. Warga Kurdi asal Irak yang berusia 62 tahun ini perlu jantung yang baru. Ia dirawat di rumah sakit di kota kecil Bad Oeynhausen di kota bagian Nordrhein Westfalen. Tapi rumah sakit itu menolak memasukkan Hussein ke dalam daftar penerima donor jantung. Alasannya, pasien tidak mengusai cukup bahasa Jerman untuk memahami perintah dokter jika operasi selesai dilakukan.

Pengacara Rashow-Hussein, Cahit Tolan kini mengajukan gugatan ke pengadilan, karena kliennya menjadi korban diskriminasi. "Setiap orang punya hak untuk menerima tranplantasi, selama ada keperluan medis", kata Tolan. "Jadi tidak boleh ada perbedaan karena status sosial maupun karena bahasanya."

Tapi rumah sakit di Bad Oeynhausen mempertahankan keputusannya. Direktur rumah sakit Jan Gummert menegaskan, penolakan itu sudah sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan Ikatan Dokter Jerman, Bundesärztekammer.

Digugat karena diskriminasi

Dalam pedoman donor organ memang disebutkan, kesulitan berbahasa bisa mempengaruhi keputusan dokter. Karena setelah tranplantasi organ, pasien harus benar-benar menuruti petunjuk dokter tentang obat-obat yang harus diminumnya. Jika tidak, pasien bisa terkena dampak sampingan berbahaya, yang bisa mengakibatkan kematian. "Kami justru ingin melindungi pasien", kata Gummert.

Tapi soal kemampuan berbahasa, tampaknya masalah interpretasi. Karena Hussein kemudian dipindahkan ke rumah sakit lain di kota Münster. Dan di rumah sakit ini, ia bisa masuk dalam daftar penerima donor jantung. Tim dokter menyatakan tidak ada kesulitan karena didampingi penerjemah. Setelah operasi, Hussein juga selalu akan didampingi saudara-saudaranya yang bisa berbahasa Jerman.

Pengacara Hussein, Cahit Tolan lalu mengajukan gugatan ke pengadilan dan menuntut pembayaran ganti rugi terhadap kliennya. Proses itu sudah berlangsung selama tiga tahun.

Sepakat untuk berdamai

Hari Jumat lalu (20/12/13) kedua pihak yang bertikai akhirnya sepakat menempuh jalan damai. Rumah Sakit Herz- und Diabeteszentrum (HDZ) setuju membayar ganti rugi sebanyak 5000 Euro. Tadinya pengacara Rashow-Hussein menuntut ganti rugi sampai 10.000 Euro.

Pengadilan di Bielefeld menyatakan, selama ini belum pernah ada proses semacam itu di pengadilan Jerman. Jadi jika gugatan dilanjutkan, prosesnya mungkin akan berlangsung selama bertahun-tahun. Hakim lalu mengusulkan agar kedua pihak berdamai.

hp/vlz (dw, dpa)