1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tim Pemantau Pilkada Uni Eropa Tiba di Aceh

Zaki Amrullah2 November 2006

Misi Pemantau Uni Eropa untuk Pemilu Aceh dan Forum LSM Aceh menyatakan sangat optimistik, Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Aceh akan berlangsung damai.

https://p.dw.com/p/CPBA
Banda Aceh
Banda AcehFoto: AP

Pernyataan ini berbeda dengan hasil survey yang dilakukan Internasional For Election Foundation Sistem atau IFES dan USAID. yang menyebutkan kemungkinan rawannya Pilkada Aceh dengan kekerasan. Hasil survey mereka menyebutkan, 55 persen masyarakat mengaku khawatir terhadap kemungkinan munculnya kekerasan dari para pendukung partai, kelompok anti separatis, aparat keamanan maupun dari mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka .

Kepala misi pemantau Uni Eropa untuk pemilu Aceh, Glyn Ford, menyatakan belum menerima laporan adanya intimidasi dan kekerasan menjelang pemilihan kepala daerah di Aceh. Menurut Ford, Pilkada di Aceh akan berlangsung damai dan lancar tanpa diwarnai aksi kekerasan. Ini terjadi, karena semakin menguatnya kesadaran di masyarakat Aceh, bahwa pemilu ini akan menyelesaikan masalah yang selama ini terjadi di wilayah mereka.

Menurut Glyn, kehadiran pemantau Uni Eropa di Aceh adalah untuk memastikan, Pilkada berjalan transparan dan hak politik masyarakat dapat disalurkan. Sebanyak delapan orang dalam kelompok pertama tim ini sudah tiba di Aceh akhir Oktober lalu. Sementara 36 orang sisanya dalam kelompok dua, akan tiba minggu kedua bulan November. Mereka bekerja secara independen untuk memantau pelaksanaan Pilkada, mulai dari kampanye hingga penghitungan suara.

Pilkada yang akan digelar serentak di 20 daerah di Aceh pada 11 Desember mendatang, akan diikuti oleh delapan pasangan calon Gubernur dan wakilnya mereka tampil melalaui jalur koalisi partai politik serta calon independen.

Senada dengan misi pemantau Uni Eropa, Forum LSM Aceh juga memperkirakan, kecil kemungkinan terjadinya kekerasan antar pendukung calon dalam Pilkada. Menurut Sekjen Forum LSM, Wiratmadinata, ini terjadi karena, dalam sejarah masyarakat Aceh, hubungan antara pendukung dengan pemimpin politik mereka berjalan dengan obyektif tanpa fanatisme yang berlebihan.

Meski demikian, Wiratmadinata, tidak menampik kemungkinan masih adanya potensi konflik, terutama jika ada masalah di seputar aturan teknis pemilihan. Masalahnya, laporan laporan sementara menyebutkan, banyaknya pelanggaran yang terjadi menjelang Pilkada, seperti pelanggaran soal mencuri start kampanye dan penggunaan simbol-simbol agama oleh pasangan calon tertentu.