1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tipis Harapan Sukses di Durban

6 Desember 2011

Konferensi iklim PBB di Durban hari Selasa (6/11) mulai memasuki segmen perundingan tingkat menteri, untuk mendorong kesepakatan iklim global jangka panjang yang mengikat. Namun harapan sukses amat suram.

https://p.dw.com/p/13NPA
Foto: UN/DW

Neraca sementara yang dapat ditarik dari konferensi iklim PBB di Durban, yang diikuti lebih dari 15.000 peserta dari 194 negara dan organisasi internasional, amat memprihatinkan. Para peserta hanya melancarkan taktik diplomasi dan berusaha membatasi kerugian.

Walaupun harapan sukses konferensi amat kecil, namun pimpinan sekretariat iklim PBB, Christiana Figueres tetap menebarkan optimisme.

“Seminggu pertama adalah pekan kerja konstruktif dan produktif. Kami membuat banyak keputusan yang kini dapat disahkan. Serta persiapan amat bagus bagi keputusan yang akan ditarik pekan ini“, ujarnya.

Christiana Figueres UN Klimabeauftragte in Durban Südafrika
Christiana FigueresFoto: AP

Dalam perundingan tingkat menteri, antara lain akan dibahas pembiayaan yayasan dana iklim hijau serta kelestarian hutan. Tapi tema utamanya adalah kelanjutan Protokol Kyoto, yang sejauh ini merupakan aturan internasional satu-satunya yang mengikat untuk emisi gas rumah kaca. Sejak menjelang konferensi iklim, banyak negara memandang Protokol Kyoto sudah tamat.

Pimpinan sekretariat iklim PBB, Figueres menilai pandangan itu terlalu terburu-buru. “Sejauh ini belum ada janji, karena semuanya masih dibahas. Tapi ketua kelompok kerja untuk Protokol Kyoto secara terbuka mengatakan, negara peserta kini memikirkan secara serius, bagaimana mereka memberlakukan periode wajib kedua, bukannya apakah itu akan ada“, paparnya lebih lanjut.

Cina pemeran utama perlindungan iklim

Klimawandel China
Pembangkit listrik di Cina memproduksi emisi CO2 amat besar.Foto: picture alliance / dpa

Dalam periode wajib kedua semacam itu, Uni Eropa sudah menyatakan siap menurunkan emisi karbon dioksidanya sebesar 30 persen. Syaratnya, negara-negara penghasil emisi terbesar di dunia, juga diwajibkan menurunkan emisinya. Sejauh ini Uni Eropa terikat kewajiban penurunan emisi sebesar 20 persen.

Cina adalah salah satu mitra potensial. Cina, dalam beberapa tahun terakhir menanamkan investasi amat besar dalam sektor energi terbarukan dan teknologi rendah emisi. Beijing juga menetapkan sasaran perlindungan iklim dalam rencana lima tahunan. Juru runding Cina pada konferensi iklim di Durban, Xie Zhenua mengajukan persyaratan, negara-negara produsen terbesar emisi karbon dioksida sedunia, juga harus dapat mengajukan rancangan konkrit bagi kesepakatan iklim setelah tahun 2020.

Komisaris iklim Eropa, Connie Hadegaard mengatakan, Uni Eropa telah melakukan pembicaraan bilateral dengan Cina. Tapi masih ditunggu, apakah kewajiban resmi sesuai kerangka konvensi iklim PBB juga akan ditaati.

Connie Hedegaard
Connie HedegaardFoto: picture-alliance/dpa

Hadegaard menambahkan :“Cina selalu mendukung kesepakatan iklim yang mengikat. Masalah utamanya adalah, apakah kesepakatan mengikat bagi Cina juga merupakan kewajiban bagi Cina. Itu kuncinya.“

Tanpa keikut sertaan Cina, yang saat ini merupakan salah satu produsen terbesar emisi karbon dioksida, kesepakatan iklim tidak akan berjalan. Pasalnya, AS yang juga juara dunia emisi karbon dioksida, saat ini tidak memiliki kemampuan lagi untuk secara politis melakukan perlindungan iklim. Kalangan ekonomi dan politik sudah mengetahui, vonis bagi masa depan yang lebih ramah iklim sudah dijatuhkan. Tapi, apakah pengetahuan ini dalam perundingan tingkat menter di Durban sudah matang, untuk menghasilkan janji mengikat, masih harus ditunggu hingga penutupan konferensi.

Helle Jeppesen/Agus Setiawan

Editor : Vidi Legowo-Ziperrer.