1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tokoh Islam Tawarkan Dialog kepada Kalangan Kristen

17 Oktober 2006

38 mufti besar dan ulama Islam menerima penjabaran Paus Benediktus XVI tentang pidatonya yang kontroversial di Regensburg. Surat terbuka mereka dipublikasikan lewat internet.

https://p.dw.com/p/CPBP
Paus Benedikt XVI ketika melaksanakan misa di Regensburg, Jerman, September lalu
Paus Benedikt XVI ketika melaksanakan misa di Regensburg, Jerman, September laluFoto: AP

Sebanyak 38 tokoh terkemuka Islam menawarkan "dialog hati dan batin" kepada kalangan Kristen. Dalam sebuah surat terbuka kepada Paus Benediktus XVI yang dipublikasikan lewat internet, para penanda-tangannya, yaitu para mufti besar dari 9 negara Islam dan ulama terkemuka dari 10 negara lainnya seperti Arab Saudi dan Iran, mengimbau dijauhinya "kemarahan di jalanan", serta dengan rasa saling menghormati dan pengertian melakukan dialog terbuka.

Hanya penentang Islam yang keras kepala lah, yang menganggap kalangan Muslim tidak punya kesediaan untuk mengadakan dialog damai. Ini berarti, kesediaan untuk berdialog dengan damai, bukan merupakan hal baru bagi semua penanda-tangan. Yang baru adalah bahwa sedemikian banyak tokoh moderat dan bijaksana dari negara-negara yang sangat berbeda, seperti Iran dan Marokko, Kosovo dan Malaysia, atau Turki dan Rusia, kini berkumpul merumuskan dan mempublikasikan posisi bersama.

Ini benar-benar luar biasa, karena umumnya, suara-suara yang tenang berdasarkan akal sehat hanya terdengar sesekali, dan kemudian tenggelam dalam keributan yang direkayasa oleh kalangan fanatik yang menarik orang-orang yang mudah terhasut di jalanan. Sekarang pun tentunya masih belum pasti, sejauh mana pengaruh dari imbauan ke-38 tokoh Muslim itu dapat mengimbangi kalangan yang fanatik.

Kiranya akan sangat bermanfaat bila surat terbuka itu bukan hanya muncul di situs internet Amerika, melainkan juga disebar-luaskan di masing-masing negara penanda-tangan itu sendiri. Memang surat itu ditujukan kepada Sri Paus, tetapi pada saat bersamaan, juga merupakan pesan kepada warga Muslim di seluruh dunia, tanpa menimbang kewarga-negaraannya dan tanpa menenggang persaingan turun temurun antara kelompok Sunni dan Syiah.

Dialog yang diinginkan tentunya tidak boleh hanya terbatas di tingkat teologi. Sebab terutama ini bukan merupakan saling pengertian di antara orang-orang yang memahami kitab suci tentang masalah agama dan teologi, melainkan hendaknya menjadi teladan bagi masyarakat luas, baik di kalangan Islam maupun di kalangan Kristen, yang tidak saling mengenal, merasa takut terhadap pihak lainnya, melakukan polemik bahkan sampai turun tangan. Jadi, surat dari ke-38 tokoh itu seharusnya menjadi imbauan politik kemasyarakatan untuk berdialog. Hal mana sangat dibutuhkan oleh kedua pihak.

Setidaknya sejak peristiwa 11 September, dialog serupa itu sudah dikehendaki oleh dunia Barat yang umumnya bernuansa Kristen. Tetapi kalau ditilik, keinginan berdialog yang diajukan tidaklah lebih dari tuntutan kepada kaum Muslim, agar menyamakan dirinya dengan masyarakat Barat. Dan walaupun berbagai dialog diselenggarakan secara bertubi-tubi, seringnya tidak terdapat titik temu. Pihak Muslim harus menelan tuduhan, bahwa mereka memudahkan datangnya kritik dari pihak Kristen, karena diantara mereka sendiri tidak terdapat kekompakan. Sedangkan pihak Kristen mengajukan tuntutan, tanpa menawarkan sesuatu.

Surat dari ke-38 tokoh Muslim itu merupakan tawaran. Tawaran itu harus dinilai serius dan diterima. Bukan hanya oleh Sri Paus, melainkan juga oleh orang biasa di Frankfurt, London atau Islamabad.