1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tren Hidup Minimalis Makin Marak

18 September 2017

Gaya hidup ramah lingkungan, sederhana dan tak boros jadi tren terbaru di kalangan kaum muda perkotaan. Tanpa banyak miliki barang, otomatis produk sampah yang makin sedikit dan ruang hidup yang dibutuhkan makin kecil.

https://p.dw.com/p/2kAXf
Japan Tokyo Dachgarten mit Reispflanzung
ilustrasiFoto: Imago/AFLO/Yoshio Tsunoda

Tren Hidup Minimalis Lawan Arus Konsumerisme

Semakin sedikit punya barang, semakin bagus. Tidak ada buku, hampir steril. Hidup dengan mengurangi jumlah barang sebagai prinsipnya.

Begitulah prinsip yang dianut Mimi, seorang pengikut aliran Minimalis. Ia memutuskan mengubah gaya hidupnya dua tahun lalu.

"Awalnya saya tidak sadar. Untuk gaya hidup ini ada namanya dan bahwa ini sebuah gaya hidup. Saya hanya punya sebuah impuls: ingin mengubah hidup saya, saya ingin mengurangi," papar Mimi Minimalistin.

Peluang bisnis baru

Hanya sedikit atau tidak memiliki barang sama sekali. Menyewa, bukan memiliki, adalah sebuah gaya hidup alternatif yang sudah ada di Jerman sejak lama. Menggunakan mobil tanpa memilikinya, bagi banyak orang sudah jadi bagian hidup sehari-hari. Mengapa tidak bisa untuk barang lain? Misalnya untuk telepon seluler? Begitu pertanyaan Michael Cassau. Dua tahun lalu ia mendirikan sebuah start-up, yang menawarkan sewa alat elektronik.

Michael Cassau yang pendiri Grover menjelaskan : "Sebagai konsumen, lebih efisien menggunakan produk selama perlu. Membayarnya per bulan dan lebih murah. Memasarkan itu di Jerman dan mungkin di seluruh dunia, juga mendekatkannya dengan konsumen. Itu tugas kami, dan kami jadikan tujuan."

Barang terbaru dan terbaik yang ada di pasaran. Itu yang diinginkan pelanggan dari Grover.

Mike Kotsch adalah pelanggan start up itu. Ia berusia 31 tahun dan ingin selalu menggunakan peralatan elektronik terbaru. Kalau bisa disewa tentu lebih baik. Hari ini ia mendapat robot penghisap debu terbaru. Robot ini bisa membersihkan apartemen secara independen.

Sewa ketimbang beli

Berkembang sangat cepat. Tidak perlu lagi untuk membeli. Karena dalam ritme tahunan model-model lebih baik dilempar ke pasar. Kalau membeli, kita akan terperangkap dengan variasi yang sudah ketinggalan jaman," papar Mike Kotsch.

Ia harus menyewa sedikitnya sebulan. Untuk kebebasan mengkonsumsi seperti ini, Mike bersedia membayar. Walaupun jika menyewa, konsumen bisa keluar uang 25 persen lebih banyak daripada jika membeli.

Bagi Mimi barang terbaru tidak penting. Ia naik sepeda tua. Bahkan gaya berbelanjanya berdasar pada nostalgia. Toko favoritnya terinspirasi Tante Emma Laden, jenis toko tua khas Jerman. Semua barang tidak dikemas, dan ramah lingkungan. Bagi Mimi yang warga Berlin, itulah yang terpenting. Untuk itu ia bersedia menyediakan waktu dan menempuh perjalanan jauh.

(DWInovator)