1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tren Otoritarianisme Modern di Dunia

23 Januari 2014

Kebebasan di seluruh dunia terus menurun selama delapan tahun terakhir, antara lain akibat kudeta militer di Mesir, otoritarianisme di Venezuela dan represi di Rusia. Demikan studi terbaru menyebutkan.

https://p.dw.com/p/1Aw44
Foto: Fotolia/lassedesignen

Erosi atas kebebasan sipil dan hak asasi manusia selama 2013 juga didorong oleh perang saudara yang ganas di Suriah, Republik Afrika Tengah, Sudan, Afghanistan, Somalia, Irak dan Yaman, demikian hasil survey terbaru yang dikeluarkan Freedom House.

Laporan itu menunjukkan bahwa 54 negara menunjukkan penurunan dalam soal jaminan atas hak politik dan kebebasan sipil, sementara 40 lainnya mengalami kemajuan – laporan 2013 ini menunjukkan catatan penurunan yang ke-delapan kalinya berturut-turut, dan merupakan tren penurunan terpanjang sejak Freedom House melakukan pemantauan atas kondisi kebebasan di seluruh dunia 41 tahun lalu.

Satu tahun yang lalu, lembaga yang berbasis di Washington ini menunjuk gerakan pro demokrasi Musim Semi Arab di Kairo 2011 sebagai sebuah tanda harapan bagi reformasi di Mesir dan mendesak Washington untuk mendorong perubahan tersebut. Tapi hasilnya kini adalah kudeta yang menyingkirkan Mohamed Mursi, presiden pertama yang terpilih secara demokratis di negara itu.

“Amerika Serikat punya pengaruh di Mesir, kita memberikan bantuan besar bagi militer Mesir, tapi kita tak bersedia bahkan untuk menggambarkan apa yang terjadi sebagai sebuah kudeta, dan Menteri Luar Negeri John Kerry mengatakan pada 1 Agustus lalu, bahwa Mayor Jendral Abdel-Fattah el-Sissi dan angkatan bersenjata yang kini berkuasa sedang ”memperbaiki demokrasi”,” kata direktur riset Freedom House Arch Puddington.

“Kita melihat perkembangan di Mesir sejak kudeta sebagai sebuah kemunduran besar,” kata Puddington. "Kondisi di Mesir kini hampir sama bahaya dengan kondisi di bawah Husni Mubarak sebelum Musim Semi Arab.”

Otoritarianisme baru

Freedom House mengungkapkan kecemasan atas sebuh tren totalitarianisme gaya baru, dalam bentuk demokrasi palsu, di mana partai atau kelas yang berkuasa melumpuhkan oposisi, mengkooptasi media massa dan mengikat kaki kelompok sipil, tanpa menghancurkan atau melarang mereka. Pemilihan umum dilaksanakan secara relatif bebas dan terbuka, tapi selalu punya kecenderungan mendukung kelompok yang berkuasa.

Freedom House menyebut ini sebagai “otoritarianisme modern” dan mengutip pemilu tahun lalu di Zimbabwe, Venezuela dan Ekuador sebagai contoh tren tersebut. Mereka juga menunjuk dominasi pemerintahan Rusia di televisi dan pembubaran kantor berita independen RIA Novosti yang di-merger dengan media berhaluan nasionalis Russia Today.

Ukraina di bawah Presiden Viktor Yanukovych juga memperolah kontrol terhadap media dan melakukan sensor atas kandidat oposisi, kata Freedom House.

Mereka juga mencatat bahwa Cina menekan lembaga pemberitaan dengan menunda atau menahan visa bagi para reporter asing yang menulis isu pelanggaran hak asasi manusia atau tentang kepentingan bisnis para pemimpin Cina dan keluarga mereka.

Turki memberi gambaran wajah Eropa yang mengkhawatirkan dengan memenjarakan wartawan paling banyak dibanding negara lain di dunia, dan dengan menekan media untuk menjual saham mereka kepada kroni pemerintah yang berkuasa.

ab/hp (ap,rtr,afp)