1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mantan Menhan AS Sebut Trump Berusaha Memecah Belah Negara

4 Juni 2020

Meski di masa lalu sebut tak pantas mengecam presiden yang sah, Mantan Menhan AS Jim Mattis kini muncul dengan kritik pedas terhadap Presiden AS Donald Trump. Ia menuduh Trump berusaha memecah belah Amerika.

https://p.dw.com/p/3dE5g
James Mattis
Foto: picture-alliance/AP/C. Kaster

Mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Jim Mattis pada Rabu (03/06), mengkritik mantan bosnya Donald Trump, dengan sebuah pernyataan yang menuduh presiden AS itu berusaha menabur perpecahan di AS.

“Donald Trump adalah presiden pertama dalam hidup saya yang tidak sedikitpun berusaha menyatukan warga Amerika, berpura-pura mencoba pun tidak,” kata Mattis dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan secara online oleh majalah The Atlantic.

“Dia malah mencoba memecah belah kita,” tambahnya.

Mattis mengkritik keputusan Trump yang menggunakan kekuatan militer untuk menindak aksi unjuk rasa yang berlangsung atas tindakan kepolisian yang menyebabkan kematian seorang pria kulit hitam, George Floyd.

Mattis juga menyatakan bahwa Trump sedang menyiapkan “konflik palsu” antara militer dan masyarakat sipil.

Mattis juga lontarkan kritik pedas terhadap aksi Trump yang berpose dengan sebuah alkitab di sebuah gereja bersejarah pada Senin (01/06). Untuk melanggengkan aksi Trump ini, para penegak hukum disebut secara paksa mengosongkan Lafayette Square, yang berada di seberang Gedung Putih, dari para demonstran yang melakukan unjuk rasa secara damai.

Mattis mengatakan dirinya tidak pernah membayangkan pasukan militer “akan diperintahkan dalam keadaan apa pun untuk melanggar hak-hak konstitusional warga negara, apalagi hanya untuk sebuah aksi berfoto bagi Trump, dengan pimpinan militer berdiri di sampingnya.”

Kritik pedas semacam ini jarang terjadi karena Mattis di masa lalu mengatakan bahwa tidak pantas baginya mengecam seorang presiden yang sah. Namun, pada Rabu (03/06), Mattis menuduh Trump berusaha memecah belah Amerika dan secara tegas mengecam tindakan militerisasi terhadap kerusuhan sipil yang terjadi.

Sebelumnya pada Rabu (03/06), Menteri Pertahanan AS Mark Esper beri sinyal bahwa dirinya tidak mendukung keputusan Trump menerjunkan pasukan militer untuk berpatroli di negara itu.

“Pilihan untuk menggunakan pasukan tugas aktif dalam peran penegakan hukum seharusnya hanya digunakan sebagai pilihan terakhir dan hanya dalam situasi paling mendesak dan mengerikan. Kita tidak berada dalam salah satu dari situasi itu sekarang,” katanya dalam sebuah konferensi pers.

Trump sebelumnya meminta para gubernur untuk mengerahkan pasukan Garda Nasional AS untuk menangani aksi unjuk rasa yang berubah menjadi aksi anarkis, dan mengancam bahwa dirinya dapat mengirim pasukan militer aktif jika pasukan Garda Nasional tidak mampu menangani kerusuhan tersebut. (Ed: gtp/pkp) (AP, AFP)