1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tsunami Bawa Perdamaian di Aceh

24 Desember 2009

Peristiwa gempa bumi dan tsunami serta perdamaian punya kaitan penting di Aceh. Salah satu hikmah bencana alam dasyat ini adalah terlaksananya perdamaian damai antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.

https://p.dw.com/p/LCzg
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) menjabat tangan salah satu mantan petinggi GAM Zaini Abdullah (kanan) dalam acara setahun peringatan perjanjian perdamaian di AcehFoto: AP

Tsunami yang terjadi 5 tahun lalu di Aceh bukan hanya mendatangkan simpati dan bantuan dari berbagai belahan dunia, tetapi juga mendorong terciptanya perdamaian di Aceh. Konflik yang berlangsung 30 tahun dapat diakhiri melalui perundingan di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005. Rintisan perdamaian memang telah diupayakan sebelum tsunami, tetapi bencana alam yang mendapat perhatian dunia tersebut membuat tekanan agar para pihak yang bertikai dapat mengakhiri konflik.

Banyak perubahan yang terjadi di Aceh dalam masa perdamaian itu. Untuk pertama kali di bawah undang-undang pemerintah Aceh, wakil independen dapat ikut serta dalam pemilihan kepala daerah. Sementara dalam pemilihan umum yang bebas tahun ini partai lokal dapat menyertakan wakilnya dalam pemilihan parlemen daerah. Partai Aceh yang didirikan GAM mendominasi hasil pemilihan. Sekarang banyak wakil GAM yang duduk bukan hanya di parlemen tapi juga menjabat sebagai kepala daerah.

Sementara itu bantuan dari berbagai belahan dunia untuk membangun kembali Aceh setelah peristiwa gempa bumi dan tsunami telah berhasil menata kembali daerah yang porak poranda akibat bencana alam dan konflik tersebut. Komitmen negara dan lembaga donor berhasil direalisasikan sebesar 6,7 milyar dollar atau 93 persen dari komitmen awal senilai 7,2 milyar dollar. Wajar jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berterima kasih atas solidaritas membangun Aceh dan kontribusi masyarakat internasional.

Walaupun demikian hasil yang dicapai belum memberikan kepuasan bagai masyarakat. Terdapat sejumlah masalah yang belum direalisasikan sesuai perjanjian damai di Helsinki. Pembangunan dalam bidang ekonomi juga dirasakan tidak merata dan berjalan seperti yang direncanakan. Awal bulan Desember ini, dalam kunjungan kedua kali ke Aceh, fasilitator perjanjian damai, mantan perdana menteri Finlandia yang juga pimpinan Crisis Management Initiative, Marthi Arthisari, menyoroti pembangunan bidang ekonomi di Aceh.

Pemenang hadiah Nobel Perdamaian tahun 2008 itu meminta negara donor tetap membantu Aceh. Marthi Arthisari menyatakan perdamaian berjalan baik meskipun terdapat sejumlah masalah yang masih harus diselesaikan.

Pemimpin tertinggi Gerakan Aceh Merdeka Hasan Tiro, setelah puluhan tahun tinggal di Swedia, baru-baru ini berada di Aceh dalam kunjungan kedua kalinya. Meski tidak menetap di Aceh, tapi makna kunjungan itu telah menunjukkan perdamaian terwujud seperti yang diharapkan di Aceh. Alat musik tradisional Aceh, seurene kalee dapat kembali mengalun dan memeriahkan suasana kunjungan Hasan Tiro, sama hal nya dengan saat peringatan 5 tahun tsunami 26 Desember 2009 ini.

Uzair

Editor: Hendra Pasuhuk