1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

200111 Tunesien Aufbruch

20 Januari 2011

Meskipun masih banyak masalah dan masih banyak pertanyaaan. Sebagian besar warga Tunisia dapat bernafas kembali, dari aksi- aksi anarkis yang terjadi pada beberapa hari belakangan ini.

https://p.dw.com/p/1003I
Demonstrasi masih berlangsung di ibukota Tunis, Rabu (19/01)Foto: AP

Makin banyak warga merasa bersuka cita atas era baru di Tunisia. Tunisa dapat bergembira dan berbangga sebagai negara Arab pertama yang melakukan revolusi, walaupun belum rampung. Tapi yang jelas adalah, revolusi yang berlangsung tanpa diembel-embeli islamise. Dan warga Tunisia juga bangga dengan hal ini.

"Apakah Anda melihat orang berjanggut atau pemuda Tunisia membakar bendera Amerika? Apakan Anda melihat orang yang meneriakkan "Ganyang Amerika" atau "Ganyang Israel"? Apa yang diserukan adalah "martabat dan kebebasan", bukan lainnya. Kami rakyat yang toleran dan bebas. Hal itu mengalir dalam pembuluh darah setiap warga Tunisia," dikatakan seorang warga.

Para pengamat politik melihat Tunisia sudah berada dalam arah yang benar, meskipun semua tahu, beberapa minggu ke depan situasinya masih sulit. Berapa sulit, bisa dilihat bagaimana pembentukan kabinet pertama yang harus diputuskan oleh pemerintahan transisi saat ini. Mungkin karena kembali timbulnya sejumlah demonstrasi yang digelar para penentang rezim lama di kota Tunis dan beberapa kota lainnya.

Tiga menteri dari jajaran kesatuan serikat buruh UGTT telah mundur dari kabinet sebelum dilantik, karena mereka menolak anggota kabinet dari partai milik pemerintah yang lama, RCD. Juga tokoh demokrasi liberal Mustafa Ben Jafaar tidak ingin melibatkan diri dalam pemerintahan, padahal ia seharusnya menjabat sebagai menteri kesehatan.

Sejumlah tokoh oposisi bersedia ikut pemerintahan transisi. Diantaranya, Ahmed Bouazzi, juru bicara partai demokrasi progresif, DPD. Ben Ali mengakui partai ini dan memperbolehkan untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum, sehingga partai ini dituduh sebagai partai oposisi gadungan.

"Orang tak dapat memiliki segalanya. Kami tidak akan mundur, karena kami tidak menginginkan kekacauan dan kevakuman kekuasaan. Ada kekhawatiran, bahwa militer akan mengambilalih kekuasaan dan itu tidak kami harapkan. Kami ingin melembagakan demokrasi, bagi 78 warga Tunisia yang tewas," Ahmed Bouazzi mengutarakan alasan keikutsertaannya dalam pemerintahan.

Sementara itu, warga di luar ibukota tidak menginginkan revolusi mereka dicairkan oleh para politisi, mereka tetap waspada. "Jika tidak beres, kami akan turun lagi ke jalan demi hak demokrasi. Ini tuntutan kami," dikatakan seorang pria. Lainnya menambahkan, "Warga Tunisia telah lama kehilangan martabatnya. Kami telah 23 tahun hidup di bawah sepatu seorang diktator yang telah menginjak -injak hak dasar, misalnya kebebasan menyampaikan pendapat."

Alexander Göbel/Miranti Hirschmann

Editor: Yuniman Farid