1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Konflik

Turki Ingin Pasukan Armenia Tinggalkan Tanah Azeri

13 Oktober 2020

Ankara mendukung Azerbaijan untuk merebut kembali "tanahnya sendiri" di Nagorno-Karabakh, kata menteri pertahanan Turki. Azerbaijan mendorong agar Turki diberi peran lebih besar dalam pembicaraan damai.

https://p.dw.com/p/3jpT8
Tentara Armenia
Tentara Armenia berjaga di wilayah Nagorno-Karabakh (30/09)Foto: Armenian Defense Ministry/AP/picture-alliance

Di tengah gencatan senjata yang gagal di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh, Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar kembali menyatakan dukungan Ankara kepada Azerbaijan "untuk mengambil kembali tanahnya sendiri". Akar menyampaikan hal tersebut selama melakukan panggilan telepon dengan Menteri Pertahanan Rusia, Sergey Shoigu pada hari Senin (12/10).

Pejabat Turki itu juga mengatakan kepada Shoigu bahwa Armenia perlu mengakhiri serangannya dan "menarik diri dari tanah yang diduduki."

Wilayah Nagorno-Karabakh secara resmi merupakan bagian dari sekutu Turki, Azerbaijan, tetapi dihuni oleh orang Armenia dan dikendalikan oleh pemerintah yang didukung Armenia. Bentrokan terbaru antara pasukan Azerbaijan dan Armenia telah merenggut ratusan nyawa.

Kedua negara pecahan Soviet bertemu untuk bernegosiasi di Moskow pada Jumat (09/10) lalu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov sebagai mediator. Setelah 10 jam perundingan alot, kedua belah pihak menyetujui gencatan senjata sementara yang mulai berlaku pada hari Sabtu (10/10). Namun, baik Armenia maupun Azerbaijan sejak itu saling menuduh melancarkan serangan baru.

Pejabat Azeri juga menekankan gencatan senjata itu bersifat sementara dan bahwa mereka berencana untuk merebut lebih banyak wilayah.

Tak ada ruang untuk Turki?

Di Moskow, kedua belah pihak sepakat bahwa pembicaraan tentang solusi yang lebih permanen akan dimediasi oleh Grup Minsk - Prancis, Rusia, dan AS - yang dibentuk oleh Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE). OSCE juga melibatkan Turki dan beberapa kekuatan regional lainnya sebagai anggota. Badan tersebut dibentuk pada tahun 1992, tetapi sejauh ini gagal mencapai perubahan substansial dalam konflik Nagorno-Karabakh.

Azerbaijan menyarankan agar Turki diberi peran yang lebih besar dalam pembicaraan damai.

Ketika ditanya tentang saran itu pada hari Senin (12/10), Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan bahwa tidak ada perubahan yang dipertimbangkan dalam format pembicaraan.

"Pernyataan bersama di Moskow menegaskan keabadian proses negosiasi, format pembicaraan," katanya seperti dikutip oleh kantor berita Azerbaijan Salam.

Ankara sebelumnya memuji kesepakatan Moskow sebagai "langkah pertama yang penting" tetapi mengingatkan bahwa kesepakatan itu tidak akan menggantikan perjanjian perdamaian permanen.

Selama panggilan telepon antara Akar dan Shogu pada hari Senin (12/10), Akar memperingatkan bahwa "Azerbaijan tidak akan menunggu 30 tahun lagi untuk mendapatkan solusi."

rap/hp (Reuters, Interfax, AFP)