1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

UAE-Bahrain-Israel Tandatangani Kesepakatan Damai

16 September 2020

Presiden AS Donald Trump memimpin penandatanganan normalisasi hubungan diplomatik antara Israel, Uni Emirat Arab, dan Bahrain. Palestina sebut kesepakatan ini bentuk pengkhianatan dari sesama bangsa Arab.

https://p.dw.com/p/3iWyV
Israel, UEA dan Bahrain jalin kesepakatan damai
Penandatanganan normalisasi hubungan diplomatik antara Israel, Bahrain dan UEA dilaksanakan di Gedung Putih ASFoto: Getty Images/AFP/S. Loeb

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kesepakatan normalisasi hubungan antar negara yang ditandatangani pihaknya dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain dapat "mengakhiri konflik Arab-Israel untuk selamanya”. Netanyahu mengungkapkan hal itu di Gedung Putih, Amerika Serikat (AS) pada Selasa (15/09).

"Hari ini adalah poros sejarah, kesepakatan menandai awal baru perdamaian," kata Netanyahu kepada wartawan.

"Lama setelah pandemi hilang, perdamaian yang kami buat hari ini akan bertahan," tambahnya.

Netanyahu mengatakan ia berharap langkah ini suatu hari akan diikuti oleh negara-negara Arab lainnya.

Menanggapi pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri UEA Abdullah bin Zayed Al-Nahyan secara pribadi berterima kasih kepada Netanyahu karena "memilih perdamaian dan menghentikan aneksasi wilayah Palestina."

"Kami di sini sore ini untuk mengubah arah sejarah,'' kata Trump kepada ratusan orang yang berkumpul di Halaman Selatan Gedung Putih.

“Setelah beberapa dekade perpecahan dan konflik, kami menandai awal Timur Tengah yang baru,” tambahnya. 

Penandatanganan normalisasi hubungan diplomatik
Amerika Serikat memfasilitasi penandatanganan normalisasi hubungan Israel, Bahrain dan UEAFoto: Getty Images/AFP/S. Loeb

Tetapi beberapa analis mengatakan bahwa pencapaian sebenarnya dari kesepakatan itu sebenarnya sederhana. Yakni alasan bahwa mereka meresmikan hubungan antara negara-negara karena ketegangan telah mereda, dan bahwa ketiganya memiliki kepentingan untuk menentang pengaruh Iran di wilayah mereka.

Sementara itu, di tengah berlangsungnya penandatanganan kesepakatan, roket ditembakkan ke wilayah selatan Israel dari Jalur Gaza yang dikuasai Hamas. Dua orang alami luka ringan.

Perjanjian tersebut tidak secara langsung menangani konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Meskipun Israel telah berjanji untuk membekukan rencananya untuk mencaplok wilayah Tepi Barat.

Palestina sebut kesepakatan itu bentuk pengkhianatan

Otoritas Palestina menganggap kesepakatan itu sebagai pengkhianatan dari sesama bangsa Arab. Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Selasa (15/09) bahwa perjanjian itu tidak akan mengarah pada perdamaian regional.

"Perdamaian, keamanan dan stabilitas tidak akan tercapai di kawasan itu sampai pendudukan Israel berakhir," ujar Abbas.

"Masalah utamanya bukanlah antara negara-negara yang menandatangani perjanjian dan otoritas pendudukan Israel, tetapi dengan rakyat Palestina yang menderita di bawah pendudukan,” tambahnya. 

Arab Saudi mengeluarkan pernyataan yang mendukung posisi Palestina, dengan mengatakan bahwa "Arab Saudi berdiri di samping rakyat Palestina dan mendukung semua upaya yang bertujuan untuk mencapai solusi yang adil dan komprehensif untuk masalah Palestina, yang memungkinkan rakyat Palestina untuk mendirikan negara Palestina merdeka sesuai garis tapal batas 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya, sesuai dengan keputusan legitimasi internasional dan Inisiatif Perdamaian Arab. "

Iran dan Turki juga sama-sama mengutuk kesepakatan itu. Ini menandakan akan ada perubahan besar di kawasan tersebut, terutama jika Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya menyusul langkah UEA dan Bahrain.

Pendukung Trump berharap kesepakatan itu akan meningkatkan citra capres dukungannyanya menuju pemilihan presiden AS pada November mendatang.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan anggota parlemen menyerukan rincian lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya ada di balik kesepakatan itu.

pkp/rap (dpa, AFP, AP)