1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Diskusi di Jerman: Apa Uni Eropa Bakal Jadi Adidaya Nuklir?

Volker Witting
20 Februari 2024

Jerman sibuk mendiskusikan kepemilikian senjata nuklir bagi Eropa. Meski mustahil, narasi itu mencerminkan kekhawatiran besar bahwa perlindungan payung nuklir Amerika Serikat kelak tidak lagi terjamin.

https://p.dw.com/p/4ccET
Rudal nuklir AS
Peluru kendali balistik berhulu ledak nuklir milik ASFoto: Jim Lo Scalzo/EPA/dpa/picture alliance

Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius meradang karena tema senjata nuklir kembali didiskusikan di media nasional. "Tidak ada alasan saat ini untuk membahas payung nuklir," kata dia dalam sebuah wawancara dengan televisi Jerman, ARD.

Beberapa hari silam, calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, mengancam bakal menarik dukungan militer untuk NATO jika Eropa belum menetapkan anggaran pertahanan sebesar dua persen. Padahal dalam naskah perjanjian disebutkan, serangan terhadap salah satu negara anggota berarti deklarasi perang terhadap seluruh anggota NATO.

Dalam skenario invasi, setiap negara diwajibkan mengintervensi, "termasuk dengan penggunaan kekuatan senjata," begitu menurut naskah perjanjian NATO.

Eropa sebagai adidaya nuklir

Pidato Trump sebabnya menerbitkan keraguan di Parlemen Eropa terkait komitmen AS melindungi Eropa dengan payung nuklir. Wakil Ketua Parlemen Eropa, Katarina Barley, bahkan mengusulkan agar Uni Eropa membeli senjata nuklirnya sendiri. Adapun Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner mengusulkan kerja sama yang lebih intensif dengan adidaya nuklir Eropa seperti Inggris atau Prancis.

Namun gagasan UE sebagai kekuatan nuklir dunia ditepis Karl-Heins Kamp, bekas pejabat NATO dan Kementerian Pertahanan Jerman yang kini meneliti untuk wadah pemikir DGAP di Berlin. Menurutnya, jangankan adidaya nuklir, "UE saja belum punya angkatan tempurnya sendiri," kata dia. "Kita belum punya struktur militer. Kita tidak punya satu pemerintahan. Semua itu adalah syarat bagi sebuah kekuatan nuklir," imbuhnya.

"Eropa harus punya seorang presiden, seorang kepala negara yang memutuskan penggunaan senjata nuklir. Selama kita belum memilikinya, maka semua diskusi tentang Eropa sebagai adidaya nuklir menjadi percuma."

Bisnis Bunker Naik Daun Akibat Perang

Bertumpu pada payung nuklir AS

Perdebatan tentang senjata nuklir milik Uni Eropa adalah "perdebatan yang sangat tipikal Jerman dan tidak dibahas di negara lain," kata Kamp. Tentunya tidak di Eropa Timur, di mana kedekatan dengan Rusia menjadikan nyata ancaman serangan nuklir.

Dia meyakini, UE belum akan mampu menghimpun angkatan bersenjatanya sendiri dalam waktu dekat, "karena ditolak negara-negara Eropa Timur," tuturnya. "Mereka berkata, di mana UE tanpa Amerika dalam perang yang dilancarkan Rusia terhadap Ukraina?," kata Kamp.

Maximilian Terhalle, Guru Besar Politik Keamanan di Universitas Kiel, Jerman, sebaliknya berpandangan lain. "Jika Trump menang dan Eropa tidak siap, UE akan mudah diperas. Sebab itu, Eropa harus memperkuat diri dengan senjata nuklir," tuturnya.

Namun diskusi nuklir berlangsung lebih alot di Jerman yang sejak 1954 bergantung kepada payung nuklir AS dalam menghadapi ancaman Rusia. "Sebuah negara yang hingga akhir Perang Dunia kedua masih sangat agresif, melancarkan dua perang dunia, adalah bukan negara yang bisa dipercaya mengemban senjata nuklir," kata Karl-Heins Kamp dari Masyarakat Jerman utuk Kebijakan Luar Negeri, DGAP.

"Mereka yang bicara soal senjata nuklir, tidak sedang membahas senjata nuklir milik Jerman. Karena Jerman telah menandatangani pakta nonproliferasi dan berkewajiban memusnahkan senjata nuklir," imbuhnya. "Jerman sebagai adidaya nuklir akan memicu rasa takut, hanya dengan alasan sejarah."

(rzn/hp)

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!