1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

260309 EU Flüchtlinge

27 Maret 2009

Pengungsi membanjiri kamp-kamp di pulau Lampedusa dan pulau Malta. Sementara itu, Uni Eropa membahas kebijakannya mengenai pengungsi.

https://p.dw.com/p/HKnc
Pengungsi dari Afrika yang tertangkap di pelabuahn LampedusaFoto: DW/Pretersmann

Di Italia, 70 persen dari para pendatangnya mengajukan permohonan suaka. Sekitar 50% diantaranya diakui sebagai pengungsi yang berhak meminta suaka. Namun prosesnya tidak mudah. Ribuan orang menyeberangi lautan dari Afrika menuju Eropa setiap tahunnya. Tak banyak pengungsi yang selamat dalam perjalanan berbahaya itu maupun yang berhasil mencapai tujuan akhir, karena sebelumnya mereka sudah ditahan di Pulau Lampedusa dan Pulau Malta.

Ketika Komisaris Peradilan Uni Eropa Jacques Barrot belum lama ini mengunjungi kamp pengungsi di Pulau Lampedusa dan Pulau Malta, ia tampak marah melihat situasi di sana. Selanjutnya juru bicara komisi, Johannes Laitenberger, di Brüssel mengimbau uluran bantuan dari negara-negara Uni Eropa, "Dalam situasi ini, komisi mengambil kebijakan untuk mengorganisasi solidaritas, guna membantu para pengungsi dan negara-negara anggota Uni Eropa yang berusaha menangani situasi itu."

Solidaritas dalam menerima pengungsi merupakan satu aspek dalam masalah pelik ini. Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri Jerman Wolfgang Schäuble pada tahun 2005 pernah menyarankan jalan keluar yang kontroversial sehubungan masalah pengungsi di Uni Eropa. Ketika itu Wolfgang Schäuble mengatakan, "Disamping pengawasan perbatasan yang lebih efisien, perlu upaya-upaya untuk mengatasi sumber masalah. Selain itu harus ada kerjasama antara negara-negara tetangga.“

Konsep ini dijalankan selama beberapa tahun oleh Uni Eropa, yakni dengan upaya-upaya untuk mencegah adanya arus pengungsi. Demikian kritik yang terdengar mengenainya. Komisaris Tinggi PBB Untuk Urusan Pengungsi Antonio Guteres adalah salah seorang pengritik kebijakan itu. Ia mengatakan, "Perlindungan perbatasan yang lebih baik dan mengupayakan solusi jangka panjang di negara asal para pengungsi merupakan upaya yang terpuji. Namun itu tak boleh mengubah tanggungjawab Eropa untuk memberikan suaka kepada mereka yang membutuhkannya. Eropa merupakan benua yang terbuka untuk suaka dan harus tetap begitu.”

Empat tahun lalu, anggota parlemen Eropa dari Jerman, Wolfgang Kreissl-Dörfler, bersama sebuah delegasi Uni Eropa pernah mengunjungi Lampedusa, dan ketika itupun amat terkejut melihat kondisi kamp pengungsi. Ia mengatakan, sampai kini tidak melihat perbaikan. Malah menurut dia, badan-badan imigrasi yang menanganinya sengaja berusaha menempatkan semua pengungsi dalam kategori pendatang ilegal.

"Semua pengungsi dianggap sama, dan itu bermasalah, karena yang satu bisa jadi memang pengungsi ekonomi, tapi banyak pengungsi lainnya yang betul-betul berhak meminta suaka. Dan baik di Yunani, maupun di Italia, tak ada yang memberikan informasi mengenai hak-hak suaka para pengungsi itu yang sebenarnya. Sebaliknya mereka malah langsung ditahan untuk dipulangkan ke negaranya“, begitu ungkapnya.

Wolfgang Kreissl-Dörfler mengritik Uni Eropa karena tidak pernah memberikan peringatan kepada negara-negara yang bertindak seperti Yunani dan Italia. Disebutkannya, arus pengungsi tidak saja datang dari Afrika menuju negara-negara di di Lautan Tengah melainkan juga dari Eropa Timur menuju Eropa Barat. Dan Uni Eropa tampaknya masih jauh dari target kerjasama yang terkoordinasi maupun dari kebijakan pengungsi bersama. (ek)