1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

KTT Asia - Eropa: UE Ingin Perluas Kerjasama di Indo-Pasifik

Priyanka Shankar
30 November 2021

Dalam KTT Asia-Eropa ke-13, pemimpin Uni Eropa memperbarui komitmen mendukung Asia. Namun para ahli mengatakan, UE perlu memahami harapan Asia agar bisa lebih berpengaruh.

https://p.dw.com/p/43eLM
KTT ASEM ke-13
KTT ASEM ke-13 digelar virtualFoto: picture alliance/Xinhua News Agency

Para pemimpin Eropa memperbarui seruan untuk memperkuat hubungan diplomatik dengan negara-negara Indo-Pasifik di tengah ketegangan geopolitik yang ditimbulkan oleh Cina dan perubahan hubungan trans-Atlantik selama Donald Trump memimpin Amerika Serikat (AS).

Pada Pertemuan Asia-Eropa (ASEM) ke-13 pekan lalu yang diselenggarakan oleh Kamboja. Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menekankan bahwa "Asia penting bagi Eropa."

Dalam konferensi virtual selama dua hari ini, para pemimpin dari Uni Eropa (UE) dan Asia juga sepakat bekerja sama untuk menghidupkan kembali ekonomi, meningkatkan kelancaran rantai pasokan, mempromosikan digitalisasi dan bekerja untuk mencapai masyarakat yang inklusif dan rendah karbon.

Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengatakan pentingnya bertindak dalam kerangka strategi Indo-Pasifik Uni Eropa, yang menguraikan minat blok itu dalam meningkatkan kerja sama militer, perdagangan, kesehatan, infrastruktur, dan kerja sama di bidang lingkungan.

"Kami memutuskan untuk memperkuat fokus dan tindakan strategis kami dengan kawasan ini, dan Strategi Kerja Sama UE baru dengan Indo-Pasifik adalah sinyal yang kuat," ujar Charles Michel dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan ASEM.

Garima Mohan dari German Marshall Fund menyambut baik pernyataan tersebut. "Telah terjadi pergeseran global dalam hubungan luar negeri di mana kekuatan Barat berfokus pada kawasan Indo-Pasifik," kata Mohan kepada DW. "Mengenai UE, yang berbeda sekarang bukanlah jejak blok itu di Indo-Pasifik, tetapi pemahaman bahwa UE perlu melihat kawasan ini secara lebih strategis dibandingkan pada masa lalu," tambahnya.

Berkembangnya minat baru terhadap Indo-Pasifik

Indo-Pasifik sebelumnya tidak dianggap sebagai kawasan yang menarik bagi UE.

"Dua tahun lalu, para pemimpin UE bahkan tidak akan menggunakan istilah Indo-Pasifik karena dianggap 'anti-Cina' dan masih dianggap demikian oleh beberapa negara UE yang bergantung pada pasar Cina untuk pertumbuhan ekonominya," kata peneliti dan dosen di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura, Frederick Kliem, kepada DW. 

"Ketertarikan terhadap kawasan ini benar-benar dimulai pada masa jabatan kedua Presiden AS Barack Obama, saat Amerika mengubah prioritas strategisnya dengan berfokus pada Indo-Pasifik akibat ketegangan geopolitik dengan Cina. Ini membuat UE sadar bahwa AS, salah satu sekutu terkuatnya, tidak lagi memprioritaskan 'masalah Rusia' yang dihadapi UE," kata Kliem.

Menurut survei Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa baru-baru ini, beberapa negara anggota UE lebih memilih pendekatan ekonomi kepada kawasan itu, alih-alih pendekatan strategis, untuk menegaskan netralitas mereka dan tidak memilih antara AS dan Cina.

Apakah Cina ancaman bagi keamanan?

Namun, Mohan dari German Marshall Fund berpendapat bahwa UE seharusnya tidak bersikap netral terhadap Cina. "Ketika terjadi ketegangan tinggi, Anda tidak bisa tetap netral," katanya. "Dalam cara tertentu, netralitas juga sudah merupakan sebuah sikap."

"Apa yang saya temukan menarik dalam strategi Indo-Pasifik ini adalah bahasa yang menawarkan pendekatan multidimensi terhadap Cina. Uni Eropa mengatakan akan bekerja sama dengan Cina untuk tujuan ekonomi tetapi ketika ada perbedaan nilai fundamental, Uni Eropa akan menentangnya," kata Mohan. 

Kapal militer milik AS dan Jepang berpatroli rutin di kawasan Indo-Pasifik
Ketegangan di kawasan Indo-Pasifik meningkat dalam beberapa tahun belakangan. AS, India, Jepang, dan Australia melihat Cina sebagai ancaman.Foto: picture-alliance/Newscom

Saat pengaruh Cina kian bertumbuh di seluruh dunia, AS dan negara-negara seperti India, Jepang, dan Australia pun melihat Cina sebagai ancaman keamanan. Akan tetapi bagi UE, menihilkan pengaruh Cina adalah tantangan mengingat negara itu juga adalah mitra dagang terbesar.

Kliem yakin bahwa negara-negara Eropa lebih peduli dengan ancaman dari Rusia daripada Cina.

"Cina bukanlah masalah keamanan bagi Eropa. Eropa khawatirkan Rusia," kata Kliem. "Jadi jika ini masalahnya, mengapa Anda mempertaruhkan hubungan ekonomi yang penting dengan Cina dengan cara mengalokasikan lebih banyak anggaran ke bidang militer dan pertahanan di daerah-daerah yang jauh di Indo-Pasifik?"

Kliem juga yakin bahwa UE perlu mengubah pendekatannya terhadap kawasan Indo-Pasifik dengan lebih memahami harapan para mitra di sana. Selain itu, pada pertemuan ASEM baru-baru ini, UE berjanji untuk menegakkan demokrasi dan supremasi hukum di kawasan itu.

"Ini adalah strategi yang sejalan dengan nilai-nilai UE. Salah satu cara mewujudkannya adalah dengan setuju untuk berinvestasi dalam berbagai proyek, asalkan memenuhi ketentuan hak asasi manusia dan standar ketenagakerjaan tertentu," kata Kliem.

Dia menambahkan bahwa beberapa negara Asia bergantung kepada investasi dari Cina. Menurutnya, kepentingan UE di kawasan itu dapat menawarkan alternatif pendanaan bagi negara-negara itu.

"Jadi dengan cara ini, UE dapat terus membuat perbedaan di kawasan ini dan melawan pengaruh Cina serta negara lain tanpa menggunakan jalan militer." (ae/hp)