1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

200611 Westerwelle Assad

20 Juni 2011

Para menteri luar negeri Uni Eropa Senin (20/7) sepakati sanksi berikutnya terhadap Suriah. Menlu Jerman Westerwelle kembali serukan DK PBB untuk keluarkan resolusi terhadap pemerintahan Suriah.

https://p.dw.com/p/11fmf
Presiden Suriah Bashar al-AssadFoto: dapd/Syrian TV

Para menteri luar negeri Uni Eropa sepakat untuk memperluas sanksi terhadap Suriah. Pada hari-hari mendatang akan mulai diterapkan larangan bepergian ke negara anggota Uni Eropa bagi tokoh-tokoh Suriah lainnya. Aset luar negeri mereka juga akan dibekukan. Demikian diutarakan Menlu Jerman Guido Westerwelle: „Berita-berita yang sampai membuat kita syok. Tetapi yang juga membuat syok adalah kebandelan rezim Suriah. Politik penekanan ini harus diakhiri. Karena itu adalah perlu bahwa tidak hanya Eropa yang mengirimkan sinyal jelas kepada pimpinan di Suriah."

Para menteri UE juga memeriksa apakah hubungan dengan perusahaan Suriah dapat dibekukan. Westerwelle tidak mengungkapkan rinci mengenai hal itu. Para pemimpin pemerintah dan kepala negara UE diduga akan merembukkan kemungkinan pengetatan sanksi berikutnya pada pertemuan puncak hari Kamis dan Jumat (24/6) depan. Selain itu, Menlu Jerman ingin agar PBB mengeluarkan resolusi agar jelas bahwa kebijakan represif rezim Suriah sama sekali tidak dapat diterima masyarakat internasional.

Westerwelle Afrika-Konzept
Menlu Jerman, Guido WesterwelleFoto: dapd

Rusia tidak ingin dukung resolusi di DK PBB

Namun Presiden Rusia, Dmitry Medvedev mengatakan kepada media Inggris, ia tidak akan mendukung resolusi di Dewan Keamanan yang akan dijadikan sebagai dalih operasi militer yang tak berguna. Westerwelle kemudian mengutarakan, yang dimaksudkan bukanlah seperti resolusi 1973 yang menjadi dasar bagi serangan NATO di Libya: „Melainkan mengenai sebuah sikap internasional untuk terang-terangan mencabut legitimasi rezim Assad melalui PBB. Ini mengenai isolasi politik dan tidak lebih dari itu."

Sementara itu, Presiden Suriah Bashar al-Assad hari Senin (20/6) menyampaikan pidato di Universitas Damaskus di depan hadirin terpilih dan disiarkan televisi secara nasional.

Namun pidatonya berisikan isu-isu lama yang menuding kelompok-kelompok asing bersenjata melawan Suriah, demonstran yang hanya ingin membunuh dan merusak, menolak reformasi dan melakukan tekanan dengan sabotase serta kerusuhan. Assad juga berbicara tentang "hari-hari yang sulit" dan juga tentang "tanda perubahan" bagi negaranya.

Syrien Demonstrationen
Pengungsi Suriah di perbatasan TurkiFoto: dapd

Assad: Reformasi adalah "keinginan Rakyat"

Presiden Suriah selanjutnya menyayangkan jatuhnya korban pada warga sipil dan militer, dan menyebut mereka sebagai martir. Assad juga mencela keras "pembantaian aparat negara" dan pelaku yang membunuh atas nama agama. Ia mencela keras demonstran yang menuntut pengunduran dirinya dan menyebut pemrotes sebagai ekstimis yang memiliki senjata moderen dan peralatan komunikasi. Bersamaan dengan itu ia mengatakan bahwa proses reformasi dilaksanakan demi kepentingan rakyat, karena itu tidak ada seorang pun yang bijaksana yang dapat menentang "keinginan rakyat"

Namun tak satu kata pun yang keluar mengenai kebrutalan militer, dinas rahasia dan penembak jitu. Sama sekali tidak ada mengenai diakhirinya kekerasan terhadap rakyat sendiri, apalagi mengenai pengunduran diri atau pergantian rezim.

Tamparan ke muka semua pemrotes

Faisal Braisad, pakar politik dari Qatar: "Ini adalah pidato penolakan kenyataan. Assad berbicara seperti monarki yang berkuasa seumur hidup. Pidatonya merupakan tamparan ke muka semua orang yang sejak tiga bulan ini melakukan aksi protes di Suriah. Apa yang dikatakannya sangat jauh dari tuntutan oposisi."

Menurut aktivis HAM lebih dari 1.300 warga sipil tewas di tangan militer selama aksi protes menentang rezim Suriah tiga bulan terakhir ini.

Christoph Prössl/Christa Saloh/dpa,afp

Editor: Ayu Purwaningsih