1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

160211 EU Ägypten

17 Februari 2011

Tergulingnya rezim lama Tunisia dan Mesir, serta aksi protes di Aljazair dan Libia memaksa Uni Eropa untuk mempertimbangkan kembali kebijakan luar negerinya.

https://p.dw.com/p/10IPt
Komisaris Perluasan Uni Eropa Stefan FüleFoto: AP

Komisaris Perluasan Uni Eropa Stefan Füle mengambil alih untuk sementara tugas-tugas Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton. Ashton sedang melakukan kunjungan ke Timur Tengah. Stefan Füle menjabat sebagai komisaris Uni Eropa untuk kebijakan kawasan tetangga, karena itu ia sebidang dengan Catherine Ashton.

Füle menjelaskan, Uni Eropa akan membantu Mesir untuk jangka waktu panjang. "Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menawarkan bantuan dan membagi pengalaman kami dalam upaya menegakkan demokrasi, menyelanggarakan pemilihan umum, mematuhi hak asasi manusia serta melaksanakan reformasi ekonomi dan sosial. Tetapi harus ditegaskan, bahwa kami tidak akan mendikte hasil dan solusinya. Masa depan rakyat Mesir terletak di tangan mereka sendiri."

Joseph Daul, ketua fraksi Partai Rakyat Eropa mengakui, tidak ada kalangan di Eropa maupun Amerika yang menyangka, di Afrika Utara akan terjadi sejumlah penggulingan pemerintahan dalam waktu berdekatan. Dan di mata Joseph Daul, perubahan tersebut berdampak positiv. "Kami menyambut baik revolusi yang berlangsung damai dan berhasil meruntuhkan rezim lama. Revolusi-revolusi itu memainkan peranan inti karena turut membantu perkembangan sosial. Dan Uni eropa harus mendukung rezim baru. Seperti yang diharapkan rakyatnya yakni sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi serta menegakkan sistem ekonomi yang mampu memenuhi kebutuhan sosial setiap kalangan."

Dalam pernyataan itu juga tersirat harapan, membaiknya situasi politik dan ekonomi masyarakat Afrika Utara agar mereka tidak punya alasan untuk meninggalkan tanah airnya.

Martin Schulz, ketua fraksi Demokrat Sosial dan Sosialis, nampak optimis. Meskipun ia melihat adanya ancaman dari kelompok Islam. Oleh karena itu ia berpendapat, bahwa Ikhwanul Muslimin di Mesir harus dilibatkan dalam proses reformasi penyusunan konstitusi. "Jika di Tunisia dan di Mesir dibentuk demokrasi sipil dan sekuler, maka kawasan tersebut meraih sebuah keberhasilan politik. Dan bagi Eropa, yang merupakan kawasan tetangga langsung, keberhasilan tersebut juga mempunyai arti yang sungguh besar dan merupakan peluang yang luar biasa."

Menurut Martin Schulz, Uni Eropa seharusnya meningkatkan upayanya dalam kebijakan kawasan tetangga. Dan untuk jangka waktu panjang mengubah kawasan Laut Tengah sebagai zona perdagangan bebas.

Sementara itu, beberapa hari ini kubu Kiri dan Hijau mengritik keras politik Afrika Utara Uni Eropa dan menyebutnya sebagai munafik. Ketua fraksi Hijau Daniel Cohn-Bendit menyatakan dengan sinis, "Sungguh aneh, jika sekarang semua mengatakan Mubarak adalah diktator. Sedangkan selama 15 tahun ia memerintah, tidak ada yang menyebutnya demikian."

Kini, warga Tunisia berbondong-bondong mencari perlindungan di Eropa dan tidak lagi dihalangi oleh pemerintahnya, Cohn-Bendit merasa kritiknya dibenarkan, "Eropa membutuhkan diktator-diktator itu untuk menutup perbatasannya. Ini luar biasa. Kini Eropa bermasalah karena Ben Ali berhasil digulingkan."

Meskipun demikian, kubu Hijau juga berpendapat, situasi hidup di Afrika Utara harus ditingkatkan. Dan itu dengan bantuan Uni Eropa, agar warga Afrika Utara tidak perlu mengungsi ke Eropa secara ilegal.

Christoph Hasselbach/Andriani Nangoy

Editor: Hendra Pasuhuk