1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Mitra Yang Lebih Kuat Bagi Asia

5 Oktober 2010

Meski peran ekonomi Asia dipuji, KTT ASEM ke 8 masih dibayangi krisis ekonomi global. Eropa dilanda pemogokan terbesar akibat kebijakan pengetatan anggaran negara.

https://p.dw.com/p/PVMN
KTT ASEM 8 di BrusselsFoto: AP

Pertemuan Puncak Asia Eropa ke-8 yang dibuka hari Senin, ditandai masuknya tiga anggota baru. Yakni Rusia, Australia, dan Selandia Baru. Tetapi lebih dari itu, KTT ini dibayangi oleh krisis ekonomi global yang belum juga berakhir. Hanya beberapa hari menjelang KTT ini, Eropa bahkan dilanda pemogokan terbesar, untuk memprotes kebijakan pengetatan anggaran di seluruh negara Eropa.

Ditegaskan oleh Ketua Penyelenggara yang adalah Presiden Uni Eropa Herman van Rompuy, pertemuan dwi tahunan ini mewakili lebih dari setengah penduduk bumi dan sekitar 60 persen kekuatan ekonomi dunia. Karenanya harus bisa menghasilkan keputusan-keputusan nyata yang membawa manfaat bagi rakyat dari 27 negara anggota Uni Eropa, 19 negara Asia, dan tiga negara anggota baru ASEM itu.

Dalam acara pembukaan, Herman van Rompuy memapar bagaimana Asia makin penting perannya di pentas dunia sebagaimana Eropa, dan bagaimana pentingnya Asia bagi Eropa.

Ditandaskan van Rompuy, "Uni Eropa bertekad untuk mengambil peran lebih penting di dunia, serta menjadi mitra lebih kuat bagi Asia. Seluruh 27 negara anggota telah sampai pada dua keputusan nyata. Pertama, menyusul bencana dahsyat yang melanda Pakistan, Uni Eropa akan secara substansial membantu negara-negara Asia, bukan sekadar dengan meningkatkan bantuan tetapi juga meningkatkan perdagangan. Kedua, menyepakati perdagangan bebas dengan ASEAN, yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja di kedua kawasan."

Tetapi pertemuan puncak ASEM ke-8 ini dipastikan tak akan berjalan terlalu mulus. Begitu banyak masalah dan perbedaan yang menghantui hubungan kedua benua tua itu sejak lama. Perbedaan tradisional adalah mengenai demokrasi, hukum, dan penghargaan terhadap HAM. Eropa kukuh dengan nilai-nilai universal HAM, martabat individu, dan kebebasan. Sementara Asia penuh dengan rezim yang tertutup, otoriter, dan justru menindas HAM. Masalah kontemporer yang selalu menjadi perbedaan, misalnya kebrutalan rezim militer Birma dan nuklir Korea Utara dan Iran.

Salah satu kekuatan ekonomi utama dunia sekarang, Cina, adalah negara tertutup yang kukuh mengambil posisi berbeda dengan Eropa terhadap Korea Utara, Iran, dan Birma. PM Cina Wen Jiabao juga tampil memberikan pidato pembukaan sesudah Herman van Rompuy, disusul PM Belgia Yves Laterme, PM Kamboja Hun Sen, dan Ketua Komisi Eropa Jose Manuel Barroso.

Pejabat PM Belgia Yves Laterme yang menjadi tuan rumah, menyebut setidaknya ada tiga bidang yang harusnya bisa disepakati para peserta KTT ini. Pertama adalah pembangunan berkelanjutan, yang implikasinya adalah teknologi dan sumber-sumber ekonomi yanng ramah lingkungan. Dalam hal ini Eropa sebagai benua yang berpengalaman dengan teknologi, harus membantu Asia merumuskan dan mengembangkan sumber dan teknologi ramah lingkungan itu.

Kedua adalah pemberantasan kemiskinan. Kesenjangan masih sangat besar, dan kemiskinan mutlak masih saja ada. Buah pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju, kata Leterme, harus disebarluaskan pula ke rakyat miskin di dalam negeri dan antar negara. Pemberantasan kemiskinan bukanlah semata kewajiban moral. Namun, ditegaskan Yves Laterme, juga demi suatu kepentingan. Karena keadaan terhimpit kemiskinan merupakan bibit dari ketidak stabilan dan rongrongan keamanan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional.

Yang baru dari usulan Yves Laterme adalah butir ketiga. Suatu usulan yang sejak awal banyak ditentang oleh para pengusaha, serta sejumlah negara ekonomi kuat.

Ia jelaskan, hal ini terkait dengan dua butir pertama. "Pembangunan ekonomi berkelanjutan yang ramah lingkunagn dan pemberantasan kemiskinan. Bahwa kita harus mempertimbangkann secara serius apa yang kami sebut „sumber inovatif" untuk pembiayaan pembangunan. Sebuah tim ahli yang di dalamnya Belgia aktif terlibat, sampai pada suatu usulan untuk mengenakan bea pada transaksi kurensi keuangan internasional. Dengan cukai ini, bisa digalang dengan mudah 25 hingga 30 milyar dolar per tahun. Tanpa menganggu ekonomi real. Justru memperkuat pasar keuangan yang rentan. Ini sangat fisibel, bisa dijalankan. Masalahnya tinggal kehendak politik semata."

Sementara itu delegasi Indonesia di KTT ASEM ini dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sedianya akan datang, membatalkan kehadirannya.

Ging Ginanjar
Editor: Koesoemawiria