1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Videonale 2007: Pergulatan Tema dan Bentuk

4 April 2007

Pesta seni video kontemporer Videonale 2007 ditandai kecenderungan untuk bertitik tolak dari "found footage"

https://p.dw.com/p/CPV8
Ruang pameran Videonale 11
Ruang pameran Videonale 11Foto: Frank Leuwer, Muna Sawas und Anke Rohlfing

Anda tentu tak asing dengan istilah Bienale. Pameran seni besar-besaran yang dilakukan setiap dua tahun. Lambat laun, banyak peristiwa seni berkala yang mengkombinasikan kata Bienale ini dengan nama kota atau media seninya. Salah satu yang terkenal, Festifal Film Berlin, nama resminya adalah Berlienale. Di Bonn, ternyata sudah lebih dari 20 tahun berlangsung apa yang disebut Videonale. Yakni perhelatan seni video kontemporer.

Videonale 2007 ini merupakan yang ke 11 kalinya. Diselengarakan pertama tahun 1984 sebagai proyek sejumlah mahasiswa, Videonale berkembang menjadi perhelatan seni video kontemporer internasional yang cukup penting.

Salah satu karya paling menonjol dalam Videonale ini adalah Fuck The War, karya Beate Geissler dan Oliver Sann, dua seniman video dari kota Köln, Jerman.

Sebuah gudang. Atau bekas bengkel mobil barangkali. Dengan grafitio pada tembok bertuliskan Fuck the War. Persetan Perang. Dan sejumlah anak berusia antara 8 hingga 11 tahun berpakaian ala seragam tentara bermain perang-perangan. Mereka membawa senapan-senapan mainan dan, ya, bermain tembak-tembakan.

Beberapa saat kemudian, para boca itu mengubah strategi. Senapan mainan mereka tinggalkan. Mereka menemukan sebuah mesin cuci rongsokan. Satu demi satu, lima anak itu mendapatkan tongkatz masing-masing. Dan mereka mulai memukuli rongsokan mesin itu. Mula-mula tak beraturan, namun lama-lama dalam suatu irama bersama. Hingga ronsgokan mesin cuci itu hancur berkeping-keping.

Ulah para bocah yang bermain-main dengan tiruan cara hidup kaum dewasa itu bagaikan sebuah ironi terhadap pesan grafiti Persetan Perang di dinding di belakang mereka. Atau justru ejekan terhadap manusia-manusia dewasa dan berpengaruh yang tersu meneruis menggunakan perang dan kekerasan untuk menyelesaikan konflik. Yang hasilnya adalah kehancuran kematian dan kebencian.

Fuck the War adalah karya empat menit kurang 4 detik yang sangat efisien menggambarkan persoalan manusia kontemporer, dengan cara yang sangat sederhana. Sebuah karya kuat. Tak heran kalau juri menobatkannya sebagai karya terbaik Videonale 2007, dan mengganjar dua pembuatnya, Beate Geissler dan Oliver Sann dengan hadiah 5 ribu euro.

Videonale 2007 kali ini berlangsung sebulan penuh. Sejak 14 Maert lalu hingga 14 April mendatang. Lebih dari 600 seniman dari seluruh dunia. mengirim karya-karyanya, yang lalu diseleksi oleh sebuah tim juri. Terpilihlah 48 karya, yang berasal dari 15 negara.

Georg Elben, kurator Videonale 2007 mengungkapkan, ke 48 karya terpilih itu menyasar bermacam tema.

Elben: "Dalam aspek lebih luas, Anda bisa menemukan topik apa saja. Bisa kisah cinta, bisa sesuatu yang cenderung dokumenter, ada yang lebih berkonsentrasi pada aspek yang lebih teknis, pencarian asrtistik, hal-hal abstrak, ada karya yang bagaikan menggunakan tinta hitam dengan sedikit sentuhan warna."

Begitu beragama masalah yang disentuh para peserta. Namun khusus Vidonale 2007 ini, kurator Georg Elben menemukan suatzu kecenderungan yang menarik.

"Salah satu aspek yang menonjol, saya kira adalah kecenderungan penggunaan footage. Atau potongan gambar dari karya lain. Temuan potongan gambar ini menjadi pijakan utama dalam banyak sekali karya. Potonganya diambil kebanyakan dari film Holywood, dan arsip dokumenter. Terkadang dalam karya videonya, para seniman mencipta ulang adegan-adegan yang sudah dikenal orang sebelumnya."

Salah satu yang memaksimalkan penggunaan potongan gambar lain ini adalah Jean-Gabriel Periot dari Prancis dengan karyanya, yang kita Indonesiakan yaja judulnya: "Bahkan Kalaupun Ia seorang Penjahat". Periot menggunakan berbagai arsip dokumentasi perang dunia, yang pada beberapa bagian diputar sangat cepat. Yang hendak ia ungkapkan adalah kecamannya terhadap sejumlah kejadian sesudah berakhirnya Perang Dunia kedua. Yakni ketika perayaan kegembiraan pembebasan Prancis dari pendudukan Hitler Jerman disusul oleh hukuman jalan dan penghinaan oleh warga sipil terhadap sejumlah perempuan yang dituduh mendukung Jerman.

Dari Asia, salah satu yang menonjol adalah Advent Of Jappy, karya kelompok Antenna, yang beranggotakan 5 seniman video. Yakni Hideyuki Tanaka, Hiroshi Oka, Keisuke Ichimura, Kikumi Furukawa dan Yoshitaka Yazu.

Alkisah, di sebuah taman hiburan ala Disneyland bernama Yamatopia. Wajarnya Taman Hiburan, Yamatopia memiliki maskot, yang bernama Jappy. Bentuknya berupa sesosok tikus lucu dan riang.

Namun Yamatopia bukan cuma taman hiburanIni untuk bersenang senang seperti Ancol atau Disneyland. Namun dimaksudkan sebagai upaya melestarikan budaya Jepang. Karenanya Yamatopia penuh dengan benda warisan sejarah masa lalu Jepang. Bahkan ada pula masyarakat yang inggal di sana dengan cara hidup tradisional. Sedangkan Jappi, adalah maskot yang menghubungkan masa lalu Jepang yang tradisional dengan masa kini yang ultra modern.

Masalahnya, Yamatopia dilanda kesulitan keuangan, dan akhirnya bangkrut. Dan terpaksa ditutup. Namun penduduk yang setia pada budaya Jepang memaksa tinggal di sana. Bahkan akhirnya, sebuah dunia baru terwujud: Jappy menjadi sesosok dewa, dan penduduk menciptakan dan menjalankan berbagai ritual untuk memujanya. Advent of Jappy, jadinya boleh dikata adalah Kelahiran Tuhan Jappy.

Advent of Jappy merupakan sebuah kritik budaya dengan ironi yang kocak terhadap perbenturan dunia ultra modern Jepang di satu sisi, namun cara pikir tradisional di lain sisi. Hideyuki Tanaka menjelaskan:

Tanaka: "Dalam sejarahnya Jepang, mendapat banyak pengaruh kebudayaan asing dalm berbagai periode. Perubahan besar terjadi di era Edo sampai Meiji. Terus sesudah berakhirnya PD2. Kebudayaan tradisional Jepang makin menipis. Sehingga saya tidak bisa merasakan apakah saya hidup di zaman yang merupakan kelanjutan dari tradisi lama kami. Antara kebudayaan tradisional dan saya, terdapat jarak yang sangat jauh. Jadi saya rindu akan adanya titik temu antara tradisi dan saya."

Tetapi, bagaimana kelompok seniman ini sampai pada die untuk memunculkan semacam ibadat pemujaan pada maskot taman hiburan sebagai ungkapan kritiknya?

Kembali Hideyuki Tanaka:"Saya pernah mengunjungi Taman Disney Land di Jepang. Dan saya lihat banyak orang, terutama anak-anak kecil yang memeluk maskot Disneyland. Itu kan cuma orang-orang yang berkostum maskot Disneyland. Maskot itu ibaratnya cuma suatu selubung. Dan saya merasa itu sesuatu yang aneh sekali. Itulah inspirasi dari karya ini."

Secara visual, Advent of Jappy juga sangat menarik. Gambarnya bahkan digunakan untuk poster Videonale 2007 ini. Pada umumnya memang karya-karya dalam Videonalle ini menampilkan penggarapan teknis yang bagus. Bukan cuma karya yang datang dari negara maju. Namun juga dari negara berkembang. Barangkali karena ada semacam demokratisasi teknologi video. Seperti digambarkan Kurator George Elben

Elben: "Bisa dikatakan, video adalah salah satu bidang seni yang tingkat pencapaiannya di seluruh penjuru dunia cukup merata. Barangkali karena itu tak terlalu sulit bagi para seniman untuk mencapai tingkat teknis yang setara, di manapun ia berada. Namun memang ada kecenderungan-kecenderungan tertentu yang menonjol. Misalnya untuk para seniman dari Amerika Selatan dan sejumlah negara lain, tema politik lebih banyak digarap ketimbang misalnya di Eropa Barat.

Tahun 2009 Videonale akan kembali berlangsung di Bonn. Barangkali anda tertarik untuk ikut serta? Kenapa tidak mencobanya? Silakan simak caranya di internet, www.videonale.org.