1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanGlobal

Covid-19 Bisa Memicu Kerusakan Otak Parah

10 Juli 2020

SARS-CoV-2 bisa memicu kerusakan berat pada otak dan sistem saraf sentral. Demikian laporan pakar neurologi Inggris. Ini bisa memicu psikose, kelumpuhan atau stroke. Dan seringnya kasus terlambat dikenali.

https://p.dw.com/p/3f6FU
Kernspinaufnahmen eines Gehirns
Ilustrasi citra otak dari tomografi resonansi magnetikFoto: Colourbox

Makin banyak bukti, virus corona SARS-CoV-2 tidak hanya menyerang saluran pernafasan dan paru-paru, melainkan juga organ lainnya. Virus corona bisa menyerang berat jantung, pembuluh darah, saraf, ginjal atau kulit dengan dampak yang sulit diperkirakan.

Para pakar ilmu saraf dari Inggris, mepublikasikan rincian serangan virus corona yang menakutkan dalam jurnal Brain. Disebutkan, SARS-CoV-2 bisa memicu kerusakan parah otak, baik pada pasien dengan gejala ringan atau pasien yang sudah sembuh kembali. Seringkali kerusakan otak ini tidak diketahui atau terlambat dikenali.

Pada lebih 40 pasien COVID-19 di Inggris, para pakar ilmu saraf dari University College London (UCL) mendiagnosa ensefalomielitis demilelisi akut atau ADEM. Penyakit peradangan ini bisa merusak secara degeneratif sistem saraf otak. Yang diserang adalah myelin yang mengisolasi saraf pada otak dan tulang belakang.

Efek kerusakan beragam

Dari seluruh 40 pasien yang diperiksa, 12 di antaranya mengidap peradangan sistem saraf otak, 10 pasien menderita enselofati otak tidak menetap dengan gejala psikose, delapan menderita stroke dan delapan lainnya menderita masalah pada saraf periferal yang disebut Guillain-Barre-Syndrom.

Ini adalah sindrom autoimun yang menyerang saraf dan menyebabkan kelumpuhan. Pada 5 persen kasus, sindrom ini menyebabkan kematian. Para pakar ilmu saraf Inggris melaporkan, seorang pasien perempuan berusia 59 tahun bahkan meninggal akibat komplikasi serangan Covid-19 pada otak dan sistem saraf.

"Cara dan taktik seperti yang dilakukan Covid-19 dalam menyerang otak, belum pernah kami lihat pada serangan virus lainnya", kata Dr. Michael Zandi, salah seorang penulis utama penelitian sekaligus konsultan di University College London Hospitals. Yang tidak lazim terutama munculnya kerusakan parah otak, bahkan pada pasien dengan gejala ringan.

Dampak kesehatan jangka panjang

Kasus-kasus yang dipublikasikan sekarang menegaskan kekhawatiran, Covid-19 bisa memicu masalah kesehatan jangka panjang pada sebagian pasien. Banyak pasien yang dinyatakan sembuh kembali cukup lama, juga melaporkan masalah kesulitan bernafas dan kelelahan. Sebagian lagi mengeluhkan mati rasa, lemah dan masalah memori ingatan.

"Secara biologis gejalanya mirip multiple sclerosis, yang gejalanya makin berat dan hanya menyerang sekali. Pada sejumlah pasien, kerusakan bersifat menetap, sementara sejumlah pasien lainnya sembuh total", ujar Michael Zandi.

Spektrum penyakit otak yang diakibatkan SARS-CoV-2 serta efek susulannya kemungkinan belum seluruhnya terungkap, tambah Zandi. Pasalnya banyak pasien di rumah sakit terlalu parah sakitnya, untuk bisa menjalani tomografi atau metode lain untuk menelitinya.

"Kami ingin mengingatkan para dokter di seluruh dunia terkait komplikasi serangan virus corona. Dokter dan perawat hendaknya berkonsultasi dengan dokter ahli saraf, jika pada pasien Covid-19 muncul gejala masalah memori ingatan, kelelahan, mati rasa atau perasaan lemah", tandas Zandi.

Para pakar neurologi Inggris mengkhawatirkan, Covid-19 bisa meninggalkan kerusakan yang tidak terdeteksi pada otak bekas pasien, dan baru muncul efeknya beberapa tahun kemudian. Dampak kerusakan otak yang muncul belakangan semacam itu, juga muncul saat pandemi flu Spanyol H1N1 pada tahun 1918. Diperkirakan sekitar satu juta orang yang sebelumnya terinfeksi, mengalami kerusakan menetap pada otak.

Alexander Freund (as/hp)