1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Warga Bakar Perumahan Gafatar di Kalimantan Barat

ap/yf (jakartaglobe,jakartapost,liputan6,kompas)20 Januari 2016

Lebih dari 700 orang di Mempawah Timur, Kalimantan Barat, yang diduga dulunya merupakan anggota Gafatar terpaksa meninggalkan rumah akibat serangan warga. Rumah mereka dibakar.

https://p.dw.com/p/1HgOC
Foto: Reuters/Antara/J.H. Wuysang

Menyusul aksi pembakaran rumah-rumah tersebut, aparat keamanan merelokasi ratusan warga yang dituduh pernah menjadi pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Mantan anggota Gafatar tiba di penampungan sementara Kodam VII Tanjungpura, Pontianak, Selasa sore (20/01/16), karena mereka tidak punya tempat lain untuk tinggal, Juru bicara Kepolisian Kalimantan Barat Ajun. Arianto, menyebutkan, "Saat ini ada ratusan polisi dan anggota militer yang menjaga lokasi rumah mantan anggota untuk mencegah kejadian yang tak terduga."

Bupati Mempawah Ria Norsan mengatakan, pemerintah daerah telah mengalokasikan dana untuk pemulangan warga ke Jawa dan akan mengelola aset yang ditinggalkan mereka di desa Moton, termasuk rumah mereka."Perwakilan dari mantan anggota Gafatar meminta waktu untuk membahas ultimatum warga," kata Norsan. Dia menegaskan, pemerintah setempat menerima warga pendatang sesuai prosedur.

Diberitakan Kompas, sebelumnya sejak pekan lalu, sudah terjadi aksi penolakan masyarakat terhadap keberadaan warga eks Gafatar di wilayah itu. Bupati menyebutkan, dirinya telah meminta warga yang memprotes keberadaan orang-orang yang dituding mantan anggota Gafatar itu untuk bubar, tapi mereka menolak. Mereka kemudian mengambil tindakan yang lebih keras dengan mulai membakar sembilan rumah.

Liputan6.com memberitakan, massa mulai menyerang permukiman sejak sekitar pukul 15.20 waktu setempat. Massa makin beringas, penyerangan dan pembakaran berlangsung hingga petang. Penghuni rumah-rumah ynag dibakar itu juga terdiri dari nenek-nenek dan anak-anak. Mereka hanya bisa melarikan diri sambil menangis.

Warga eks Gafatar mengungsi.
Foto: Reuters/Antara/J.H. Wuysang

Seorang koordinator untuk eks kelompok Gafatar, Joko, mengatakan dia tidak mau meninggalkan lokasi, karena semua uang dan hartanya telah diinvestasikan untuk mengembangkan pertanian di desa Sedahan, Kabupaten Kayong Utara. "Kami akan membiarkan pemerintah memutuskan, karena kita tidak punya tempat untuk pergi dan tidak ada yang tersisa," papar Joko.

Dari catatan Pemerintah Kabupaten Mempawah, warga yang disinyalir merupakan anggota Gafatar itu berjumlah lebih dari 700 orang. Mereka datang sejak setengah tahun lalu dan bercocok tanam di desa itu..

Organisasi Gafatar menarik perhatian publik, setelah adanya kisah hilangnya seorang dokter perempuan bernama Rica Tri Handayani bersama anaknya yang masih balita pada akhir Desember 2015. Mereka kemudian ditemukan di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Berbagai laporan media menyebutkan, hilangnya Dokter Rica diduga terkait dengan organisasi Gafatar. Menyusul hilangnya Rica, sejumlah orang juga dinyatakan menghilang dan lenyapnya mereka diduga terkait organisasi yang sama.

Majelis Ulama Indonesia, MUI dan Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan dalam Masyarakat (Pakem) Kejaksaan Agung menduga ormas Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) merupakan perpanjangan dari organisasi Al-Qiyadah Al-Islamia. Gerakan itu merupakan aliran kepercayaan di Indonesia yang menggabungkan ajaran kitab-kitab susci Al Quran, Alkitab Injil dan Yahudi, serta wahyu yang diklaim turun kepada pimpinannya, Ahmed Moshaddeq atau Ahmad Musadeq. Tahun 2008, pria ini pernah dipenjara empat tahun, dipotong masa tahanan, dengan vonis tuduhan penistaan agama lewat gerakan yang berbasis di Pondok Pesantren Al-Zaytun.