1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Parasit Malaria Resisten Obat di Asia Tenggara

24 Juli 2019

Parasit malaria kebal obat diketahui tengah menyebar secara cepat dari Kamboja ke sebagian kawasan Asia Tenggara seperti, Laos, Vietnam, Thailand.

https://p.dw.com/p/3MeW3
Foto simbol nyamuk
Nyamuk malariaFoto: picture-alliance/dpa/P. Pleul

Berdasarkan penelitian diketahui saat ini terdapat parasit malaria yang resisten terhadap obat tengah menyebar di kawasan Asia Tenggara. Parasit malaria yang resistan atau kebal terhadap dua obat anti-malaria kini ditemukan di Laos, Vietnam, dan Thailand, setelah menyebar dengan cepat dari Kamboja.

Para peneliti dari Wellcome Sanger Institute, Oxford University, dan Mahidol University, berdasarkan pengamatan genomik menemukan parasit malaria jenis KEL1/PLA1 yang sudah berevolusi dan mengalami mutasi genetik sehingga membuatnya makin resisten terhadap obat-obatan.

Penanganan pertama malaria di kawasan Asia pada umumnya dilakukan dengan memberikan kombinasi obat dihydroartemisinin dan piperaquine, atau yang biasa dikenal dengan istilah DHA-PPQ.

Kepada DW Indonesia, dokter spesialis infeksi dan penyakit tropik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD-KPTI, menyatakan bahwa saat ini di Indonesia terdapat lima jenis parasit malaria, antara lain plasmodium falsiparum, plasmodium vivax, plasmodium knowlesi, plasmodium malariae, dan  plasmodium ovale. Ia pun menegaskan bahwa respon pengobatan menggunakan kombinasi obat DHA-PPQ di Indonesia tergolong masih cukup baik.

“Pengalaman klinis di lapangan dari berbagai sejawat yang menangani kasus malaria tidak ada kondisi kebal obat. Apabila ada gagal pengobatan lebih karena memang obat tidak diminum sesuai aturan sehingga terjadi kekambuhan penyakit, khususnya untuk pl. vivax,” papar Erni dalam pernyataan tertulisnya kepada DW Indonesia.

Lebih lanjut ia menjelaskan saat ini sedang dilakukan penelitian secara serentak di beberapa wilayah di Indonesia untuk menilai efikasi obat. Regulasi produksi kombinasi obat malaria dinilai sangat penting untuk mendukung terjaganya efektifitas obat. Obat malaria menurutnya tidak dijual secara bebas, sehingga masyarakat yang terserang penyakit malaria dihimbau untuk berobat langsung ke rumah sakit.                            

“Kondisi di Indonesia tidak sama dengan di negara-negara yang mana telah ditemukan resistensi yaitu banyaknya obat palsu yang beredar di masyarakat serta obat yang harusnya kombinasi fixed, di negara-negara tersebut tersedia bentuk lepasan atau monoterapi. Sehingga pasien lebih mudah mengubah cara minum sesuai yang diinginkan, dan ini bisa berakibat pada kegagalan pengobatan sampai resistensi,” pungkas Erni.

Senada dengan Erni, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Anung Sugihantono. M.Kes, menyampaikan saat ini di Indonesia masih belum ditemukan adanya parasit malaria yang resisten obat. Namun pihaknya akan terus mencari informasi guna menyiapkan langkah-langkah mencegah masuknya parasit malaria tersebut.

Di Indonesia sendiri, angka penderita malaria cenderung menurun setiap tahunnya. Namun beberapa wilayah di Indonesia masih kerap ditemui yang menderita malaria seperti di Indonesia bagian timur, salah satunya Papua.

Dilansir dari Reuters, salah satu tim peneliti, Roberto Amato, mengatakan parasit tersebut menyebar dengan cepat. “Kami mendapati (parasit) sudah menyebar secara agresif, menggantikan parasit-parasit malaria lokal, dan menjadi tipe dominan di Vietnam, Laos dan di bagian timur laut Thailand,” jelas Roberto.

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium,yang dibawa oleh nyamuk dan menyebar melalui gigitan. Gejala malaria timbul setidaknya 10-15 hari setelah digigit nyamuk. Munculnya gejala melalui tiga tahap selama 6-12 jam, yaitu menggigil, demam dan sakit kepala, lalu mengeluarkan banyak keringat dan lemas sebelum suhu tubuh kembali normal. Tahapan gejala malaria dapat timbul mengikuti siklus tertentu, yaitu tiga hari sekali atau empat hari sekali.

Malaria juga dapat menyebabkan beberapa komplikasi serius antara lain, anemia berat, hipoglikemia, kerusakan otak, dan gagal fungsi organ.

Berdasarkan data dari WHO, sebanyak 220 juta orang terinfeksi malaria di tahun 2017, dan 400.000 di antaranya meninggal dunia. Sebagian besar dari mereka adalah bayi dan anak-anak yang hidup di kawasan Sahara, Afrika.

Bila seseorang berencana bepergian atau tinggal di area yang ditemui banyak kasus malaria, langkah pencegahan bisa dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk dengan memasang kelambu pada tempat tidur, menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang, serta menggunakan krim anti-nyamuk.

Malaria bisa sembuh total dengan pengobatan jika didiagnosis dini. Namun, kebalnya parasit malaria terhadap obat-obatan anti-malaria makin marak ditemukan di dunia, terutama di Asia Tenggara. Dalam jurnal Lancet Infectious Diseases, disebutkan awal mula parasit malaria kebal obat tersebut mucul dan menyebar dari Kamboja di antara tahun 2007 hingga 2013.

Olivio Miotto, peneliti dari Oxford University menegaskan bahwa diperlukan adanya pemahaman penggunaan obat yang efektif bekerja untuk melawan parasit malaria tersebut.

“Obat lain mungkin efektif saat ini, tapi situasinya sangat rentan,” ujar Olivio.

rap/vlz (dari berbagai sumber)