1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Yang Aneh dan Unik di Indonesia Dari Kacamata Orang Jerman…

29 Oktober 2018

Ruth Achterwinter (foto paling kiri), mahasiswi Jerman yang sering mengunjungi Indonesia. Dia langsung jatuh cinta dengan negara indah ini, meskipun itu, masih ada berbagai perilaku di Indonesia kelihatan lucu bagi dia.

https://p.dw.com/p/37IMk
Indonesien Yogyakarta - Ruth Achterwinter, Veronica L. und Luisa H. in Indonesien
Ruth (sebelah kiri) dengan teman di Yogyakarta, tahun 2016Foto: DW/R. Achterwinter

Semua orang Indonesia yang sudah pernah ke Jerman tahu, bahwa kebiasaan dan kehidupan orang-orang di Eropa orang-orang berbeda dengan di Asia. Bagaimana bisa hanya makan roti pada pagi dan malam hari? Siapa perlu 5.000 sampai 6.000 merek bir? Dan mengapa saya tidak boleh memberi selamat ulang tahun kepada teman saya sehari sebelum hari ulang tahunnya?

Sebaliknya, bisa dimengerti kalau berbagai perilaku di Indonesia kelihatan lucu, aneh dan ganjil bagi orang Jerman yang sedang mengunjungi Indonesia. 

Nama saya Ruth, umur 23 tahun dan sekarang kuliah studi Asia dan Manajemen di sebuah universitas di Jerman selatan. Saya sudah beberapa kali ke Indonesia dan jatuh cinta dengan negara indah ini. Tetapi saya tetap masih belum terbiasa dengan berbagai hal tertentu. Saya berbicara dengan teman orang Jerman saya yang juga pernah ke Indonesia membahas pertanyaan “Apa yang menurut orang Jerman aneh tentang Indonesia?”

Pertama-tama saya ingin menjelaskan, bahwa semua contoh kasus dalam tulisan ini adalah pengalaman saya dan teman-teman saya yang tentu sangat subjektif. Saya sama sekali tidak ingin memperkuat prasangka. Tentu saja, semuanya tidak boleh disamaratakan. Dalam konteks ini, tidak ada yang “betul” atau “salah”, sesuai dengan motto “not right, not wrong, just different”.

Semua harus disingkat

Kemensos, Dubes, Polri, TKI, „q udh otw skrng“ – bagi orang Indonesia, pemborosan huruf pasti suatu kejahatan yang buruk sekali.

Untuk orang asing yang sedang belajar Bahasa Indonesia seperti saya, singkatan-singkatan seperti ini sangat sulit dimengerti. Suatu kali saya bertanya kepada teman saya, Johanna (23 tahun), yang kuliah Bahasa Indonesia di Universitas Bonn: “Mengapa orang Indonesia tidak suka vokal-vokal sama sekali?“ Dia juga mau tidak mau tertawa.

Sampai sekarang kami belum mendapat jawabannya. Tetapi kami beruntung karena sekarang sudah ada kamus singkatan dan akronimBahasa Indonesia di internet! 

Jus Mangga pakai keju?   Tidak, Terimakasih!

Käse
Keju di JermanFoto: Colourbox/S. Goruppa

Satu hal yang sangat penting untuk orang Jerman adalah „Brotzeit“ kami, waktu makan roti. Saya suka sekali sarapan dengan roti gelap pakai keju – enak! Tetapi waktu saya kuliah di Yogyakarta dan teman saya, Fiona, mau mencoba Martabak di sana, kami langsung kaget. Martabak pakai keju? Keju dikombinasikan dengan makanan manis, es, atau bahkan jus mangga – itu terlalu aneh untuk selera Jerman kami.

Kenalkan, tante ke-83

Siapa yang masih mencari keluarga baru – silahkan ke Indonesia! Pasti mendadak ramai dengan tante dan om baru. Dan para tetangga yang ramah bisa menjadi sepupu dengan cepat. Di Jerman, saya hanya akan memanggil "Om" dan "Tante" pada saudara kandung orang tua saya. Oleh karena itu, saya sering bingung, kalau saya diundang ke rumah teman di Indonesia. Dia punya "tante" berapa orang? Tetapi lambat-laun saya juga mulai menikmati hubungan erat antara orang-orang di Indonesia.

Kreatif luar biasa

Indonesien improvisierter Rollstuhl in einem Krankenhaus
Kursi roda di sebuah rumah sakit di IndonesiaFoto: DW/R. Achterwinter

Teman sekelas saya, Marcel (27 tahun) langsung berkata: „Orang Indonesia pasti sangat kreatif kalau ada sesuatu yang harus direparasi.“  Sepeda motor rusak? – Ayo kita perbaiki sendiri! Jalanan rusak? Kita pasang saja pohon! Tidak ada kursi roda? Pasti bisa dibuat dari kursi plastik dan roda sepeda. Sedangkan di Jerman, semua harus dicek oleh lembada penguji kelayakan TÜV lebih dulu, di Indonesia prosesnya jauh lebih cepat!

Lebih dingin = lebih baik

Kalau saya pulang ke rumah setelah suatu hari yang panjang, saya berharap bisa masuk ke rumah yang hangat dan nyaman. Di Indonesia, itu terbalik. Di sana, kami tidak bisa menunggu untuk masuk dan langsung menghidupkan AC, supaya terasa dingin. Tapi kadang-kadang saya juga bisa kedinginan – ya betul, kedinginan di Indonesia! Terutama kalau mau ke bioskop atau mall, saya tidak boleh lupa syal dan jaket saya. Untuk saya, ini sedikit ironis.

Bikin foto dulu! 

Indonesien Nusa Penida -  Simon Maags für den DWNesia Blog
Foto: DW/S. Maags

Ben (24 tahun) baru kembali di Jerman dari perjalanan ke Indonesia. Sebagai wisatawan, dia menemukan banyak hal yang menyenangkan, terutama kalimat „Let’s take a picture first!”. Di Jerman, banyak orang masih skeptis tentang media sosial (aku baru belajar ada kata disingkat "medsos" juga). Ada banyak orang yang tidak senang fotonya diunggah ke Internet. Sebaliknya di Indonesia: Semua makanan harus difoto, semua pertemuan harus didokumentasi, kalau mau jalan-jalan, yang penting adalah: Apakah tempat itu „instagramable“? 

Belum makan nasi – belum kenyang! 

Johanna mendapat pesan dari temannya „kamu udh makan blm?“ Sebagai bukti, dia mengirim foto makan siangnya. Ada kentang, sayur-sayuran, roti dan lain lain. Danj bisa dipastikan bahwa teman dari Indonesia akan bertanya „Terus, nasinya mana?“ Sebagian besar orang Indonesia berpendapat bahwa kita tidak bisa kenyang kalau tidak makan nasi. Tapi teman-teman di Indonesia tidak perlun cemas, di Jerman kami memang bisa kenyang – juga tanpa nasi. 

Walaupun ada banyak hal yang berbeda antara kedua negara kita, bagi saya yang penting adalah: kita tetap bisa tertawa tentang perbedaan-perbedaan itu. (hp)

**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri.