1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Aspire Academy - Proyek Olahraga Mewah Qatar

12 Januari 2012

Sejak Qatar diumumkan sebagai tuan rumah penyelenggara Piala Dunia 2022, media berusaha menggali cerita menarik sebanyak mungkin dari negara kaya minyak itu.

https://p.dw.com/p/13iGF

Proyek olahraga terbesar di dunia di sebuah negara kecil. Atlet-atlet muda yang berprestasi digodok kemampuannya di Aspire Academy di Qatar. Fokus akademi ini adalah olahraga tim, seperti bola tangan dan sepakbola.

Fasilitas Olahraga Mewah

Andreas Bleicher, direktur olahraga internasional akademi menjelaskan, "Hal yang penting bagi kami adalah program yang ditawarkan. Selain prestasi olahraga, kami juga mencoba membangun budaya olahraga baru di Qatar. Seperti, olahraga perempuan, olahraga anak, dan juga untuk mengenalkan negara muda itu kepada olahraga kesehatan. Tujuan akhirnya tentu bisa menghasilkan atlet olahraga berprestasi."

Akademi elit ini memakan biaya yang tidak sedikit. Lebih dari satu milyar Dolar telah dikeluarkan. Orang-orang terbaik dipekerjakan disana. Tim internasional terdiri dari 1000 pegawai utama dari 55 negara. Di kompleks kampus antara lain terdapat sekolah, rumah sakit, stadion sepakbola dengan 50 ribu tempat duduk, 14 lapangan sepakbola, gedung olahraga tertutup terbesar di dunia, kolam renang, dan dua hotel. 9000 atlet, 250 diantaranya masih sekolah penuh waktu, dididik disana.

Pencarian Bakat Atlet Nasional Qatar

Bleicher menambahkan, "Qatar punya 1,8 juta penduduk dan kami mencari bakat nasional. Kami mencoba untuk menemukan setiap bakat di negara ini dan berusaha seoptimal mungkin untuk mendukungnya secara individu." Setiap tahun Aspire Academy mengadakan pencarian bakat dari pemain bola di 14 negara dan menyaksikan permainan hingga 600 ribu anak-anak di 950 cabang akademi di negara-negara berkembang Afrika, Amerika Latin dan Timur Tengah. 20 pemain terbaik mendapat beasiswa dan bisa berharap akan menjadi pemain sepakbola profesional. Mereka juga diharapkan bisa meningkatkan latihan pemain muda Qatar dan dengan demikian membantu perkembangan sepakbola di negara itu. Secara rutin, tim muda yang terkenal di dunia internasional diundang ke pertandingan uji coba.

Stephan Nopp, pakar dari sekolah tinggi olahraga Jerman, mengakui kemajuan pesat para atlit dari akademi tersebut. "Sangat menarik mengamati dari sisi perkembangan olahraga, bagaimana dalam waktu singkat mereka berhasil mencapai peningkatan prestasi. Saat berkunjung kesana, kami terkesan dengan kemegahan akademi Aspire. Tidaknya dari besarnya, tetapi juga cara mereka menjalankan program. Sikap profesional yang mendidik anak-anak dan fasilitas yang mereka peroleh disana sangat fenomenal."

Persiapan Piala Dunia 2022

Tim muda dari Barcelona, Leverkusen atau Liverpool tidak lagi menganggap remeh tim Qatar jika melakukan pertandingan uji coba. Jadi sepertinya, skenario awal direktur Aspire Andreas Bleicher bisa terwujud. Qatar adalah tuan rumah Piala Dunia 2022. Masih cukup banyak waktu untuk mendapatkan timnas yang kuat.

"Dulu kami belum memikirkan Piala Dunia. Tentu kini kami lega, bahwa proyek Aspire sudah dimulai delapan tahun yang lalu untuk mengembangkan konsep olahraga generasi penerus, khususnya di cabang sepakbola. Karena itu, kami sangat positif, bahwa tahun 2022 kami akan memiliki timnas sepakbola Qatar yang hebat dengan pemain jebolan akademi", ujar Bleicher.

Tidak Semua Sempurna di Aspire Academy

Namun, dibalik kesuksesannya, juga terdengar berita miring tentang akademi mewah ini. Dalam kunjungan ke klub-klub asing misalnya, para pemain sepakbola ini difasilitasi dengan latihan standar profesional, hotel mahal, supir pribadi dan pakaian bermerk. Qatar menjamin penduduknya dengan standar hidup tertinggi. Tetapi hanya jika memiliki paspor Qatar. Penduduk dengan kewarganegaraan lain, seperti India, Pakistan dan Sudan cenderung hanya bekerja sebagai pegawai rendahan di Qatar.

Hirarki ini turut terbawa ke kampus Aspire Academy. Randy Hill, pencari bakat asal Australia, bercerita, atlet asing diperlakukan buruk oleh atlet Qatar. Bahkan pelatih asing pun hanya diakui mereka sebagai pakar di bidangnya tetapi tidak lebih dari itu. Masalah lain yang duga terdengar dari akademi ini adalah sikap tidak adil terhadap atlet putri. Oktober tahun lalu, atlet lompat tinggi putri Jerman, Ariane Friedrich, mengaku harus membatalkan rencananya untuk berlatih di Qatar, karena dikatakan sebagai atlet perempuan dirinya 'tidak diinginkan' oleh Aspire Academy.

Olivia Fritz / Vidi Legowo-Zipperer

Editor: Agus Setiawan