1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
BudayaJamaika

Bagaimana Bob Marley Menjadi Ikon Hak Asasi Manusia

Silke Wünsch
15 Februari 2024

Bob Marley ikut membesarkan aliran musik Reggae dengan kumpulan album yang melegenda dan lirik berisi cinta dan perdamaian. Kisahnya kini hadir di layar lebar dengan judul "One Love."

https://p.dw.com/p/4cOGe
Bob Marley
Bob MarleyFoto: Langevin/AP/ Photo/picture alliance

Ketika dia berdiri di atas panggung arena olahraga, Sporthalle, di Köln, Jerman, di musim panas 1980, Bob Marley sudah dalam kondisi sakit-sakitan. Tapi pesona dan aksinya di atas panggung tetap mampu menyihir sekitar 8.000 penonton.

Setahun setelah konser ikonik di Jerman itu, pria bernama asli Robert Nesta Marley itu meninggal dunia, tepatnya pada 11 Mei 1981. Hidupnya berlangsung singkat, hanya 36 tahun. Tapi pesan-pesan politik dan spiritualnya tetap hidup melalui serangkaian lagu yang akan terus melegenda.

Lewat sentuhan Bob Marley pula, Reggae menjadi sedemikian populer di panggung musik dunia, sampai-sampai mendapat pengakuan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO.

Kingsley Ben-Adir sebagai Bob Marley
Kingsley Ben-Adir sebagai Bob Marley dalam film biografi One LoveFoto: Chiabella James

Rastafari aliran keyakinan termuda

Lirik karangan Bob Marley banyak mengandung retorika religi, yang membalut isu sosial seperti diskriminasi minoritas, perbudakan atau ketidakadilan. Keyakinannya sebagai penganut Rastafari membias dari hampir setiap lagunya.

Rastafari adalah agama termuda di dunia yang muncul di Jamaika pada hari pelantikan Haile Selassie sebagai Kaisar Etiopia, yakni pada tangga 2 November 1930. Nama Rastafari diambil dari nama asli Kaisar Selassie. Dia diyakini sebagai perwujudan Imam Mahdi.

Penganut Rastafari meyakini akan datangnya hari kepulangan bagi keturunan budak Afrika ke negeri yang dijanjikan, Etiopia. Kebanyakan warga kulit hitam Jamaika adalah keturunan budak Afrika. Rastafari menjadi jalan menyambung kembali pertalian kultural yang putus akibat kolonialisme.

Penganut Rastafari meyakini kehidupan yang alami, dalam prinsip cinta dan perdamaian, kesatuan dan keadilan.

Ghana Rastafarians win in court

Dikenal di penjuru dunia

Rastafari menolak setiap bentuk penindasan politik, kultural atau religius. Keyakinan ini kini dianut oleh hingga satu juta orang di seluruh dunia, terlepas dari ras dan warna kulit.

Kaum rasta biasanya merayakan keyakinannya dengan mengenakan tampilan dreadlocks pada rambutnya. Gaya rambut ini pertama kali dipopulerkan kaum ksatria Suku Mau-Mau, yang memerangi tentara kolonial Inggris di Kenya pada dekade 1950an.

Musik rastafari sendiri lahir pada dekade 1960an di Jamaika, di masa ketika kerusuhan sosial dan kelompok kriminal menguasai jalan-jalan kota. Sekelompok Disc-Jockey lalu mencoba merebut kembali jalanan dengan melakukan parade musik, dengan lagu santai bertemakan perdamaian yang digubah dengan inspirasi aliran musik lain, seperti Ska, Soul atau Jazz.

Rastafarian discrimination in Ghana

Pahlawan kemerdekaan Afrika

Lagi "Get Up Stand Up" diciptakan setelah Bob Marley berkunjung ke Haiti dan menyaksikan kemiskinan ekstrem di bawah kediktaturan François 'Papa Doc' Duvalier, yang berkuasa antara 1957 hingga 1986. Liriknya mengajak masyarakat memperjuangkan hak asasi sendiri.

Adapun "Exodus" menyuarakan luapan harapan bagi kaum rasta untuk kembali ke Afrika. Dalam lagu berjudul "Zimbabwe," Bob Marley mengajak warga Afrika membebaskan negeri dari kolonialisme Inggris. Dia pernah menyanyikan lagu itu dalam konser menyambut kemerdekaan pertama tahun 1980 di Harare. Sejak itu, "Zimbabwe" menjadi lagu kebangsaan tidak resmi.

Salah satu lagunya yang acap disalahartikan adalah "No Women No Cry," karena sering dianggap untuk pria yang putus cinta. Sebaliknya, Bob menulis lagu tersebut setelah mendengar seorang tetangga perempuannya menangis di halaman belakang rumahnya.

Lagu itu mengisahkan kehidupan di Jamaika yang marak kemiskinan dan ikatan keluarga yang kuat.

Warisan paling berkesan dari Bob Marley antara lain muncul dalam lagu "Redemption Song," yang mengandung kutipan nabi kaum rasta, Marcus Garvey, dalam sebuah pidato tahun 1937, "emansipasikan dirimu dari perbudakan mental, hanya diri kita yang bisa membebaskan pikiran kita sendiri."

rzn/as