1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

051009 India children rights

6 Oktober 2009

Kasus pelanggaran hak asasi anak merupakan hal biasa di penjuru India. Pada banyak kasus, bukan hanya ekonomi tapi juga sikap masyarakat yang mengharuskan perubahan, demi melindungi anak-anak di India.

https://p.dw.com/p/K0BP
Anak-anak yang dipekerjakan dalam pembangunan jalan di IndiaFoto: Benjamin Pütter / AGEH - Misereor

Piagam PBB tentang hak anak menetapkan, semua anak harus punya kebebasan untuk menjalani hidup normal, dengan makanan berkecukupan, pendidikan, dan ketenangan batin. India, seperti negara lainnya, meratifikasi piagam ini sejak 1992. Konstitusi India juga melindungi hak anak-anak. Tetapi, kasus pelanggaran hak asasi anak merupakan hal biasa di penjuru negeri.

Sandip baru berusia lima tahun saat bekerja di bengkel las di desanya. Ia dibayar 30 Rupee sehari, sekitar 6.000 rupiah. “Saya pergi jam 9 pagi dan pulang jam 7 malam. Pekerjaan memotong besi membuat kaki dan tangan kami lecet-lecet, dan mata kami perih akibat semburan api las. Kalau tempat kerja dianggap kurang bersih, bos juga membentak-bentak kami”, tutur Sandip.

Ada banyak Sandip di India dan negara-negara tetangganya. Kemiskinan memaksa banyak anak melakukan kerja kasar pada saat mereka seharusnya bersekolah. Menurut pemerintah, 12 juta anak di India usia 5 hingga 14 tahun bekerja. Menurut organisasi non pemerintah, angka di lapangan jauh lebih tinggi.

Kailash Satyarthi, ketua Bachpan Bachao Andolan atau Gerakan Selamatkan Masa Kanak-kanak, sebuah organisasi yang memperjuangkan hak asasi anak di India mengatakan, “India memiliki sejumlah hukum dan ketentuan konstitusional yang baik untuk melindungi hak dan martabat anak. Tapi kebanyakan hanya di atas kertas. Tidak diterapkan karena tidak ada kehendak politik yang kuat dan tidak ada gerakan masyarakat yang kuat.”

Kondisi sosial ekonomi adalah faktor yang paling bertanggungjawab bagi pelanggaran hak anak. Roop Sen, Direktur Regional untuk Asia Selatan dari organisasi Perancis Groupe Developpement mengatakan, ”Ada banyak permintaan tenaga kerja murah di kawasan untuk tujuan berbeda. Bagian terbesar adalah tenaga kerja informal untuk pekerjaan domestik, sektor yang tidak diatur seperti pembuatan perhiasan, dan sejenisnya, yang terakhir untuk tujuan prostitusi.”

Ada juga usaha penipuan yang mengumpulkan anak-anak, secara sengaja membuat mereka pincang dan memaksa mereka mengemis di jalanan. Menurut para pakar, praktek ini biasa terjadi di Delhi, Mumbai, Kolkata dan banyak kota besar di India.

Tahayul dan kepercayaan relijius juga berkontribusi bagi pelanggaran hak anak. Pradip Sen, kini 15 tahun, diselamatkan sebuah organisasi non pemerintah dari Rajasthan, barat India. Remaja pria itu mengenang peristiwa menyeramkan yang ia alami saat itu.

”Waktu saya kecil, saya dianggap mahluk bernasib buruk yang membawa penderitaan bagi keluarga dan desa saya. Ada orang yang menganjurkan pada ibu agar saya dikurbankan bagi dewa. Saya lalu dibawa ke kuil. Saya terlalu kecil untuk melawan dan mata saya ditutup. Di kuil pendeta membaca mantra, lalu mereka mengiris dahi saya dan banyak bagian lain di tubuh saya. Tapi entah bagaimana mereka merasa dewa tidak siap menerima saya jadi mereka pergi meninggalkan saya dalam keadaan penuh luka. Besoknya saya di bawa ke RS, lalu saya melarikan diri ke Ajmer dan bekerja di hotel dimana saya kemudian diselamatkan”, tutur Pradip Sen.

Pada banyak kasus, bukan hanya ekonomi tapi juga sikap masyarakat yang mengharuskan perubahan, demi melindungi anak-anak di India.

Debarati Mukherjee/ Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk