1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jakarta Buru Tikus

19 Oktober 2016

Jakarta luncurkan program buru tikus got, dengan iming-iming hadiah uang. Pemicunya, populasi tikus got inang penyakit naik drastis tak terkendali.

https://p.dw.com/p/2RPTU
New York tote Ratte
Foto: picture-alliance/dpa/Andrew Gombert

Pemda DKI memburu tikus betulan, bukan "tikus" penggerogot anggaran. Wacana program perburuan tikus berhadiah Rp 20.000 per ekor, menurut Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat berlatar belakang makin banyaknya tikus got di kawasan pemukiman. Dikhawatirkan tikus got ini menjadi inang penyakit berbahaya bagi warga.

Ibukota Indonesia yang termasuk salah satu kota megapolitan paling tinggi populasinya dan paling tinggi beban pencemarannya sedunia, diakui kewalahan menghadapi ledakan populasi tikus got. Tikus got disebut sebagai inang berbagai penyakit seperti leptospirosis, penyakit saluran pernafasan dan salmonellosis.

"Masalahnya di kota tidak ada predator alami, seperti ular atau burung hantu. Kucing rumahan yang juga predator tikus malahan takut pada tikus got besar," kata wagub DKI itu seperti dikutik Kompas.com. Djarot juga mengimbau warga, jika program dijalankan, jangan memburu tikus menggunakan senjata api. Karena jika sial, pelurunya bisa nyasar mengenai warga lain bukannya tikus sasaran.

Wagub DKI itu juga menekankan, dengan kata bersayap: "Yang kita buru adalah tikus-tikus got yang gede-gede, yang suka gigitin kabel." Beberapa waktu silam Jakarta digegerkan temuan bungkus kabel puluhan ton yang diduga "sengaja" dibuang ke got di kawasan istana negara agar memicu banjir dan digunakan untuk mendiskreditkan Pemda DKI sebagai tidak becus menangani banjir. Siapa dalang pelakunya hingga kini tidak terlacak atau "sengaja tidak dilacak"

Picu pro kontra

Wacana perburuan tikus yang dirilis lewat situs web Pemda DKI itu sontak memicu pro dan kontra di kalangan warga. Ada yang memuji, dan mengatakan inilah kepedulian pemda terhadap warga. Juga ada yang memuji, nantinya warga punya penghasilan tambahan dengan memburu tikus yang menyetornya ke kelurahan.

Namun sejumlah warga lainnya menyatakan kontra dengan program pemburuan tikus berhadiah itu. Seorang warga menciutkan komentarnya lewat Twitter dengan menyebut ia pesimis program bisa berjalan dan sukses. Contohnya ditunjuk program serupa di Hanoi, Vietnam saat penjajahan Perancis. "Warga yang nakal, akhirnya justru membuat peternakan tikus, dan "menjual" hasil panennya kepada pemerintah.

Menanggapi pro-kontra itu, pemda DKI menyatakan masih menyusun teknis pelaksanaannya. Kemungkinan perburuan tikus got akan dikoordinir oleh kelurahan yang mengenal warganya. Dengan begitu, kecurangan bisa diredam dan diminimalkan.

as/yf (dpa,afp, kompas.com)