1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

291111 Gerichtsurteil muslimisches Ritualgebet

5 Desember 2011

Untuk pertama kalinya, pengadilan administratif Jerman di Leipzig menggelar sidang gugatan mengenai izin untuk menjalankan sholat di lingkungan sekolah di Jerman.

https://p.dw.com/p/13Mqx
Foto: Fotolia/chameleonseye

Yunus menghamparkan jaket musim dinginnya di atas lantai sekolah lantas mendirikan sholat. Kepala sekolah Brigitte Buchardt melihat adanya ancaman gangguan bagi ketentraman di sekolah dan melarang Yunus bersembahyang. Kejadian itu November 2007, di sebuah SMA di Berlin.

Membahayakan Ketentraman

Sejak saat itu sengketa hukum tentang interpretasi kebebasan beragama di Jerman membara. Yunus menggugat ke pengadilan. Pengadilan pertama, tahun 2009, mengijinkan Yunus melakukan sholat di sekolahnya. Alasannya, hak asasi menyangkut kebebasan beragama bukan hanya berhubungan dengan kebebasan di dalam tetapi juga kebebasan di luar.

Keputusan itu dibatalkan awal 2010 oleh hakim di pengadilan yang lebih tinggi. Alasannya, sholat yang dijalankan Yunus dapat mengganggu suasana tentram di sekolah dan mempengaruhi murid lain.

Kasus ini berlanjut ke Pengadilan Administrasi di Leipzig, yang Rabu (30/11) yang menguatkan keputusan terakhir. Yunus tak boleh mendirikan sholat secara demonstratif di kawasan sekolah. Ritual sembahyang yang dilakukan secara terbuka, dapat mengganggu ketentraman di sekolah, demikian keputusan pengadilan. Tetapi ini hanyalah keputusan untuk kasus yang dialami Yunus saja. Keputusan ini tidak boleh digeneralisasikan bahwa pelaksanaan sholat secara umum oleh seorang siswa muslim tidak diijinkan, kata Hakim Ketua Werner Neumann.

Türkische Muslime beten am Freitag in einer Moschee in Köln
Umat Muslim melakukan sholat Jumat di sebuah mesjid di kota KölnFoto: picture-alliance/dpa

Ruang Sholat di Perusahaan dan Militer

Di bidang kemasyarakatan lain juga ada pertanyaan tentang bagaimana pelaksanaan kewajiban sholat bagi Muslim. Militer Jerman Bundeswehr bersikap terbuka. Letnan Kolonel Jürgen Ammann mengatakan, "Jika jumlah tentara Muslim semakin meningkat, kami harus memikirkan apakah akan menyediakan ruangan yang lebih besar untuk sholat. Kami terbuka untuk itu dan saya pikir kami pun akan memecahkan tantangan ini."

Di pabrik Ford di Köln, kota di mana sejak berpuluh tahun lalu jumlah imigrannya tinggi, orang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat Muslim. Kebutuhan operasional menjadi dasar pemikiran untuk memungkinkan para pekerja Muslim melakukan sholat berjamaah. Meski demikian, sholat harus dilakukan pada saat istirahat, agar tidak mengganggu alur kerja, terang Manajer Brigitte Kasztan.

Tuntutan Disediakannya Ruang Sholat

Keputusan pengadilan tentang pelaksanaan kewajiban sholat di sekolah dapat menjadi petunjuk, karena para mahasiswa di universitas dan sekolah tinggi juga menuntut kemungkinan untuk itu. Levent Taskiram dari "Persatuan Mahasiswa dan Akademisi Turki" mengatakan, "Jika seorang mahasiswa ingin mendirikan sholat, seharusnya juga disediakan tempat untuk itu. Kebebasan beragama tercantum dalam konstitusi dan saya pikir pengadilan akan menjatuhkan keputusan ke arah ini."

Di Universitas Köln, kata Levent Taskiram, ada upaya dari pihak persatuan sekolah tinggi Islam untuk di masa depan mendirikan ruangan sholat. Di Sekolah Tinggi Köln, ruang semacam itu sudah ada.

Pengacara Margarete Mühl-Jäckel yang mewakili negara bagian Berlin mengatakan, lima agama besar di dunia terwakili di SMA tempat Yunus bersekolah. Hal ini bisa menuju pada konflik dan karena itulah negara berorientasi pada netralitas agama. Menurut pimpinan sekolah, murid-murid dimusuhi rekan-rekannya yang Muslim jika makan daging babi atau makan di bulan Ramadan. Selain itu, murid perempuan dikritik karena memakai baju yang terbuka dan dianjurkan untuk memakai kerudung. Di ruangan sholat pernah terjadi keributan saat para pelajar Muslim menganggap ruangan itu tercemar, karena seorang murid perempuan aliran alevi ingin sholat di sana.

Namun demikian majelis hakim menekankan, Jerman bukanlah negara laisis atau sekuler. Karena itu, di luar jam pelajaran murid-murid boleh bersembahyang di lsekolah, selama tidak mengganggu kedamaian di sekolah.

Ulrike Hummel/Renata Permadi Editor: Hendra Pasuhuk