1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menjelang Kunjungan Obama ke Timur Tengah

Christina Bergmann18 Maret 2013

Untuk pertama kalinya Presiden AS Barack Obama akan berkunjung ke Israel dan Palestina pertengahan minggu ini. Kunjungan ini diharapkan bisa memperbaiki citranya di kawasan itu.

https://p.dw.com/p/17zbM
U.S. President Barack Obama delivers remarks on energy at the Argonne National Lab near Chicago, March 15, 2013.
Barack ObamaFoto: Reuters

Gedung Putih sengaja tidak menggantungkan harapan tinggi dalam kunjungan Obama ke Timur Tengah. ”Presiden tidak pergi dengan agenda perdamaian yang konkrit di kantongnya”, kata Josh Earnest, wakil jurubicara kepresidenan awal Maret lalu. Ia menambahkan, tentu saja Obama menganggap proses perdamaian itu penting bagi kedua pihak. Obama akan membahas hal itu dengan Israel dan Palestina.

Kunjungan Obama ke Israel, Palestina dan Yordania terutama untuk membahas situasi keamanan. ”Ia sangat tertarik untuk berbicara dengan masyarakat Israel selama berada di sana”, ujar Earnest. ”Ia melihat ini sebagai peluang untuk menunjukkan dukungannya terhadap Israel dan perhatiannya pada situasi keamanan.”

Sekalipun pemerintahan Obama memberi dukungan militer dan finansial kepada Israel, banyak pihak menuduh Obama tidak terlalu peduli pada Israel. Kritik terutama datang dari pihak Israel dan dari kubu Republik. Terutama setelah Obama bersikap dingin terhadap PM Benjamin Netanyahu Maret 2010. Ketika itu, Netanyahu berkunjung ke Gedung Putih. Setelah pertemuan singkat, Obama meninggalkan Netanyahu dan menolak tampil dalam konferensi pers bersama. Netanyahu waktu itu menolak menghentikan politik pemukimannya.

Hubungan AS-Israel Membaik

Kunjungan Obama kali ini ke Israel adalah untuk menjalin hubungan lebih baik. ”Ini upaya untuk mengoreksi berbagai kesalahpahaman di masa lalu, misalnya pandangan bahwa Obama bersikap bermusuhan terhadap Israel”, kata Aaron David Miller, penasehat kementerian luar negeri untuk politik Timur Tengah.

Menurut Miller, kali ini Obama tidak akan melakukan tekanan keras terhadap Netanyahu terkait politik pemukiman. Fokus utama pembicaraan adalah masalah keamanan, termasuk sengketa tentang program nuklir Iran. ”Sanksi yang diterapkan tidak efektif, dan jika diplomasi juga tidak berfungsi, maka Presiden Obama terpaksa harus memikirkan opsi militer,” kata Miller dalam wawancara dengan DW.

Masih banyak tema lain yang bisa dibahas. Misalnya situasi yang tetap labil di Mesir dan krisis di Suriah. Tema-tema ini cukup mendesak, jadi proses perdamaian Israel-Palestina tidak menjadi prioritas utama lagi. Walaupun begitu, dunia tetap berharap akan ada terobosan dalam proses perdamaian. Presiden Israel Shimon Peres menerangkan, kunjungan Obama adalah kesempatan baik untuk memulai lagi perundingan perdamaian.

Harapan Bagi Proses Perdamaian

Eksistensi para pemimpin Palestina sangat tergantung pada kemajuan dalam upaya membentuk Negara Palestina, kata Khaled Elgindy dari Brookings Institution di Washington. Elgindy selama bertahun-tahun menjadi penasehat pemimpin Palestina dalam perundingan perdamaian. Menurut Elgindy, pada awalnya Obama cukup optimis dengan proses perdamaian. Tapi ketika utusan khususnya George Mitchell mengundurkan diri Mei 2011, proses perdamaian tidak lagi jadi prioritas.

Aaron David Miller menegaskan, Obama tidak bisa melakukan sesuatu tanpa dukungan dari Israel dan Palestina. Terobosan utama memang harus muncul dari pihak-pihak yang bertikai. Khaled Elgindy menerangkan, politik pemukiman yang dijalankan Israel saat ini membuat solusi dua negara jadi tidak mungkin. Menurut Miller, Israel dan Palestina harus mendukung proses perdamaian. Saat ini, kedua pihak tidak melakukan itu. Sebagai Presiden AS, Barack Obama hanya memutuskan hal-hal mendasar. Misalnya dengan menunjuk Philipp Gordon sebagai koordinator baru untuk urusan Timur Tengah.