1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PBB Umumkan Dua Wilayah Somalia Mengalami Kelaparan

21 Juli 2011

Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, mengumumkan status kelaparan atas dua wilayah Somalia Selatan, yakni Bakool dan Lower Shabelle. Kasus kelaparan ini adalah yang pertama terjadi di Somalia sejak 19 tahun terakhir.

https://p.dw.com/p/120Dr
Antri makanan di SomaliaFoto: dapd

PBB menyebut, pengiriman bantuan kemanusiaan terhambat oleh konflik politik yang terjadi di Somalia. Karena itu PBB dan Amerika Serikat meminta agar kelompok bersenjata di Somalia memberikan jaminan keamanan dan memperbolehkan bantuan kemanusiaan mencapai wilayah-wilayah yang mengalami kelaparan.

Sekitar duabelas juta orang kini menderita di Afrika Timur akibat kekeringan terburuk yang pernah terjadi dalam setengah abad terakhir. Kemiskinan dan konflik yang diperburuk kini oleh kekeringan telah menciptakan kelaparan di Somalia. Lebih dari 30% anak-anak mengalami kurang gizi dan empat dari sepuluh ribu anak di Somalia, sekarat setiap harinya karena lapar. Sejak awal 2011, setiap bulan sekitar 15 ribu orang mengungsi ke Kenya dan Ethiopia untuk mencari makanan dan air. Kamp pengungsi di Dadaab, Kenya, yang telah menampung 370 ribu orang kini mulai kewalahan.

Al-Shabab, sebuah kelompok yang berafiliasi dengan Al Qaeda saat ini menguasai sebagian besar wilayah di bagian Selatan dan Tengah Somalia, pada tahun 2009 melarang lembaga-lembaga bantuan internasional masuk ke wilayah itu. Namun demikian, baru-baru ini mereka memperbolehkan bantuan kemanusiaan masuk, meski dengan akses yang terbatas. Asisten Menteri Luar Negeri Amerika untuk urusan Afrika Emilia Casella mengatakan aktivitas Al-Shahab jelas membuat situasi semakin memburuk.

Secara terpisah, Amnesty Internasional mengatakan bahwa anak-anak di Somalia secara sistematis telah direkrut untuk untuk menjadi tentara oleh kelompok seperti Al Shahab. Anak-anak itu dihadikan tentara untuk berperang sejak mereka berusia delapan tahun. Al Shahab mengiming-imingi anak-anak itu dengan uang dan telepon seluler agar bersedia menjadi tentara. Tak hanya dengan cara itu, Amnesty Internasional juga mencatat bahwa ada banyak anak-anak yang diculik dan dipaksa ikut perang.

Penulis : Andy Budiman

Editor : Hendra Pasuhuk