1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

071110 Wahllokale Rangun

7 November 2010

Sejak pagi hari di Birma (Myanmar), TPS untuk pemilihan parlemen sudah dibuka. Tak ada partisipasi dari oposisi dan tak mungkin berlangsung perubahan kekuasaan. Meski begitu antrian pemilih diawasi militer

https://p.dw.com/p/Q0vi
Seorang perempuan memasukkan kartu suaranya di Bago, 90 km dari Yangoon, pada 7 November 2010.Foto: AP

Kebanyakan toko-toko di ibukota Yangoon dan kota-kota besar lainnya di Birma, yang kini disebut juga Myanmar, tutup pada hari Minggu (7.11.) ini. Kendaraan militer yang mengangkut tentara bersenjata mempatroli jalan-jalan. Sementara di lokasi pemungutan suara para pemilih berantri panjang. Untuk pertama kalinya dalam 20 tahun, rakyat Birma bisa kembali memberikan suaranya.

Di media-media yang diterbitkan kaum suaka dari Birma, terdapat berbagai laporan mengenai manipulasi pemilu. Jurnalis bawah tanah televisi kaum exil "Democratic Voice of Burma“, DVB, mengirim klip-klip rekaman video dan informasi ke luar dari Birma. Laporan-laporan itu kemudian disiarkan kembali lewat satelit.

Kerap diberitakan bahwa pemilih didesak untuk memberikan suaranya kepada Uni Solidaritas dan Pembangunan, USDP dan partai militer. Di sebuah desa, wakil penguasa menginstruksikan di kotak mana pemilih harus mencontreng pilihannya.

Dossier Teil 3 Wahlen in Myanmar Birma Burma 2010
Foto: picture alliance/dpa

Pemerintah militer Birma, tidak mengizinkan kehadiran pemantau pemilu internasional. Banyak jurnalis internasional yang ingin meliput pemilu ini,juga tidak menerima visa masuk ke Birma. Bahkan dalam pekan-pekan terakhir, juga kelompok-kelompok wisatawan tidak diperbolehkan masuk ke negara itu. Mata-mata pemerintah terdapat di setiap pojok jalan. Orang yang mengambil foto lokasi tempat pemilihan akan ditanyai dan terancam dijebloskan ke penjara.

Ancaman penjara juga dihadapi warga lokal yang mengantar orang asing ke daerah yang terlarang. Seorang supir taksi menceritakan, bahwa kawannya dipenjara selama dua bulan, karena telah bersalah mengantarkan sejumlah orang yang ingin memotret di beberapa lokasi. Hal itu dilihat oleh dinas rahasia dan iapun ditangkap untuk ditanyai. Supir taksi itu mengatakan bahwa temannya disiksa dan menghilang selama dua bulan. Ditahan tanpa alasan jelas. Temannya itu kini bungkam seribu bahasa mengenai apa yang dialaminya. Sementara kawan-kawannya juga tak berani menanyakan lebih lanjut.

Dossierbild 1 Myanmar Wahlen
Foto: picture-alliance/dpa

Berita-berita media pemerintah mengenai pemilu berat sebelah. Begitu ungkap Zaw Win, aktivis ham azasi kemanusiaan yang berada dalam exil. Organisasinya "Memo 98“ memantau dan menganalisa pemberitaan di Birma. Disebutkan, beberapa waktu sebelum pemilu, penggunaan internet dibatasi sekali. Menurut Zaw Win, semakin dekat ke hari pemilu, semakin sulit pula untuk masuk ke internet. Sebelumnya sudah banyak memang situs internet yang diblokir. Tapi Zaw Win mengungkap, bahwa internet saat ini begitu lamban, sehinga hampir tak mungkin membuka laman sebuah situs.

Di Yangoon, para wakil dari kedutaan-kedutaan asing diundang untuk secara resmi mengunjungi sebuah tempat pemungutan suara. Namun sebagian besar di antara mereka menolak undangan itu. Begitu keterangan Duta Besar Inggris, Andrew Heyn yang berada di Bangkok, dua hari sebelum berlangungnya pemilihan parlemen di Birma. Tampaknya, karena tak bersedia bahwa kehadirannya memberikan legitimasi terhadap tayangan pemilu itu.

Bernd Musch-Borowska/Edith Koesoemawiria
Editor: Christa Saloh