1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

190511 Blackwater VAE

20 Mei 2011

Sepak terjang pasukan keamanan swasta Blackwater di Irak telah menimbulkan kontroversi. Kini, pendiri Blackwater, Erik Prince, dilaporkan ditugaskan untuk membentuk tentara bayaran di Uni Emirat Arab.

https://p.dw.com/p/11KLg
Erik PrinceFoto: AP

Sebuah kunjungan negara yang mencolok dan dilakukan diam-diam, bulan April lalu di Washington, "Presiden Obama memyambut pangeran mahkota Uni Emirat Arab di Gedung Putih," demikian dilaporkan sebuah stasiun radio.

Sheikh Bin Zayed praktis adalah penguasa tujuh emirat dan bagi Amerika Serikat merupakan mitra bicara sangat penting. Uni Emirat Arab adalah pengekspor minyak ke-tujuh terbesar dunia. Bisa dikenali upaya Presiden Obama agar kunjungan sang pangeran mahkota sesedikit mungkin diketahui publik. Tidak ada konferensi pers di akhir kunjungan dan tidak ada pernyataan dari Gedung Putih, seperti ditekankan wartawan media Amerika. "Presiden Obama tidak berkomentar apapun tentang tegangnya situasi HAM di Uni Emirat Arab."

Dalam keadaan lain, Obama akan bersemangat mengatakan bahwa akses internet tanpa sensor termasuk dalam kebebasan berpendapat. Kali ini ia tutup mulut. Obama tahu, seorang blogger terkenal dan sejumlah aktivis HAM mendekam di penjara karena mendukung pemilu demokratis di Teluk. Namun, sejak pergolakan di dunia Arab, Uni Emirat Arab yang terbilang stabil merupakan sekutu istimewa Amerika Serikat.

Dan seorang tokoh terkenal Amerika Serikat berusaha dengan segala cara untuk menumpas kemungkinan munculnya kerusuhan di surga minyak. "Pria yang mendirikan Blackwater, Eric Prince, punya usaha baru di Abu Dhabi," dikatakan seorang wartawan.

Sicherheitsfirma Blackwater in Potero
Protes menentang kamp latihan Blackwater di Potrero, CaliforniaFoto: picture-alliance/ dpa

Gara-gara pembantaian di Bagdad dan tindak kejahatan lain, Blackwater terancam proses pengadilan di AS. Karena itu Erik Prince pergi ke Abu Dhabi. Dari sana ia kini membentuk tentara swasta bagi Uni Emirat Arab dan tamu Obama, Pangeran Mahkota Sheikh Bin Zayed. 800 tentara dari Amerika Latin dan Afrika Selatan dilatih oleh mantan tentara elit Erik Prince bagi raja minyak itu.

"Dengan peraturan ketat, tidak boleh ada tentara Muslim." Inilah syarat yang diajukan sang pangeran, karena, "Muslim tak boleh membunuh saudara seiman, itu pertimbangannya," kata pakar AS pemerhati Blackwater, James Scahill, kepada stasiun televisi MSNBC.

Pengamat militer Scott Horton dari majalah Harpers Magazine menekankan, sang pangeran butuh tentara asing 'yang dalam situasi darurat tega menembak demonstran di Uni Emirat Arab, karena tak punya hubungan emosional dengan rakyatnya.

Sejauh ini, Erik Prince sudah mengantungi 529 juta Dolar dari pemerintah Uni Emirat Arab, untuk melatih pasukan tempur, tulis New York Times. Menurut pakar James Scahill, dalam situasi darurat, para tentara bukan hanya harus menumpas gerakan demokrasi, "... tetapi juga pemberontakan di kamp-kamp buruh di Uni Emirat Arab. Di kamp-kamp ini dikurung tenaga kerja terutama dari Filipina dan Pakistan."

Menurut New York Times, sebagian pemerintahan Obama mendukung pembentukan pasukan tentara di Uni Emirat Arab yang militernya lemah. "Menurut undang-undang AS, butuh lisensi Amerika untuk menyusun tentara pribadi," papar James Schahill. Tetapi bahwa sang pangeran tidak mengantongi surat ijin tersebut, sejauh ini tidak terlalu mengusik pemerintahan Obama.

Ralf Sina/Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk