1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sistem Keselamatan Penerbangan di Indonesia

Hendra Pasuhuk5 Januari 2015

Para penyelam masih berusaha mencapai potongan badan pesawat AirAsia QZ8501 di dasar laut, tapi terhambat cuaca buruk. Sementara itu, diskusi tentang sistem keselamatan penerbangan di Indonesia makin santer.

https://p.dw.com/p/1EF5r
Foto: Reuters/D. Whiteside

Cuaca buruk menghambat segala upaya untuk mencapai potongan badan pesawat AirAsia QZ8501 yang sudah di deteksi di lima lokasi di dasar Laut Jawa. Pesawat tipe Airbus A320-200 itu jatuh di Selat Karimata, dekat Pangkalanbun, Kalimantan Tengah, dalam penerbangan dari Surabaya menuju Singapura, 28 Desember 2014.

Hingga saat ini, tim pencari Badan SAR Nasional (Basarnas) sudah berhasil mengevakuasi sedikitnya 34 jenazah. 9 jenazah sudah berhasil diidentifikasi. AirAsia QZ8501 membawa seluruhnya 162 penumpang, termasuk 2 orang pilot dan 5 awak pesawat.

Sementara aksi pencarian dan evakuasi berlanjut, diskusi tentang prosedur penerbangan dan sistem keselamatan penerbangan di Indonesia makin santer. Sebelumnya muncul informasi bahwa penerbangan AirAsia pada hari naas itu sebenarnya melanggar aturan, karena maskapai itu tidak memiliki ijin terbang untuk hari Minggu.

Tapi beberapa pihak menerangkan, hal itu biasa terjadi, tidak hanya pada AirAsia, melainkan juga pada penerbangan-penerbangan lainnya.

Prosedur penerbangan komersial perlu dibenahi

Pihak AirAsia dan otoritas bandar udara Juanda di Surabaya sempat membantah, pesawat itu terbang tanpa ijin. Seorang pilot senior menyampaikan kepada media, ia tidak percaya pesawat itu bisa berangkat begitu saja tanpa ijin dari otoritas bandara.

"Air Traffic Control (ATC) punya hak menolak", kata pilot itu dan menerangkan, ia pernah suatu ketika mengganti pesawat dari berbadan sempit ke berbadan besar dalam suatu penerbangan, tapi ATC langsung menolak ijin terbang karena proses ijinnya belum diajukan ke Ditjen Perhubungan Udara.

Ia selanjutnya menjelaskan, semua pesawat yang akan terbang harus melalui izin Ditjen Perhubungan Udara. Dalam izin itu dicantumkan jenis pesawat serta jam dan hari keberangkatan.

"Kalau tidak ada izin dikeluarkan, (ATC) tidak akan memberangkatkan pesawat," katanya.

Siapa bertanggung jawab atas apa?

PT Angkasa Pura I sebagai BUMN operator bandara Juanda di Surabaya menerangkan, mereka sudah memutasi dua petinggi di bandara itu, yaitu manajer operasi dan pengawas tugas operasional apron movement control (AMC).

Langkah itu diambil atas perintah dari Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Namun jurubicara Angkasa Pura I Farid Indra Nugraha menjelaskan, Angkasa Pura sejak awal Januari 2013 tidak bertanggungjawab lagi menangani proses sebelum pilot terbang, seperti briefing flight plan.

Angkasa Pura hanya berfungsi sebagai badan usaha yang menyediakan infrastruktur kebandarudaraan, dan tidak menangani soal navigasi dan ijin terbang.

Kementerian Perhubungan mengeluarkan larangan terbang bagi seluruh penerbangan AirAsia rute Surabaya-Singapura mulai 2 Janurai 2015.

hp/vlz (afp,rtr,ap)